Aku Ingin Menjadi Sebuah Rumah
Oleh : Keisya Ratu
Aku pernah bermimpi menjadi seorang psikolog yang akhirnya kini menjadi cita-citaku. Aku ingin menjadi "rumah" untuk anak-anak yang "rumahnya” sedang tidak baik-baik saja . Karena pengalamanku sendiri, aku punya tempat pulang tapi rasanya susah untuk menganggapnya sebagai rumah singgahku.. Rumah dalam arti luas tidak selalu berbentuk bangunan, tetapi bisajuga bermakna orang yang kita percaya dan kita anggap bisa menjadi rumah kita.
Menjadi seorang psikolog sudah menjadi cita-citaku sejak duduk di bangku SD. Aku adalah termasuk salah satu anak yang mengalami hal tersebut, "ingin punya rumah" yang benar-benar bisa menjadi rumah. Waktu itu, aku masih terlalu kecil untuk mengerti mengaparumahku bisa menjadi hancur lebur. Bukan bangunannya yang hancur, melainkan penghuninya .
Karena rumahku yang hancur, saat kecil aku dan kakakku dirawat oleh nenek dan kakek terhebatku. Mereka sangat menyayangiku selalu melindungiku dengan berbagai cara terbaik versi mereka sendiri.Mereka tidak pernah membiarkan kedua cucunya sakit ataupun terkuka. Namun sayang, sepertinya Allah jauh lebih sayang terhadap mereka. Kenapa? Sekitar tahun 2014, kakekku meninggal dunia karena sakit. Lalu, setelah 40 hari kakek meninggal, nenek pun menyusulnya. Mereka yang telah aku anggap sebagai rumah pengganti, ternyata tidak menetap untuk selamanya .
Mulai saat itu, aku diharuskan seperti memulai hidup baru, dimana aku hanya tinggal bersama mama dan kakak ku di rumah itu . Rasanya sungguh berbeda. Aku seperti harus beradaptasi kembali dengan kondisi pada saat itu. Berat, tapi aku yakin Allah sudah ridho ini terjadi dan kita tidak bisa merubah takdir-Nya .
Hari demi hari pun terlewati. Meskipun penuh perjuangan, aku harus tetap melewatinya. Ada rasa sakit, terpaksa, yang pada akhirnya membuat aku merasa lelah juga. Namun aku tetap berekspektasi lebih tentang semua hal yang ada di sekitarku . Aku menganggap bahwa setiap orang yang aku sayang akan terus ada untukku. Namun, akhirnya aku harus menyadari kalau ternyata aku tak boleh egois. Semoga kakek dan nenekku bahagia di alam sana.
Singkat cerita, saat aku sudah duduk di bangku MTs, aku mulai bertemu dengan orang-orang baru yang kepribadiannya sangat beragam. Aku merasakan hal tersebut terutama pada saat duduk di kelas 8. Saat kelas 7 dulu aku belum banyak mengenal pribadi teman-temanku karena situasi masih pandemi . Jadi aku hanya bisa mengenal mereka via chat dan zoom saja. Di kelas 8 ini, aku mulai punya teman dekat yang waktu itu aku percaya. Jadilah dia sebagai tempatku untuk mencurahkan kisah-kisahku. Begitu pun sebaliknya. Terkadang ia juga bercerita tentang kisah hidupnya.
Mulai dari situ, mimpiku ingin menjadi psikolog semakin ingin aku perjuangkan. Mengapa bisa begitu ? Karena, aku sangat tahu bagaimana rasanya tidak punya ruang yang mempersilahkan kita untuk melakukan apa saja. Ruang yang bisa menjadi tempat melampiaskan emosi. Aku ingin mereka tahu bahwa melampiaskan emosi tidak selalu dengan cara marah dan menangis. Aku juga ingin menjadi ruang bercerita yang bisa membuat seseorang merasa lebih tenang , lebih tenteram, dan bisa berfikir bahwa masih ada orang-orang sekitar yang bersedia menjadi pendengar setia untuknya.
Saat aku merasa mempunyai beban pikiran yang ingin dicurahkan tetapi aku tidak mempunyai ruang itu, rasanya kosong dan tidak tahu mau kemana. Akan tetapi, jika aku menemukan ruang itu, kekosongan itu mulai terisi. Hingga akhirnya aku merasa tidak sendiri lagi. Aku bisa bercerita, menangis , sambil bersandar . Tidak hanya itu, pelukan pun juga bisa membuatku merasa lebih tenang.
Mimpiku untuk menjadi seorang psikolog, bukan sembarang cita-cita. Aku bisa mempunyai keinginan itu karena orangtuaku juga. Dari sekian yang aku lewati , keadaan mengajarkan aku untuk selalu menerima sebuah perpisahan. Walaupun hati nuraniku selalu menolak untuk menerima hal itu. Aku benci perpisahan , karena aku tahu itu sakit. Namun jujur saja, peristiwa pahit ini telah mengajariku untuk selalu menghargai waktu. Sebab kita tidak tau kapan seseorang akan datang dan pergi.
Adakah yang memiliki kisah sama sepertiku? Semangat ya? Aku yakin kamu bisa melaluinya. Ikuti saja alurnya. Ingat! Jangan pernah menaruh suatu harapan yang terlalu besar dan terlalu bergantung pada seseorang yang kamu sayangi . Karena ketika orang itu pergi untuk selamanya, kamu bisa jadi tidak siap. Mulailah belajar berfikir panjang. Ada Allah.Swt. yang akan selalu menolong kita.
Semoga aku dan kamu yang punya masalah selalu mendapatkan pertolongan dari Allah.Swt. Semoga cita-citaku menjadi psikolog bisa tercapai, agar aku bisa menjadi rumah yang nyaman. Rumah yang bisa memberikan ketenangan pada siapa pun yang singgah. Semangat aku , semangat kamu , adalah semangat kita.
BIODATA PENULIS
Halo sahabat Sasisabu se-Nusantara! Perkenalkan nama saya Keisya Ratu Azzuhra. Saya adalah Seorang pelajar yang duduk di bangku kelas 9 Madrasah Tsanawiyah Negeri 2 Jember. Hobi saya Travelling,Nyanyi,dan Bercerita. Jika kalian ingin berkenalan, bisa hubungi saya melalui ; Instagram: @keisyaazzuhra e-mail: [email protected]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar