Sore harinya.

Setelah aku tidur hampir dua jam, aku terbangun dari tidur yang nyenyak. Karena korden yang lupa ku tutup sebelum tidur, matahari masuk membuat hawa panas. Lalu, aku keluar dari kamar dan mencari bunda. Tapi, aku tidak mendengar suara bunda maupun ayah di rumah kakek. Namun, aku dapat mendengar suara kakek dan seorang anak laki-laki dan perempuan di ruang tamu. Aku mengintip dari belakang dinding. Pada akhirnya, kakek melihatku sedang bersembunyi.

“Tiara, kamu ngapain di situ?” tanya kakek.

Deg!

Aku terkejut mendengarnya.

Aku segera keluar dari tempat persembunyian ku dan menghampiri kakek yang berada di ruang tamu. Aku datang dengan malu-malu dan langkah yang pelan. Anak laki-laki dan anak perempuan itu menatapku dengan heran.

“Sini, duduk di sebelah kakek!” ajak kakek sambil menepuk sofa. Aku mengganguk dan duduk di sebelah kakek.

“Tia, perkenalkan, ini Andi dan Windy, mereka adalah tetangga kakek.” Kakek memperkenalkan kedua anak itu padaku. Ku rasa, anak laki-laki itu lebih tua satu tahun di atas ku, dan anak perempuan itu satu tahun di bawahku. “Andi, Windy, ini Tiara, cucu kakek yang baru saja datang tadi siang. Kakek harap, kalian bisa berteman baik.”

“Hai, senang bertemu dengan kalian!” sapaku sembari melambaikan tangan.

“Hai, salam kenal!” balas keduanya.

“Kek, Bunda dan Ayah dimana?” tanyaku. Aku menulusuri setiap ruangan di rumah ini, namun, aku tidak menemukannya.

“Mereka sudah pulang. Katanya, tidak mau membangunkanmu karena kamu tidurnya nyenyak sekali.” Aku mengganguk mengerti. Tapi, aku kan jadi tidak bisa berpamitan kepada ayah dan bunda.

***

Bersambung