Navigasi Web
Mewarnai Waktu, Kita adalah Pelukisnya!

Mewarnai Waktu, Kita adalah Pelukisnya!

Mewarnai Waktu, Kita adalah Pelukisnya!

oleh: Zabrina Septi Wulandari (9A)

 

Purnama malam telah tiba. Zahra tak bosan memandang takjub ciptaan Tuhan di sekelilingnya. Pekatnya dingin yang menyelimuti tubuh gadis itu tak membuatnya beranjak dari tempat duduk di terasnya. Ditemani bintang rembulan malam, menambah suasana Zahra lebih fokus memandangnya.

“Bintang itu indah sekali, Aku ingin menjadi sepertinya”, Zahra berangan-angan.

Azzahra Nayla Silvi, seorang remaja bermata sipit. Ia adalah anak tunggal dari pasangan pak Hendri dan bu Mawar. Ayah dan ibu Zahra berpenghidupan dari pekerjaan yang mapan. Ayahnya berprofesi sebagai anggota TNI AD dan ibunya seorang bidan. Walaupun ayah dan ibunya tidak selalu berada di rumah, Zahra selalu merasakan kasih sayang dari mereka. Masa kecil gadis itu sangat indah. Canda tawanya sering memecah kesunyian di dalam rumahnya. Ayah ibunya pun ikut tertawa apa yang dilakukan oleh putri kecil mereka.

Namun, hal manis itu tak selamanya ada. Peristiwa yang tidak dibayangkan Zahra terjadi. Ayah beserta ibunya pergi meninggalkan dirinya karena kecelakaan maut. Kecelakaan maut itu terjadi saat kedua orang tuanya ingin menjemput Zahra pulang sekolah. Mobil yang di tumpanginya tertabrak truck yang melaju kencang dari arah berlawanan. Mendengar kabar sedih dari seorang gurunya, gadis berusia lima belas tahun itu terduduk lemas di bangku sekolah. Pikiran yang berkecamuk ingin ia usaikan sekarang. Pelan langkah kaki bermata sipit tersebut. Tibalah di rumah tercinta.Tak kuat menatap dua insan di depannya, sudah tidak bernafas lagi. Ia menangis dalam diam, tidak ada satu orang pun mendengar isakan tangisnya. Proses pemakaman berjalan lancar karena dihadiri oleh kerabat dan warga sekitar.

Usai pemakaman, Zahra kembali ke rumahnya. Setibanya di rumah, semua ia rasakan. Hening nya ruang tamu tidak seramai dulu.

“Kini aku sendiri, tanpa adanya kalian, Ayah Ibu”, isak tangis Zahra dalam hati.

Hari ini adalah hari yang membuat gadis itu sangat terpukul. Saat ini hanya ada ia dan kenangan yang tersisa. Bohong jika semua ini tidak sakit, nyatanya gadis bermata sipit itu selalu merasakan sakit berulang kali. Senyuman manis tidak lagi melekat pada wajahnya. Yang tampak adalah hanya kemurungan. Semangat pun sudah terhempas. Menyerah menjadi tujuannya.

Hari demi hari ia lalui dengan biasa saja. Tidak ada alasan untuk bertahan. Pada akhirnya, dia pun lulus dan melanjutkan sekolah ke jenjang berikutnya.

Matahari menyapa di pagi hari. Alunan burung berkicau bersama. Mereka mengisi sunyi suasana saat fajar menyapa pagi. Gadis itu terbalut dalam hangatnya selimut. Tidak ada pergerakan untuk beranjak dari tidur lelapnya. Tanpa sadar, bunyi terdengar dari alarm handphone-nya.

“Kriiiinngg….. kriiiingg….. kriiiingg….”, suara alarm terus membangunkannya.

Namun, suara itu tak membuat ia terbangun menuju kamar mandi. Hingga saatnya, ia pun mematikan alarm handphone-nya.

Hari ini adalah hari pertama kalinya Zahra menginjakkan kaki di sekolah barunya. Suasana yang belum ia kenali, tidak membuat raut wajahnya berubah sedikit pun. Hanya wajah datar selalu ditunjukkan olehnya. Semenjak kepergian kedua orangtuanya, gadis itu menjadi remaja pendiam dan suka menyendiri. Begitu juga dengan saat ini. Sebagian besar anak lain saling memperkenalkan dirinya, ia sama sekali tidak tertarik melakukan hal seperti itu. Namun, betapa terkejutnya Zahra didatangi oleh kedua perempuan di taman sekolah.

“Hai, kamu. Mari berkenalan denganku”, ajak seorang teman yang baru menyapanya.

“Oh, ya.” Ucap Zahra membalas sapaan temannya.

Bersama rasa ragunya, ia pun menerima perkenalan dari kedua perempuan itu untuk menjadi sahabat baru mereka. Dua perempuan baru itu yaitu Kesya dan Laura. Kebetulan, mereka bertiga dalam satu kelas. Mereka berjalan bersama menuju kelas untuk melanjutkan pelajaran. Mereka belajar bersama.

