BAB 2 GEMBUL (secercah angin di pagi buta)
2. Gembul
Saat makan siang di dekat sungai yang mengalir deras. Bagus menyantap ludes makanannya, setiap makan bersama Ayah dan Ibunya Bagus selalu mengambil dua kali porsinya,
“Ibu aku ambil tempe lagi ya..,.” izin Bagus
“Iya, habiskan saja, ibu sudah kenyang,” jawab Ibu.Tubuh bagus sangatlah gemuk, perut Bagus besar sekali yang seperti bola sepak itu tambah menyembul setelah makan. Tangan Bagus juga sangat besar seperti pegulat. Jari-jari tangannya pun seperti buah pisang susu.
Postur tubuh Bagus sangat besar seakan dia bukan anak SD lagi. Kaki Bagus juga tidak kalah besar dengan tangannya. Meski Bagus seperi anak SMA yang berbadan besar, tetapi wajah Bagus sangat lucu, Pipinya tembem seperti roti bakpau dan kulitnya pun hitam. Mungkin karena sering di tempat yang panas, seluruh tubuh Bagus hitam.
Dengan kondisi fisik yang seperti itu, banyak teman sekolah Bagus yang mengejeknya hitam, dekil, kampungan tidak pernah mandi, dan lain-lain. Tapi Bagus selalu menganggap itu angin yang berlalu saja, dia tidak pernah marah walau diejek teman teman nya.
Bagus juga sering dibilangi teman teman nya kalau anak gemuk itu memiliki banyak kekurangan, diantaranya bahaya terkena gejala diabetes yaitu kebanyakan zat gula, Hipertensi darah tinggi, banyak yang menyebutkan kalau anak gemuk dapat memicu darah tinggi, overwight atau kelebihan masa otot, dan juga dapat terkena obesitas atau berat badan berlebih. Namun Bagus tidak memedulikannya yang terpenting selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang sehat, dan juga tidak sering rebahan atau tidur-tiduran saja, Bagus juga selalu gerak seperti sering membantu ayahnya di sawah.
Namun Bagus juga bangga karena memiliki tubuh gemuk karena Bagus membaca buku di perpus sekolahnya bahwa tubuh gemuk memiliki manfaat yang banyak, yaitu memiliki sistem kekebalan tubuh yang lebih baik, kesehatan tulang yang baik, umur yang panjang. Konon orang yang gemuk dapat memiliki umur yang panjang. Memiliki tubuh yang gemuk juga beruntung karena menjadi gampang dikenali, Bagus bersyukur memiliki tubuh gemuk karena juga dapat dikenali oleh banyak orang, layaknya artis. Jadi untuk menjadi orang terkenal tidak perlu menunggu menjadi artis.
Bagus tidak pernah rewel dalam soal makanan, Bagus tidak pernah memilih milih makanan, ketika ibu nya memasak Bagus selalu memakannya dengan lahab sehingga membuat senang hati ibunya. Menurut Bagus masakan ibu Bagus rasanya seperti masakan restoran bintang lima yang tidak dapat tergantikan oleh Restoran mana pun. Hal ini menjadikan Bagus disayangi oleh ayah, ibunya, dan orang-orang Desa.
Teman teman desa Bagus juga tidak sungkan memiliki teman seperti Bagus. Bagi Bagus kondisi tubuh seseorang merupakan ciptaan dan karunia Allah SWT yang diberikan kepada semua umatnya, kita tidak boleh menyesali kekurangan fisik tubuh kita. Kta seharusnya bersyukur karena masih diberi Allah SWT, tubuh yang sehat, penglihatan yang sehat, dan juga masih diberi anggota badan yang utuh dan masih dapat bekerja dengan baik.
Bagus sangat bersyukur, meski dibilang teman-temannya gembul seperti monster ataupun hitam, dekil. Yang penting Bagus selalu mensyukuri nikmat yang telah Allah SWT berikan.
Kebiasaannya selalu sholat bejamaah di Musala, sebagaimana bentuk mensyukuri segala nikmat Allah SWT. Dalam doanya, Bagus juga selalu meminta kepada Allah SWT untuk diberi harapan. Bagus ingin menjadi anak yang pintar dan selalu ranking pertama di sekolah, menjadi orang yang kaya raya, memiliki mobil, memiliki rumah yang mewah bertingkat dan juga ingin orang tua nya tidak bekerja lagi di sawah.
Dalam khayalannya, Ia ingin kalau ayah dan ibunya memiliki beribu-ribu pekerja yang menggarap berhektar-hektar sawah. Apakah ini hanya impian? Kesedihan akan menyelimutinya ketika ia merasa harapannya ini tidak terwujud. Dan ia akan membayangkan menjadi anak gemuk yag gagal, yang tidak dapat mengubah nasib keluarganya.
Selama ini uang penghasilan keluarganya pun juga pas-pasan. Ketika jatuh tempo membayar SPP Bagus saja juga sangat kesusahan sekali, harus meminjam kesana-kemar.apalagi kalau waktu nya sulit panen. Kadang hanya dapat Rp 100.000 sekali gabahnya menjadi beras. Dan uang segitu tidak cukup untuk membayar SPP, karena Bagus juga berangkat ke sekolah naik angkutan umum, yang harganya berkisar Rp10.000,00 itu untuk perjalanan berangkat dan pulang.
Bagi anak kota, uang Rp10.000,00 itu merupakan nominal yang sedikit dan gampang sekali dicari. Namun bagi Bagus uang sepuluh ribu sangat berharga. Bagus punya uang sepuluh ribu saja sudah sangat bersyukur, karena untuk mendapatkannya orang tua Bagus harus penuh perjuangan, tenaga, dan fikiran.
Bagus tidak pernah membawa uang untuk jajan di SD-nya, Bagus hanya diberi bekal oleh ibunya, biasanya ibu Bagus membawakan pisang goreng, ketela rebus, dan juga biasanya Nasi putih lauk tempe dan sambal. Itulah sebabnya pada jam istirahat Bagus juga tidak ke kantin seperti teman-temannya, Bagus terkadang makan bekas yang dibawakan Ibunya, terkadang kalau tidak membawa bekal, Bagus ke perpustakaan untuk membaca buku.
***
Mentari saat itu sudah mulai terik, dan sore hari pun tiba, dengan gembira dan senang Bagus bersama teman teman Desa nya bermain bersama di pematang sawah, dan terkadang juga bermain-main di sungai yang mengalir deras, dan airnya mengaliri sawah-sawah pedesaan, Bagus dan teman-teman senang sekai bermain di desa dan melihat aliran air tersebut yang seakan berjalan menuju sawah.
Bagus memiliki tiga teman dekat di desa. Diantaranya, Aryo, Rofik, dan Nurul. Rumah Aryo di sebelah kiri rumah Bagus, Aryo tidak bersekolah SD di kota seperti Bagus. Aryo sekolah di SD dekat desa tempat tinggalnya, Aryo terbilang anak yang agak jahil sehingga dia sering dipanggil BK karena keusilan nya itu. Aryo merupakan anak ke-2 dari 2 bersaudara, Aryo memiliki kakak perempuan, Aryo memanggilnya Mbak, Mbaknya Aryo saat ini bekerja untuk membantu ibunya sebagai tulang punggung keluarga, yakni membantu ibunya di sawah, karena bapak Aryo sudah meninggal saat Aryo masih kecil.
Aryo saat berangkat sekolah di SD dekat desa nya, menaiki sepeda ontel milik almarhum ayahnya, sama seperti Bagus, Aryo tidak seperti anak kota lainnya yang biasa diantar oleh orang tuanya. Aryo harus menaiki sepeda ontel ke SD-nya, dengan sekuat tenaga Aryo mengayuh sepedanya setiap kali akan berangkat ke sekolah, dan juga pulang sekolah. Sangat menyedihkan ketika rantai sepedanya lepas di jalan, Aryo harus turun dulu dari sepeda menepi, dan membenahi rantai sepedanya yang lepa. Belum lagi kalau ada jalan tanjakan Aryo juga harus turun dan menuntun sepedanya agar bisa naik ke tanjakan.
Kemudian Rofik. Rofik teman Bagus ini putus sekolah, karena ayah Rofik bercerai dengan ibunya, dan saat ini ibunya pergi merantau ke luar negeri. Rofik tinggal bersama neneknya yang sebatang kara, setiap hari neneknya memasak dan mengurusi Rofik, Rumah Rofik 100 meter dari rumah Bagus, Rumah Rofik sama seperti rumah Bagus, terbuat dari bambu dengan atap yang sering bocor, kasihan sekali Rofik.
Ketika hujan tiba, neneknya terkadang tidur saja harus bertemankan ember untuk menadahi air hujan yang bocor dari atap rumahnya. Sekarang Rofik hanya membantu neneknya bekerja di pasar. Neneknya berjualan gorengan.
Nurul, Nurul merupakan teman desa Bagus yang sangat cantik dan solehah dia bersekolah di Pondok Pesantren tetangga desa . Ayah dan Ibu Nurul bekerja sebagai peternak ayam di desanya. Nurul memiliki adik perempuan yang masih kecil , terkadang Nurul menggendong adiknya ketika sedang bermain bersama Bagus. Rumah Nurul berada di depan rumah Bagus. Nurul termasuk teman desa Bagus yang ekonominya mampu, keluarga Nurul termasuk orang yang kaya, memiliki banyak sekali ayam petelur di rumahnya, yang diternakkan. Diambil telurnya dan dapat dijual ke pasar, bahkan ada juga pengusaha-pengusaha telur yang mengambil telur di rumah Nurul.
Ketika itu Bagus dan ketiga temannya bermain bersama. Mereka bermain layan-layang, petak umpet, dan juga biasa bermain- main air di sungai yang sangat segar. Sangat seru sekali persahabatan Bagus dengan kawan kawannya di Desa.
“Aryo ayo kita naikkan layang-layang disini !” ajak Bagus.
“Iya, ayo Rofik kita naikkan layang-layang anginnya sudah kencang ini, layang-ayang bisa cepat naik.” Ucap Aryo. Suasana desa yang sangat sejuk di sore hari membuat kerekatan persahabatan Bagus, Aryo, dan Rofik bermain layang-layang. Sementara itu, Nurul menyusul dengan tergesa-gesa dia tidak mau ketinggalan bermain dengan Bagus, Aryo, dan Rofik. Nurul yang perempuan sendiri tidak mau kalah dengan yang lain. Nurul meski perempuan juga sangat lihai dalam bermain layang-layang.
“Tunggu aku, layang-layangku juga mau aku terbangkan” pinta Nurul.
“Kamu lama sih, dari tadi tak tunggu” Ucap Rofik.
“Aku kan masih mbantu ngambili telur sama ibuku di rumah, Fik,” Jawab Nurul. Mereka berempat bermain layang-layang dengan senang dan gembira. Bagus yang memiliki tubuh gemuk nampak kesulitan dalam berlari menerbangkan layang-layang, teman temannya semua tertawa
“Hoalah Gus, Gus kok ya masih dipaksa lari, nanti kalau kamu nyungsep ke sawah gimana?” Tanya Nurul.
“Udah yuk ganti mainan petak umpet aja yuk, aku capek dan udah bosen layang-layang” Jawab Bagus.
“Yaudah deh, yuk petak umpet, di markas seperti biasanya ya....,” tambah Nurul.
“Oke, aku sih oke aja ayuk lo mumpung belum sore nih !” ajak Rofik. Mereka semua pindah ke markas mereka biasa bermain petak umpet, yakni ditumpukan ilalang-ilalang yang disusun apik, oleh mereka sendiri, di tengah tengah sawah.
“Yuk, kita hompimpa dulu yang beda nunggu disini ya!”
“Oke, yuk kita hompimpa”
“Hompimpa alaium gambleng......”
“Nah, Nurul yang beda, berarti Nurul yang jadi,” ucap Bagus.
“Yaudah aku itung sampai 10 lambat ya, kalian jangan yang susah-susah kalau sembunyi, nanti aku bingung,” pinta Nurul.
“Ya, pokoknya kamu gak boleh ngelirik, dan nggak boleh nunggu tutok, nanti kamu harus mencari aku dulu,” sahut Aryo.
“Iya.. aku mulai nih 1..2..3..4..5..6..7..8..9..10.. ayo kamu dimana nih, hayo aku mencari kalian” Ucap Nurul. Nurul pun berjalan menyusuri gundukan gabah, kesana kemari, tengok kanan dan kiri tak juga ditemukan teman-temannya, sampai Nurul berjalan menuju sungai yang deras
“Ya Allah, dimana sih teman-temanku ini.. aku cari digundukan alang alang, gabah tidak ada, aku cari dimana lagi ya? ahha... coba aku cari disungai sini saja, barangkali mereka bersembunyi disini...” Ucap Nurul. Akhirnya Nurul memutuskan untuk mencari Teman-teman nya di Sungai tersebut.
“Wah, Aryo, gak kasihan Nurul? Kita tinggal di sungai ini?” Tanya Bagus.
“Alah, nggak papa Gus, nanti dia juga ke sini, kan ya dia sering ke sini masak lupa sama tempat ini?” Jawab Aryo.
“Hmm, tapi ini sudah nampak sore sekali nanti kalau benar dia tetap mencari kita disana gimana? Sedangkan kita bertiga di sini... pokoknya ini ide nya Aryo lo!” Tambah Rofik
“Bagus... Aryo... Rofik... Kamu dimana sih aku sudah nyampek sungai nih, mana jalan nya susah lagi, sungai nya juga deras...” Teriak Nurul. Mendengar suara Nurul Bagus, Aryo, dan Rofik segera berteriak kepada Nurul
“Kami di bawah sini lo, di sungai, kamu ke sini saja”
Brekkkkk.....! Nurul terpeleset saat berjalan menuju ke bawah sungai.
“Aduhh.... sakit sekali punggung dan kaki ku, Bagus...Aryo...Rofik tolong aku...” teriak Nurul.
“Waduh, Nurul terpeleset nih mari kita tolong, kasihan nanti kita bisa kena masalah” ajak Bagus.
“Kan sudah aku bilang ini salahnya Aryo, untuk bersembunyi di sini, dan sekarang musimnya hujan jadi bebatuan di sini licin terkena lumut!” Jawab Rofik.
“Kan aku nggak tahu, kalau nanti Nurul bakalan kepleset di sungai...!” Ucap Aryo
Mereka bertiga pun menolong Nurul untuk berdiri, dan mengajak Nurul untuk ke atas.
“Udah yuk, pulang saja, kaki Nurul berdarah, dan lagian ini sudah sore” Ucap Bagus.
“Iya ayo, aku setuju sama Bagus! Sekarang sudah sore kalau tidak pulang aku bisa dimarahin nenekku, dan aku juga mau membantu menyiapkan bahan-bahan untuk berjualan besok di Pasar...” Tambah Rofik.
“Kalian sih, ngumpetnya kejauhan, tuh kan aku jadi kepleset, besok lagi aku nggak mau ya kalau petak umpetnya di sungai seperti ini!” Ucap Nurul
“Maaf ya... tadi aku sembunyi nya disini, abis disuruh Aryo” Ucap Bagus.
“Iya, aku minta maaf juga ya.. tadi aku ikut-ikut Aryo, dan ternyata di sungai bebatuannya licin...” Tambah Rofik.
“Kok semua jadi salahin aku, ya ini emang bebatuannya aja yang licin dan Nurul paling juga nggak hati-hati, dan aku juga nggak tahu kalau Nurul nanti bakal jatuh, udah deh aku pulang dulu!!” Aryo membela diri. Aryo pulang dan sambil menaiki sepeda ontel nya, dengan sikap marah dan rasa tidak terima bila ini semua salah Arya.
“Udah, yuk pulang Rul, aku juga mau pulang! Kakimu bisa buat jalan nggak?” Tanya Bagus.
“Ayuk bagus, aku bisa kok jalan sendiri, cuma kesleo aja nanti yang luka biar aku obati sendiri, ini lukanya kecil kok, ya paling nanti juga aku oles balsem punya nya ayah ku, heheh” Jawab Nurul.
“Oke, aku juga pulang dulu, besok lagi” Tambah Rofik.
Jam menunjukan pukul 5 sore, Bagus dan teman temannya pulang ke rumah masing masing, Nurul pulang bersama Bagus, karena rumahnya berhadapan. Kemudian Bagus melanjutkan sholat Ashar berjamaah di mushola, Bagus merupakan anak yang sangat religius dalam beribadah, Bagus selalu berjamaah di Musala. Bagus tidak pernah lupa waktu sallat, dia sangat tepat waktu
Bagus dan teman-teman desanya tidak mengenal Hand phone atau maniac gadget, mereka tidak bemain Hand phone dirumah layaknya anak-anak lainnya, dan juga Bagus tidak mengenal Game online, ataupun media sosial.
Bagus dan teman temannya lebih suka bermain sederhana, karena dapat mengeluarkan keringat dan membuat badan menjadi sehat dan juga dapat menumbuhkan rasa sosial kita di lingkungan masyarakat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar