Ingin Seperti Mereka
Terkadang, aku merasa diriku ini seperti apa sebenarnya. Di mata teman kelasku, aku ini pendiam namun pemarah. Di mata teman yang lain, aku ini humoris, imut, periang, namun gampang bad mood. Dan di mataku sendiri, yang kulihat dari cermin, aku memiliki dua sisi. Periang, lucu, humoris, punya banyak teman. TAPI juga pendiam, agresif, pemarah, mudah bad mood, dan sering merasa tertinggal oleh teman-temanku.
Setiap menonton sebuah film, entah itu kartun seperti Boboiboy maupun Ejen Ali, entah itu anime seperti Naruto, Attack on Titan, hingga Your Lie in April.
Aku merasa ingin seperti mereka.
Ingin tali persahabatan yang kuat. Dipandang hebat dan berperan penting. Memiliki sahabat yang setia. Tempat untuk bersandar.
Kushina Uzumaki pernah berkata, "Naruto, jangan lupa berteman. Sedikit saja, yang bisa kamu percaya."
Ya, yang bisa dipercaya. Aku punya banyak teman. Aku percaya pada mereka, aku tuangkan semua perasaaan dan rahasia terpendamku. Namun tak sedikit dari mereka yang ragu untuk menuangkan rahasianya. Mereka senang sekali bermain rahasia-rahasiaan. Membuatku sering bermain tebak-tebakan, apa yang mereka rahasiakan.
Dan aku membuat sebuah hipotesis. Mengapa aku sering merasa tertinggal dan kurang dipercaya.
Mereka kurang nyaman dengan aku yang pemarah.
Mereka kurang suka aku yang memiliki banyak sisi.
Aku tidak memiliki sifat yang tetap. Mudah berubah drastis. Sulit mengatur emosi. Mudah keceplosan.
Pada akhirnya? Semua serba salah. Karena memang itulah manusia. Kita harus bisa mengatur diri sendiri. Sekali saja kita membuat kesalahan, semua bisa menjadi kacau.
Dan setelah kuanalisis lebih dalam, tokoh-tokoh fiksi pada animasi yang aku sebutkan tadi, tidak semuanya memiliki jalan cerita yang bahagia.
Boboiboy. Dia memiliki teman-teman baik. Kakek baik. Power sphera setia. Namun? Apakah kalian pernah melihatnya berinteraksi dengan orangtuanya? Identitas orangtuanya masih kelabu. Dia bertanggung jawab atas keamanan galaksi. Sekali dia melakukan kesalahan, maka dia akan dibenci. Berulang kali terpuruh, terjatuh. Jalan ceritanya memiliki dua sisi. Bahagia dan sedih.
Naruto. Dia memiliki banyak sekali teman sesama shinobi. Guru yang baik. Namun? Ia ditinggal orangtuanya bahkan ketika umurnya belum ada satu hari. Menurut fans, harta warisan dari ayahnya yang seorang hokage dikorupsi oleh hokage sebelumnya. Masa kecilnya dipenuhi kesendirian, dibenci rakyat Konoha. Setiap hari hanya makan ramen instan. Jalan cerita Naruto juga memiliki dua sisi. Bahagia dan sedih.
Apa kesimpulannya? Hidup itu seperti roda. Terkadang berada di puncak, kita merasa bahagia, dan tiba-tiba saja terjatuh, kita merasa sedih, masa-masa kelam. Siklus ini terus berulang. Jadi, tidak ada salahnya jika kita terkadang merasa tertinggal. Hanya perlu usaha agar bisa mendekati mereka. Mengubah diri sendiri. Mengatur emosi dan perasaan. Usaha untuk menggapai keinginan. Seperti kata peribahasa, "Berakit-rakit dahulu, berenang-renang kemudian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian." Maka kita akan mendapat ending bahagia, In Syaa Allah.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar