Maryam Nadilah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Hadiah Terbaik dari Ibu

Hadiah Terbaik dari Ibu

8 November 2018

Hari ini adalah hari yang membahagiakan sekaligus menyedihkan. Hari ini adalah hari dimana Ibuku dapat mewujudkan mimpinya yaitu berangkat Umrah ke Baitullah. Hari ini juga adalah hari dimana aku merasa sedih karena akan berpisah dengan Ibuku. Walaupun hanya 10 hari di Mekkah, namun jarak dan waktunya sangat jauh dan berbeda dari Indonesia.

Sebelum Ibuku pergi, beliau bertanya kepadaku “Syakira, mau oleh oleh apa dari sana?” Tanya Ibu. Andai kau tau isi hatiku bu, aku tak ingin kan apapun dari sana. Aku hanya ingin kau mendoakan segala sesuatu untuk kebaikanku didepan Ka’bah dan kembali pulang ke Tanah Air ini dengan selamat, serta kembali lagi berkumpul dengan kami setelah ini.

Namun karena semua saudara kandungku meminta oleh oleh dan Ibu memaksaku untuk memberi tahukan keinginanku. Maka aku mengatakan sesuatu yang aku inginkan. “Cuma satu bu, yang aku inginkan, berikan saja aku tasbih karna itulah yang aku inginkan sebenarnya”.

“Baiklah, nanti akan ibu belikan untukmu, tapi jangan lupa dipakai yaa” Kata Ibu.

“Siap Laksanakan” Jawab Aku.

Kami sekeluarga berangkat pagi-pagi ke Bandara. Sesampainya disana kami mencari rombongan travel umrah Ibuku. Setelah ketemu dan menunggu beberapa jam, akhirnya pesawat yang akan mengantar Ibuku ke Arab Saudi mendarat dengan selamat di Bandara International ini.

Semakin dekat kurasa waktu untuk berpisah dengan Ibuku. Sebelum pergi ketempat cek-in, Ibuku mendengar pengumuman dari ketua rombongan. Setelah itu Ibuku kembali ketempat kami dan mengucapkan selamat tinggal. Tak terasa air mata deras mengucur dipipi, pelukan hangat itu masih teringat dibenakku.

Tak terkecuali abang-abangku yang menangis tak henti henti dan termenung melihat masa depan, bagaimana hidup tanpa adanya Ibu yang slalu ada disetiap hari hari kami. Tapi anehnya, Adikku tidak menangis sedikitpun, aku bingung kenapa dia tidak menangis? Ternyata dia sedang asyik dengan game ditangan kanannya. Dia tidak perduli sang Ibu yang memberi nasehat kepadanya untuk menjaga diri baik-baik dirumah.

Sebelum Ibuku pergi, kami tak lupa untuk berfoto terlebih dahulu, itu foto paling mengesankan. Difoto itu tak ada satu orang pun yang bisa tersenyum tegar. Seketika suasana terpecah ketika ketua rombongan berbicara “Ya, ibu-ibu sekalian segera menuju lantai tiga untuk check-in”. Air mata yang tadi telah terhenti seketika mengucur kembali, ini saat nya perpisahan.

Kami mengantar Ibu ke lantai tiga dan berpisah di depan tempat check-in. Kami sekeluarga tak bisa menahan tangis karena kepergian Ibuku. Kami pun pulang dari Bandara. Sepanjang jalan aku teringat kepada Ibuku. Hatiku bertanya tanya apakah Ibuku baik baik saja disana? Aku hanya bisa berdoa kepada yang Maha Kuasa agar melindungi Ibuku disana.

Keesokan harinya aku memulai hari hariku tanpa ada Ibu disisiku. Aku menjadi orang yang super sibuk setiap hari. Malam harinya adikku menangis tersedu-sedu di tempat tidurnya. Kurasa dia sudah mulai merasa ada yang hilang dari kehidupan sehari-harinya.

Walaupun jauh disana, komunikasi kami tak pernah terputus. Setiap pagi pada pukul 10 kami selalu vidiocall-an. Begitulah keseharian kami, berbeda 4 jam dengan tanah air membuat tidur kami tak teratur karna harus menunggu larut malam agar bisa vidiocall dengan Ibu. belajar kami juga harus terganggu karna pada pukul 10 pagi kami selalu permisi kepada guru kami untuk vidiocall Ibu kami. Setiap hari kudoakan ibuku agar baik baik disana dan akan kembali lagi ketanah air dengan selamat.

Tak terasa hari hari pun berlalu. Kini saatnya Ibuku pulang. Aku tidak ikut menjemputnya ke Bandara, karna aku harus sekolah. Disekolah hatiku tak tenang karna aku ingin cepat cepat menemui Ibu.

