LOMBA MENULIS SISWA BULAN APRIL 2021

Ramadan Menoreh Rasa Merajut Asa

Oleh: Malida Firyal Kautsar

"Sungguh bulan ini (Ramadan) telah hadir ditengah-tengah kalian. Didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa saja yang terhalangi dari malam itu sungguh dia telah terhalangi dari kebaikan secara keseluruhan. Tidaklah terhalangi dari kebaikannya kecuali seorang yang rugi. (H. R Ibnu Majah). "

Ramadan namanya. Bulan yang sangat istimewa. Waktu yang ditunggu-tunggu oleh semua umat manusia. Karena keistimewaanya, tak hanya umat islam yang senang saat waktunnya datang. Tapi seluruh manusia terlihat sangat menikmati bulan ini. Bagaimana tidak? Ketika masa nya tiba, ujian dan nikmat diberikan secara bersamaan. Ujian untuk menahan rasa dahaga, tapi juga nikmat berpuasa.

Sekali tegukan air kelapa saat senja hampir tenggelam saja sudah membuat manusia bisa bersyukur berkali kali. Tak sedikit orang yang mencari keberkahan bahkan dari hal-hal yang kecil. Iklan sirup sudah menjadi ciri khas datangnya bulan ini. Perang sarung, ngabuburit, takjil gratis, remaja masjid yang siap untuk membangunkan warganya sahur, sampai buka puasa bersama teman lama, itu sudah sangat biasa. Lalu bagaimana jika Ramadan yang istimewa ini tak bisa dinikmati seluruhnya karena pandemi?

Masjid sepi karena tidak ada suara anak- anak kecil yang teriak sambil berlari kesana kemari. Tak ada lagi yang namanya ngabuburit dan buka bersama. Tak ada lagi yang berlomba-lomba untuk menempati shaf terdepan saat salat tarawih. Sepi, aku hanya bisa salat tarawih berdua bersama ibuku di rumah. Bagai langit tanpa gemintang tatkala hening malam tak diramaikan dengan suara berisik petasan dan kembang api. Tak ada lagi mudik. Padahal, saat itu justru kesempatan untuk berkumpul dengan keluarga besar. THR yang sangat ditunggu-tunggu, kini hanya menjadi abu dalam bayangan harap. Belum sampai akhir tapi ingin cepat-cepat usai.

Kue kaleng, kupat tahu, opor ayam, dan segala bentuk hidangan lebaran kurang nikmat rasanya jika ada kursi yang masih kosong. Sangat tidak menyenangkan membeli baju online. Entah bajunya yang terlalu kecil atau berat badanku yang bertambah. Kaki ku tenggelam karena ternyata celananya terlalu panjang. Kalimat serapah dan kata maaf sangat bertebaran di hari terakhir bulan ramadan, tapi seperti ada yang kurang jika hanya dilakukan secara virtual.

Ada yang dipaksa melepas padahal belum sempat memeluk. Rasanya seperti bekal yang sudah dipersiapkan dengan matang, tapi tak ada wadah nya. Namun, mau bagaimanapun. Kesehatan menjadi peran utama saat ini.

Pada akhirnya setiap jiwa yang beriman harus ikhlas menjalani Ramadan dalam segala situasi. Apapun perubahannya, intinya menjadikan Ramadan sebagai ajang muhasabah diri. Menjadi candradimuka pembersih jiwa. Maka dengan segala kerendahan hati, tetaplah berusaha menjadi peran di bulan ramadan. Tak ada yang ingin jauh. Segalanya akan terasa hebat jika kita dekat. Karena sejatinya, ramadan menjadikan kita sebagai perekat.

Harapan terbesarku dari ramadan tahun ini adalah keberkahan sebagaimana Allah janjikan untuk orang-orang yang menyambutnya dengan penuh keimanan. Kekhusuan berdiri rukuk dan sujud serta lantunan tadarus adalah ladang pembiasaan sebagai candradimuka dalam meraih pahala dan melepas segala dosa.

Kenikmatan ramadan hanya akan dinikmati oleh jiwa-jiwa suci yang memahami keagungan-Nya. Derana tak akan selamanya menjadi derana. Karena buah dari kesabaran adalah hasil yang manis. Semanis maaf pada hari yang fitri tatkala jiwa-jiwa kembali kepada kesuciannya.

Cilegon, 10 April 2021