Apakah Kalian Mengerti?
Seorang gadis SMP kelas 8 memasuki kelasnya yang ramai. Kita panggil saja gadis A. Kisahnya unik, dan bisa saja tidak kalian sangka.
Hari-harinya di sekolah biasa saja, tidak ada yang spesial. Semuanya kelabu, tidak ada yang tahu jelas bagaimana kehidupan gadis A. Beberapa mengatakan dia nolep, bahkan anti-sosial.
Gadis A sampai di rumahnya setelah 7 jam berkutat dengan pelajaran. Dia meletakkan tasnya di kamar, kemudian mengambil baju ganti dan pergi mandi. Selepas mandi, gadis A menyisir rambutnya dan mengepangnya menjadi dua. Dua kepang itu dia gabungkan dan diikat. Setelah merasa rambutnya rapi, dia mengambil handphone miliknya dan membuka aplikasi Kamera untuk merekam sebuah video. Gadis A mengerjakan tugas sekolahnya untuk bercerita.
“Halo, perkenalkan, aku gadis A. Aku akan menceritakan kisah yang, kuharap, bisa kalian pahami, dan ambil hikmahnya,” gadis A mulai berbicara setelah menekan tombol untuk memulai merekam.
“Anak ini bernama Cia. Bagi sebagian kecil orang, dia sangat berharga. Namun, sayangnya, banyak sekali orang-orang yang menganggap Cia sebagai anak biasa, seorang anak SD kelas 6 pada umumnya.”
“Sejak kelas 4 semester genap, Cia mengikuti olimpiade bergengsi di negaranya. Dilakukan secara bertahap, dari tingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan yang terakhir, Nasional. Hebatnya, Cia berhasil lolos hingga tingkat Nasional pada akhir kelas 4. Hari-harinya dipenuhi pembinaan. Cia tidak pernah masuk sekolah. Dia fokus dengan olimpiade, yang sebenarnya dia saja tidak mau—disuruh oleh orangtua. Kalian bayangkan. Betapa besar perjuangan yang dia lalui. Mempelajari sesuatu yang sebenarnya masih jauh di atas tingkat sekolahnya saat ini. Namun sayangnya, Cia justru tidak mendapat medali pada tingkat Nasional.”
“Cia mengikuti olimpiade itu lagi pada kelas 5 semester genap. Dengan mudah, Cia lolos menuju tingkat Provinsi, dan Nasional. Perjalanannya lebih rumit lagi kali ini, karena sebuah kejadian sebelum menjalani pembinaan. Dia justru dijauhi, dan dikhianati oleh sahabatnya sendiri. Walau dijauhi, Cia setidaknya masih punya teman untuk sekedar mengobrol. Hari demi hari berlalu, dan olimpiade tingkat Nasional itu tiba. Berkat hasil jerih payahnya, Cia mendapatkan Medali Perak.”
”Cia sudah mengharapkan ucapan selamat dari temannya. Namun, di hari pertama dia kembali bersekolah, tidak ada reaksi apapun. Tidak ada ucapan, ‘Yeaaaaayyy Cia baliiikkkk!!!’, bahkan ‘Selamat yaaa!!’ yang dia nanti-nanti. Beberapa hari kemudian, seorang ibu-ibu dari pusat pendidikan datang, dan berkata, ‘Teman kalian, Cia, sudah mendapatkan Medali Perak di olimpiade terbaik di negara ini. Ayoo, sudah ngucapin selamat belum, nih, ke Cia?’. Hal yang meremas hati Cia adalah ketika teman-temannya kompak menjawab, ‘Sudaah’.”
Gadis A mengambil sebuah kertas kosong.
“Kalau kita meremas kertas ini, bekasnya tidak akan hilang sesusah apapun kita meluruskannya. Ibarat hati dan perasaan, sakit hati dapat disembuhkan, namun bekasnya tidak hilang. Seperti paku yang menancap pada dinding, akan menimbulkan bekas lubang.”
“Kelas 6 awal, dia disuruh lagi oleh orangtua dan sekolahnya untuk mengikuti kompetisi yang juga bergengsi. Salah satu kompetisi terbaik di negaranya. Cia mengikutinya lagi, dengan harapan tidak lolos ke tingkat Nasional. Namun Tuhan memberinya jalan untuk kembali berjuang. Tingkat Nasional diadakan di Ibu Kota negaranya. Seharusnya dia didampingi guru, tapi semua gurunya sibuk dan tidak ada yang bisa mendampingi. Alhasil, Cia ditemani saudaranya. Cia membelikan teman-teman sekelasnya gantungan kunci lucu, dengan harapan mereka mau berteman lagi dengan Cia.”
“Gurunya baru datang ketika pengumuman dan penganugerahan medalis. Cia mendapatkan medali emas, dan tanpa sadar dia meloncat kegirangan hingga anak di sebelahnya kaget. Namun... Hal yang dia khawatirkan terjadi. Ketika memasuki kelas, dia disapa sedikit saja. ‘Eeh, Cia datang, hee!’. Cia langsung saja membagikan gantungan kunci yang berukirkan nama teman-teman kelasnya masing-masing. Sudah, kebahagiaan Cia hanya sampai situ. Kenangan kelas 6 miliknya sangat buruk. Masa-masa yang seharusnya dihabiskan dengan puas bermain bersama teman sebelum perpisahan itu, justru berisi hal-hal menyedihkan baginya. Dikucilkan, disindir, perundungan verbal, dan masih banyak lagi. Jujur, dia tidak sudi berpelukan dengan teman sekelasnya ketika acara wisuda. Selepas wisuda, dia pergi, merantau ke pulau seberang. Mencari sekolah yang lingkungannya mendukung orang-orang seperti Cia. Namun, kenangan buruk tentang SD masih saja menghantuinya. Kenangan itu perlahan merenggut pengetahuan Cia, dan dia tenggelam dalam jurang gulita. Tidak tahu arah. Hanya dituntun oleh rasa cemas dan takut. Terkadang justru tidak berani melangkah kemana-mana.”
“Apakah kalian mengerti? Apa yang baru saja aku ceritakan?”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Deja vu.
waduh