Lulu ilma nun

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Bab 1

Telat. Satu kata yang membawa banyak masalah bagi murid-murid SMA. Tentu saja, jika telat kau bisa dihukum oleh guru BK dan gurumu bisa memberikan hukuman yang cukup berat. Seperti yang terjadi dengan anak bernama Riki Satoru ini. Telat masuk lima menit dan dia melewatkan dua jam pelajaran kimia dikarenakan ia harus menghadap guru BK.

"Riki! Ini sudah yang ke tiga kalinya minggu ini!" seru guru berumur sekitar kepala tiga, dengan kemeja dan rok kerja yang rapi. Rambut hitam di sanggul kebelakang dan kaca mata baca yang bertengger di hidungnya.

Riki berjengit mendengar guru tersebut berseru "M-maaf Hanama-sensei--"

"Untuk apa kau meminta maaf?! Apa pula alasanmu kali ini?!" sepertinya Riki sudah terbiasa telat hingga sang guru pun sudah hafal dengan sikapnya.

"Um... e-etto.... aku mengerjakan tugas terlalu larut," Riki menundukkan kepalanya mencari alasan

Hanama-sensei mengerutkan dahinya mendengar alasan anak di hadapaannya "Lalu? Apa hubungannya dengan keterlambatanmu?"

"Mak-maksudku" Riki mulai gugup sambil mengibas-ngibaskan tanganya "latihan basket kemarin selesai cukup larut, ja-jadi aku mengerjakan PR hingga malam dan seperti yang Sensei lihat, aku telat masuk."

Hanama-sensei mengangguk-angguk mengerti "Kalau begitu tidak masalahkan kalau kau telat latihan basket karena menjalani hukuman?"

Riki melebarkan kedua matanya "S-sensei, jangan--!"

"Tentu saja bisa," gurunya memotong tanpa mendengarkan lebih lanjut "kalau begitu kau bisa menjalani hukumanmu dengan membereskan buku di perpustakaan."

"T-tapi-"

"Oh, kau juga bisa memberekannya sedikit-sedikit di saat jam istirahat. Sekarang keluar dan siapkan pelajaran berikutnya!"

"Baiklah" dengan lesu Riki keluar dari ruang BK dan berjalan menuju kelasnya.

Akademi Fujita adalah akademi yang bagus dalam bidang pelajaran maupun olahraganya. Sekolah yang besar dan luas serta di minati banyak anak-anak SMA, tentu saja menjadikan akademi ini salah satu sekolah dengan murid-murid lulusan terbaik di Tokyo. Fasilitas sekolah juga sangat lengkap dan itu yang membuat Riki lesu. Mendengar hukumannya harus membereskan perpustakaan sekolah bukan lah hal yang mudah. Apalagi mengingat perpustakaan sekolah sangat besar tentu menjadi hambatan bagi Riki.

...

"Hei Riki" sapa seorang laki-laki di perpustakaan.

"Ah, Hikaru-senpai," Riki menoleh dan menyapa kakak kelasnya.

Hikaru berjalan mendekati "Kenapa kau di sini saat jam istirahat?"

Saat ini Riki sedang berada di perpustakaan, tepatnya di antara rak berisikan buku-buku sejarah yang sangat membosankan. Riki memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu istirahatnya untuk mulai membereskan buku perpustakaan. Sementara ia membereskan buku di perpustakaan, Hikaru datang menghampiri. Riki mengenal Hikaru karena ia adalah kakak kelas di tim basketnya.

"Ehehe aku kena hukuman," Riki terkekeh.

Hikaru mengangkat alisnya "Kau sudah sering kena hukuman lho. Sepertinya tidak pernah jera ya?"

Riki mengangkat bahunya "Entahlah, padalah aku sebisa mungkin agar tidak telat."

"Lama-lama orang tua mu di panggil nanti."

"Lagi pula aku telat karena semalam tugasnya tidak bisa ku mengerti."

"Kau kan bisa mengajukan tutor kepada wali kelasmu, nanti ia bisa mencarikan salah satu anak billingual untukmu."

"Tidak mau."

Hikaru menghela nafasnya "Dengan kelakuanmu yang suka bolos, telat, dan nilai memprihatinkan kau menolaknya pun wali kelasmu tetap akan mencarikan tutor dan kau tidak bisa membantahnya."

Riki melirik kakak kelasnya dengan jengkel. Ia tahu bahwa kelakuan dan nilai-nilai nya itu tidak baik dan bisa saja membuat ia tidak naik kelas. Tapi Riki memilih untuk berusaha sendiri tanpa minta tolong ke orang lain terlebih ke kelas bilingual.

Sistem Akademi Fujita membagi kelas menjadi dua. Kelas A sampai C berisikan anak-anak yang mengambil kelas bilingual, sementara kelas D sampai G merupakan kelas regular. Dalam akademis tidak ada perbedaannya, tapi untuk anak-anak bilingual mereka menggunakkan bahasa Inggris di buku cetak dan buku latihannya. Bahkan dalam beberapa pelajaran mereka harus berinteraksi menggunakan bahasa inggris. Tentu saja kelas bilingual berisikan anak-anak yang sangat pintar. Isi kelas juga berbeda, biasanya kelas bilingual isinya hanya duapuluh sampai duapuluh lima anak, sementara kelas regular bisa sampai empat puluh anak dalam satu kelas.

"Mereka itu menyebalkan," Riki mejawab Hikaru sambil meletakan buku-buku di rak nya.

Hikaru menatap adik kelasnya sebentar "Tidak kok, mereka memang pintar. Tapi mereka mau mengajarkan anak-anak regular. Mereka tahu bahwa saingan mereka hanya anak-anak di kelas bilingual lainnya."

"Tetap saja menurutku anak-anak pintar itu menyebalkan."

Hikaru menggelang "Sudahlah, aku duluan ya. Jangan sampai terlambat."

"Akan kuusahkan membereskan ini secepat mungkin," Riki tersenyum kepada kakak kelasanya.

...

Selesai dengan hukumannya Riki berlari dengan cepat menuju lapangan basket milik sekolahnya. Dari luar ruangan terdengar suara sepatu basket yang berdecit dan juga suara bola yang bersentuhan dengan tahan. Diri nya sadar sudah telat sekitar tiga puluh menit dan itu bisa membuat ia kena ceramah dari pelatihnya. Perkiraan nya benar saat ia masuk dan seluruh pemain sedikit terhenti sambil memandang dirinya yang baru saja muncul.

"Telat ya~" suara seorang gadis dengan nada menjengkelkan muncul tak jauh dari tempat Riki berdiri.

Riki menoleh dengan tatapan jengkel, niatnya yang ingin memarahi gadis itu tidak jadi kala melihat pelatihnya memandang dengan tatapan penuh amarah. Jika tatapan bisa membunuh, Riki sudah tidak berdaya di lantai lapangan.

"Riki, kau telat tiga puluh menit loh," sang pelatih berucap dengan suara yang cukup dalam sehingga memberi kesan mengerikan "Kalian lanjutkan saja latihan kalian, Yuma-chan akan membimbing kalian. Aku ada urusan dengan Riki."

Pelatih berjalan ke arah Riki yang sudah lemas berkeringat dingin dan di seret ke luar lapangan. Sementara Yuma, gadis tadi yang merupakan manajer club basket, melambai dan memberikan ucapan semangat yang dalam sudut pandang Riki, Yuma lebih terlihat seperti mengejeknya.

"Ayo yang lain lanjutkan!" kata Yuma kepada pemain lainnya.

...

"Jadi ku dengar kau telat lagi," kata pelatih dengan nada penuh penekanan.

Riki menunduk "Maaf Chiso-sensei."

Pelatihnya menghela nafas "Jujur aku tidak mengerti kenapa kau suka telat, tapi ada berita penting untukmu."

Riki mengadah menatap pelatihnya "Ada apa, Sensei?"

"Sepertinya minggu depan aku akan mengadakan latih tanding dengan Akademi Yagata," Sang pelatih memberi jeda. "Menurut mu bagaimana?"

"Kok bertanya kepadaku?" Riki mengerutkan dahinya.

"Karena kau pemain yang cukup berpengaruh."

"Hm..." Riki memasang pose berpikir "Menurutku bisa saja sih, tidak ada masalah jika memang mau latih tanding, tim basket Yagata juga cukup kuat bisa untuk melatih kekuatan individu menurutku."

"Benar juga," pelatih menangguk.

"Sensei sudah bertanya kepada Yaku-senpai?" Riki menyebutkan nama kapten sekaligus kakak kelasnya.

"Sudah, dia bilang coba tanya pendapatmu."

Riki mengangguk tanda mengerti.

"Nah, karena kau telat, lari keliling lapangan tiga puluh kali baru latihan."

"Baiklah," dengan lesu Riki kembali ke lapangan.

...

Riki merasa sangat lelah. Mulai dari pagi yang buru-buru masuk sekolah karena telat, membereskan hukumannya, di lanjut dengan latihan basketnya yang selesai cukup larut.

Beruntung baginya karena hari ini tidak ada PR yang harus diselesaikan jadi ia bisa tidur. Tapi ia kini sedang merasa lapar dan ia ingin memakan sup miso kesukaannya.

Riki tau ayahnya pasti sedang sibuk di kantor dan belum bisa kembali dalam waktu yang cukup lama. Riki sudah biasa dengan semua itu, dia hanya tinggal berdua dengan ayahnya karena orang tuanya sudah bercerai. Bahkan Riki sendiri tidak bisa mengingat wajah ibunya. Ayahnya merupakan orang yang cukup sibuk, ia pulang larut saat Riki sudah tidur dan pada saat paginya Riki tidak sempat bertemu ayahnya karena ia harus bersiap ke sekolah sementara ayahnya masih tidur.

Karena perutnya sudah berbunyi minta diisi akhirnya Riki memilih bangkit dari ranjangnya dan bersiap untuk pergi menuju kedai tempat biasa ia membeli sup miso. Menggunkan kaos putih dan celana pendek tidak lupa uang dan ponsel, Riki pun pergi membeli sup miso kesukaannya.

Karena sudah malam jalanan jadi cukup gelap. Riki juga tidak terlalu memperhatikan jalan dan ia tidak sadar seseorang datang. Karena tidak melihatnya Riki menabraknya. Orang tersebut mendongak dan bertatapan dengan mata coklat milik Riki. Riki melakukan hal yang sama, ia memandang mata berwarna hijau emerald yang menurutnya sangat indah.

"Ma-mata yang cantik," katanya terbata.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post