Ammarista Dzakiyya Ats-tsaniah

KONNICHIWA!! Watashi no namaeha Kiyya/Amma desu. Indoneshiajin desu. Hobiku membaca, menulis, dan menggambar. Aku paling suka membaca novel--khususnya kar...

Selengkapnya
Navigasi Web
Little Scientist

Little Scientist

             Cuit, cuit! Cuit! Suara kicauan burung bangun bersamaan dengan Aulya. Hari ini hari Kamis. Aulya langsung ke kamar mandi, dan mandi dengan air yang dingin.

            Aulya, seorang gadis umur 11 tahun dan menduduki kelas 5 SD Nusantara sekarang yang tinggal di Surabaya. Aulya memiliki badan tinggi, sedikit kurus dan memakai kacamata. Dia mengenakan jilbab. Aulya merupakan anak tunggal yang bercita-cita menjadi saintis.

            “Aulya sudah siap, Ummah!” kata Aulya yang sudah mengenakan seragam merah putih.

            “Nah, cepat sarapan, ya,” kata Ummah.

            Aulya makan dengan lahap. Setelah itu, Aulya mengenakan sepatunya lalu berangkat ke sekolah jalan kaki.

            “Ummah, Aulya berangkat dulu, ya. Assalamu’alaikum,” pamit Aulya.

            “Wa’alaikumussalam, iya,” kata Ummah.

            “Hai, Aulya!” sapa Ania yang berambut hitam dikuncir kuda.

            “Eh, halo juga Ania!” Aulya balas menyapanya.

“Eh! Kabarnya, ada murid baru loh,” kata Dika.

            “Iya! Tadi aku lihat di ruang guru, bareng Bu Sania,” timpal Tania.

            KRIIINGGG!!!!!

            Bel masuk kelas berbunyi nyaring sekali. Semua masuk ke kelas. Tak lama kemudian, Bu Sania masuk ke kelas.         

            “Assalamu’alaikum, anak-anak,” salam Bu Sania.

            “Wa’alaikumsalam, bu..” jawab semua.

            “Nah, kita kedatangan murid baru! Perkenalkan namamu, ya.”

            “Halo! Namaku Chintya Aurel, panggil Chintya saja. Aku pindahan dari Malang, salam kenal!” kata Chintya. Dia berambut keriting panjang kecokelatan dengan jepit rambut berbentuk lemon.

            “Nah, Chintya, kamu duduk di samping Tania yang rambutnya pendek itu!” kata Bu Sania. “Nah, kita berdoa dulu, setelah itu kita mulai pelajaran pertama.”

            KRIIINGGG!!! Bel istirahat berbunyi.

            “Hai, Chintya! Namaku Aulya, ini sahabatku, Ania,” sapa Aulya.

            “Hai! Salam kenal,” kata Chintya.

            “Eh, kita ke kantin yuk!” ajak Ania.

            Di kantin, mereka lalu membeli makanan yang mereka mau.

            “Eh, Chintya, kamu gemar pelajaran apa?” tanya Aulya.

            “Aku? Aku, suka sains, sih. Di sekolahku sebelumnya, aku sering mewakili sekolah mengikuti lomba, khususnya dalam eksperimen.”

            “Wah! Aku juga suka sains! Tapi, aku tidak terlalu sering mengikuti lomba dan jarang menjadi juara,” kata Aulya malu.

            “Hahaha! Sangat memalukan!” sindir Chintya.

            “Bilang apa kamu?!” teriak Aulya kesal.

            Tiba-tiba, kantin menjadi hening. Semua orang memandang meja mereka bertiga.

            “Huh, mending, kita tidak menjadi teman. Bye!” kata Chintya meninggalkan makanannya yang sudah habis.

            Hari ke hari, Aulya selalu diejek Chintya. Hingga suatu saat..

            “Aulya! Ada lomba sains! Yang mengadakan Kemertrian Pendidikan. Namanya SCIENTIST. Penyisihan diadakan di masing-masing kota atau kabupaten, dilanjutkan ke provinsi, dan terakhir adalah nasional. Pemenangnya dibagi menjadi 3 bagian, 20 medali perunggu, 10 medali perak, dan terakhir 5 medali emas. Yang mendapatkan medali emas akan melanjutkan kompetisi hingga internasional di London dan dibimbing khusus di Jakarta,” kata Ania sambil memberikan sebuah brosur.

            “Boleh, tuh, aku nanti bilang Ummah dulu.”

            Di rumah..

            “Ummah..” panggil Aulya kepada Ummah yang sedang memasak.

            “Ya?”

            “Begini, ada lomba, ini ada brosurnya. Aulya boleh ikut?” tanya Aulya sambil memberikan brosur. Ummah mengambil dan membaca brosur itu.

            “Tentu boleh, dong!” jawab Ummah.”Nah, karena Ummah sudah selesai masak, ayo belajar!” Aulya lalu langsung bersemangat dan belajar dengan Ummah.

            Babak penyisihan hari Sabtu di SDN Tunas Bangsa…

            “Oh? Chintya, kau ikut?” tanya Aulya ramah.

            “Huh! Tentu saja! Ini mah gampang,” Chintya meremehkan dengan tampang sombong.

            Hasilnya dibagikan sekitar 1 jam setelah penyisihan selesai dan berupa kertas daftar. Dari SD Nusantara, tertulis yang lolos ada Chintya, Aulya, Rizal, Doni, Reza, dan Raina.

            Di rumah..

            “Ummah! Aulya lolos!” kata Aulya.

            “Wah! Alhamdulillah! Bagus! Ayo, belajar lagi!” mereka lalu mengerjakan kumpulan soal.

            Di hari pelaksanaan hari Senin, di Dinas Pendidikan…

            “Huh! Ini lomba, pasti gampang!” lagi-lagi, Chintya meremehkan di depan Aulya.

            Setelah pelaksanaan 1 jam kemudian, hasilnya ditempel di beberapa papan. Ada nama Aulya di daftar murid yang lolos. Sayangnya, Chintya tidak ada. Dari SD Nusantara, ada Raina, Reza dan Aulya.

            “Aku tidak lolos? Itu mustahil!” gerutu Chintya.

            Di rumah..

            “Ummah! Aulya lolos lagi!”

            “Alhamdulillah, ini rezeki untuk Aulya. Nah, ayo belajar! Tapi, ini Ummah buatkan brownies, spesial untuk Aulya!” Aulya senang dan tersenyum lebar.

            Kemudian, pelaksanaan final hari Jumat, di Dinas Pendidikan…

            “Bismillah..” ucap Aulya, didampingi Raina dan Reza yang juga lolos.

            Kali ini, pengumumannya 2 hari setelah pelaksanaan yang diadakan live streaming di youtube. Hari ini hari Jumat, artinya pengumuman hari Minggu.

            Aulya sudah siap di depan laptopnya, bersama Ummah yang menunggu pengumuman.

            “Dan, inilah dia peraih emas, Alvino Arya dari Padang! Aulya Husna dari Surabaya! Bell Karen dari Jakarta Pusat! Cahya Ketut dari Bali! Terakhir, Bowo Ayudian dari Banjarmasin! Selamat kepada para peraih medali emas yang akan melanjutkan kompetisi di London, dan dibimbing khusus di Galaxy Hotel di Jakarta Pusat!” pengumuman di youtube terdengar.

            “Alhamdulillah!” ucap Aulya dan Ummah bersamaan.

            “Wah, nanti ke Jakarta dong! Naik apa?” tanya Aulya.

            “Mungkin naik pesawat, nanti tanya Abi saja, kan Abi masih ada urusan.”

            “Assalamu’alaikum, Abi pulang!”

            “Wah, pas banget! Abi, begini…” Aulya dan Ummah menceritakan semuanya.

            “Wah, Aulya hebat! Naik pesawat saja, ya! Kebetulan, gaji Abi sudah cair,”

            “Alhamdulillah!” kata Aulya dan Ummah bersamaan.

            Hari Kamis, keluarga kecil itu menaiki taksi ke Bandara Juanda. Disana, pesawat sudah menunggu penumpang dengan tujuan ke Jakarta. Aulya sudah di pesawat. Lalu, mereka sampai Jakarta pukul 16.30 WIB.

            “Taksi!” kata Abi kepada taksi yang lewat. “Ke Galaxy Hotel.”

            “Baik!” kata sopir taksi itu. 20 menit kemudian, mereka sampai di Galaxy Hotel.

            “Kami keluarga Aulya Husna, peraih medali emas SCIENTIST,” kata Ummah pada petugas resepsionis.

            “Saya cek dulu,” kata petugas itu. ”Ya, Aulya Husna, kamar nomor 518, lantai 5,” katanya lagi sambil memberikan kunci kamar.

            “Terimakasih!” kata Aulya. Mereka bertiga menaiki lift.

            “Wah, luas!” seru Aulya. Ada 2 extrabed, kamar mandi dalam, sofa, dan lain-lain.

            “Nah, ayo mandi!” kata Ummah.

            “Tululut! Tululut!” telepon kamar berbunyi. Aulya segera mengangkatnya.

            “Halo? Dengan Aulya Husna?” tanya petugas resepsionis.

            “Ya! Ada apa ya?” tanya Aulya.

            “Silahkan turun ke ruang aula untuk penyambutan dari para pembina.”

            “Oh, baik, terimakasih!” kata Aulya dan menutup telepon.

            “Ummah, Aulya diminta ke Aula untuk penyambutan,” kata Aulya.

            “Ya sudah, ayo sekarang, Abi mau tidur dulu katanya,” kata Ummah.

            “Nah, kalian berlima, adalah anak terpilih dari seluruh Indonesia, kalian dibimbing disini. Biaya transportasi dan penginapan di London ditanggung pemerintah. Berjuanglah demi Indonesia!” kata salah satu pembina bernama  Kak Dito yang memakai kacamata.

            “Nah, untuk keluarga, kami minta maaf, karena tidak diperbolehkan ikut ke London,” kata Kak Laina yang berambut hitam panjang.

            “Nah, kita mulai pembelajaran,” kata Pembina satunya lagi yang bernama Kak Lita yang berjilbab.

            “Pertama-tama, kita akan belajar mengenai mekanika…” kata Kak Dito.

            Kelima anak itu dan pembinanya lalu berangkat ke London 3 hari sebelum pelaksanaan.

            “Aulya, semangat! Jangan lupa Sholat, terus berdoa pada Allah,” kata Abi.

            “Ummah akan selalu mendoakan Aulya, jaga diri, nak!” kata Ummah.

            “Baik, Ummah, Abi, Aulya berangkat dulu. Assalamu’alaikum,” kata Aulya dengan air mata berlinang.

            “Wa’alaikumussalam,” jawab Ummah dan Abi yang juga berlinang air mata.

            Tibalah hari pelaksanaan. Aulya berusaha semampunya.

“Keberhasilan adalah kepunyaan mereka yang selalu berusaha!” batin Aulya.

Lalu, tibalah pengumuman.

            “And, this is the 5 best participant! From the 5th, Cheng Huan from China! Hana Nakamori from Japan! Aulya Husna from Indonesia! Felicia Gaby from England! And, Alexandro Bryan from Canada! Give applause!!!” MC acara menyebutkan 5 peringkat teratas.

            Aulya tidak menyangka dia meraih peringkat 3. Dari kelima anak dari Indonesia, dialah yang meraih peringkat tertinggi. Aulya memperoleh piala, medali, uang tunai seharga 3.000 dollar dan boneka beruang kecil yang memakai jas laboratorium.

            Keesokan harinya, mereka semua pulang. Sesampainya di bandara Soekarno-Hatta, kelima anak itu langsung dikerubungi wartawan yang menunggu kedatangan mereka. Aulya yang paling banyak dikerubungi.

            “Bagaimana perjuangan anda hingga sampai di titik ini?” “Berikan kesan anda!”

            Dan masih banyak yang lain. Lalu, mereka berlima dan pembinanya menaiki mobil yang disewa pemerintah untuk mengantar mereka ke Istana Negara. Disana, mereka semua diberi penghargaan oleh Pak Presiden. Penghargaan itu disiarkan secara langsung di semua channel TV nasional.

            Dalam wawancaranya, Aulya berpesan, “Dalam setiap lomba, aku selalu teringat ucapan BJ Habibie, ‘Keberhasilan adalah kepunyaan mereka yang selalu berusaha’.”

            Lalu, Aulya pulang ke Surabaya. Disana, dengan uang yang Ia dapatkan, Aulya membuka gedung bimbel yang diberi nama Little Scientist. Dia mengajar sains dengan berbagai eksperimen sederhana.

            “Ini tempat Aulya mengajar? Sangat besar,” kata Chintya di depan Little Scientist.

            “Aulya?” Chintya memasuki laboratorium.

            “Hah? Chintya?” kata Aulya yang saat itu tidak ada jadwal mengajar.

            “Aku… Ingin minta maaf. Aku terlalu sombong, dan, hiks..” Chintya menangis.

            “Sudahlah, aku memaafkanmu. Sekarang, kau bisa mengajar disini juga, sepulang sekolah! Aku terlalu sibuk karena banyaknya murid,” kata Aulya.

            Chintya tersenyum dan mereka berpelukan.

            “Aldo, hari ini kamu sudah banyak berkembang! Banyak belajar di rumah ya, sampai jumpa lagi!” Chintya berkata manis.

            “Akhirnya, sekarang kita bisa beristirahat…” Aulya mendesah pelan, kelelahan.

            “Hahaha! Padahal, dulu kamu yang mengajakku untuk ikut mengajar disini,” canda Chintya.

            Mereka tertawa bersama. Bersama-sama menjadi mentor, itulah secuil kebahagiaan mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post