Tak terasa, Bel pulang pun berbunyi. Para murid berhamburan keluar dari kelasnya. Sama halnya dengan ketiga sahabat itu, Zahra berpamitan lebih dulu kepada Kesya dan Laura untuk pulang. Begitu pun Zahra, ia segera melakukan rutinitas malam dan pergi menuju dunia khayalannya saat tiba di rumahnya.

Embun pagi tampak dari bilik jendela rumah. Hawa dingin menyelimuti tubuh gadis itu. Bangunlah ia dari alam mimpi menuju kamar mandi. Daun hijau dan burung memanjakan mata sipitnya.Ia bersiap-siap melakukan aktivitas biasa. Seyiap pagi, Zahra pergi meninggalkan halaman rumah menuju sekolah.

“Selamat pagi, dunia. Tolong, bantu aku dari segala luka ini”, sapa Zahra.

Tak terasa langkah kecil itu tiba di depan kelasnya. Ia disambut hangat oleh kedua sahabatnya. Bel pelajaran berbunyi. Saatnya, para murid belajar menimba ilmu. Empat jam belajar di kelas dan waktu istirahat telah tiba. Semua murid berhamburan keluar kelas menuju kantin untuk mengisi perut mereka yang lapar. Begitu juga dengan tiga sahabat tersebut, berjalan bersama menuju kantin dan mengisi setiap lorong dengan canda. Setibanya di kantin, mereka langsung memesan minuman dan makanan. Saat makan, tidak ada obrolan yang mengisi, hanya suara dari sendok. Selesai makan, Zahra dan kedua temannya berencana pergi ke perpustakaan. Memasuki ruangan bernuansa itu cukup membuat takjub gadis bermata sipit. Tiga bersahabat tersebut memilih sibuk sendiri untuk mencari buku apa yang diinginkannya.

Zahra terus menelusuri jejeran buku rapi itu. Sampai ia berhenti di salah satu rak buku. Tanpa sengaja, ia melihat buku yang menarik perhatiannya. Diambillah buku tersebut dan ia meminta izin kepada penjaga perpustakaan. Lalu, ia menghampiri kedua sahabatnya dan mengajak mereka kembali ke kelas.

“Aku ingin meminjam buku ini, menarik untuk kubaca nanti saat di rumah”, ucap Zahra kepada mereka.

Kesya dan Laura hanya mengiyakan apa di katakan oleh Zahra.

Setelah seharian berada di sekolah, akhirnya remaja tersebut pulang berjalan kaki menuju rumahnya. Sepanjang jalan ia tidak bosan melihat jalanan yang ramai dipenuhi oleh kendaraan. Awan mendung pun dating bahwa pertanda akan turun hujan. Benar, saat Zahra tiba di rumah, hujan pun turun. Segera ia membersihkan diri dan melakukan aktivitas lainnya. Rintik hujan terus berjatuhan pada malam dingin itu. Seorang gadis beranjak dari kasur pergi ke dekat jendela kamar. Ia pun duduk dengan secangkir coklat hangat di sampingnya. Di pandangannya, hujan tersebut tanpa berniat mengalihkan perhatian pada air yang terus mengalir itu. Berisik, namun dapat membuatnya tenang. Tidak lupa Zahra mengambil buku yang ia pinjam tadi pagi. Dibukalah halaman pertama buku tersebut. Gadis tersebut sangat serius saat membaca buku itu. Buku bersampul biru yang bertema kesedihan itu menceritakan kisah seorang perempuan yang hidup sendiri tanpa adanya orang lain dan berniat ingin menyerah. Namun, ia dibangkitkan kembali oleh keadaan. Selanjutnya, Zahra membuka kembali halaman buku tersebut dan menemukan sepatah kata “Jangan lupa bilang terima kasih untuk diri sendiri”.

Hingga pada halaman terakhir, buku itu membuat gadis bermata sipit itu sadar apa yang telah dilakukannya selama ini. Ia bersyukur dapat selalu bertahan hingga saat ini. Keadaan yang membuatnya ingin menyerah, tak mampu mematahkan semangat dirinya. Ikhlas dengan masalah sebelumnya adalah kunci untuk berdamai dari segala hal. Kebahagiaan bisa di ciptakan oleh diri sendiri tanpa adanya orang lain. Sembuh dari segala hal akan teringat bagi setiap manusia yang terluka. Berterima kasih kepada Tuhan telah mengirimkankan seseorang yang dapat membantu sembuh dari rasa sakit.

“Ayah dan Ibu jangan khawatir. Putri kecilmu disini telah kuat kembali atas apa yang terjadi kemarin”, ungkap Zahra dalam hatinya.

Waktu terus berjalan. Hari berganti hari. Kini, Zahra pun menjadi anak yang kuat dan disipiln menjalalani aktifitas kehidupan sehari-harinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post