Siang harinya, saat aku pulang sekolah aku mendapat telpon. Hatiku sangat senang. Ya, ini telpon dari Ibu. ”Halo, Assalammualaikum” Terdengar suara dari sebrang telpon. Dengan menahan air mata aku menjawab salam itu “Halo, Waalaikumsalam” Aku menahan nafasku agar tidak menangis, bukannya aku tidak terharu mendengar kabar bahwa Ibuku mendarat dengan selamat. Namun aku berusaha agar tampak tegar melewati semua ini.

Tak sabar rasanya ingin bertemu Ibu, tapi aku harus menunggu. Sore harinya aku menggantikan ibuku mengajar di MDTA. Mengajar anak-anak memang sudah menjadi rutinitas setiap soreku ketika Ibuku pergi .Walaupun hanya digaji 5000 rupiah perharinya, aku tetap semangat mengajarkan ilmu-ilmu yang bermanfaat untuk generasi muda yang akan membawa kemajuan dimasa yang akan datang.

Tak terasa hari mulai sore, matahari mulai perlahan sembunyi dibalik Bukit Barisan itu. Ini saatnya aku kembali kerumahku. Sekitar 5 menit perjalanan, aku pun sampai dirumahku, rumah sederhana ini. Aku pun langsung bersiap siap karna azan maghrib sebentar lagi berkumandang.

Setelah selesai sholat maghrib dan mengaji, terdengar dari luar pintu suara bus berhenti. Tak lama kemudian terdengar suara dari luar pintu. “Assalammualaikum...”. Spontan adikku berlari membuka pintu “Waalaikum salam....Ibu.......”.Seketika air mata kembali bercucuran dipipi Ibu dan adikku.

Akupun mempersilahkan Ibuku masuk ke dalam rumah. Aku membantu membawa koper besar yang sedari tadi ditarik oleh Ibuku. Kukecup tangan Ibuku dan kuberikan secangkir air putih untuk Ibuku. Kutau dia lelah oleh perjalanan yang ditempuhnya hari ini.

Ibuku pun duduk dan mulai menceritakan perjalanan panjangnya kemarin. Seketika adikku bertanya “Bu,mana oleh-olehnya?” Tanya Adik. “Itu, di dalam koper”Jawab Ibu. Adikku pun segera membuka koper besar yang dibawa ibuku tadi ” Mana oleh-oleh untuk adik?” Tanya Adik. Ibuku pun mengambil sebuah bingkisan yang berisikan coklat dan Henna Arab. Adikku sangat senang karna oleh-oleh yang diinginkannya tlah berada ditangannya.

Lalu Ibuku mengeluarkan kopiah berwarna putih, seraya berkata “Ini untuk bang arya, bapak, bang fikri dan kakek” Jelas Ibu. Lalu adikku bertanya “Oleh oleh untuk kakak apa bu?”Tanya adik. ”Rahasia....” Kataku.

Kemudian Ibuku mengambil bingkisan yang berisi oleh oleh untukku, warnanya indah yaitu warna biru, warna kesukaanku. Lalu ibu memberikannya kepadaku.

“Ini oleh-oleh untuk kamu syakira, jadilah anak yang berguna bagi setiap orang” Kata Ibu.

“Siap Laksanakan bu” Kataku.

“Wahh hadiah kakak cantik sekali, tapi untuk apa kak?” Tanya adikku.

“Ya untuk istighfarlah dik.. ”Jawabku.

“Kakak banyak dosa ya?”Tanya adikku kembali.

“Iya, dosa kakak banyak sekali dik, itu alasan kenapa kakak minta mamak membelikan tasbih ini untuk kakak”. Jawabku.

“Ooo begitu” Kata adik.

Sampai saat ini aku slalu membawa tasbih itu kemanapun aku pergi. Suatu waktu aku sedang kesepian aku lebih memilih beristighfar dengan menyebut nama-Nya ketimbang melakukan hal hal yang tidak bermanfaat sama sekali.

Tasbih ini juga berguna untuk pelajaran Mulok disekolahku. Aku menggunakan tasbih ini untuk membaca tahlil. dengan menggunakan tasbih ini aku tidak perlu susah payah menghitung bacaan tahlilku.

Aku sangat berterimakasih kepada ibuku yang telah memberikan tasbih itu. Aku berjanji untuk menjaganya dan takkan menghilangkannya. Karna jika hilang, aku tidak tau bagaimana cara menggantinya.

Kini, tasbih itu lah yang menjadi saksi segala hari hariku dan juga segala tangisan ku dihapan sang Illahi.

-Maryam_Nadilah31-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post