*lanjutan*

Abah antusias sekali. Ia tidak menggubris bujukanku. Dan malah, ia mengajak keluargaku untuk datang ke acara itu.

"Abah mau pakai baju apa Lel? Pakai sarung?" tanya abah. Beliau sudah mandi, wanginya sampai tercium disudut-sudut ruangan. Namun, penampilannya yang kuno dan ndeso tidak cocok.

"Duh abah.... ini tuh perpisahan sekolah.... Bukan mau ke mushola, pengajian..." kataku. Pagi ini, aku sudah siap dengan tubuh rampingku yang dituitupi dengan baju berwarna hijau muda, lalu celana cardingan panjang berwarna cokelat pohon, dengan kepala dibalut kerudung pashmina hijau, kotak-kotak.

"Lah, la kamu, malah tambah aneh. Kerudung diubet-ubet kayak gitu, baju di dobbel-dobel. Emang mau kemana Neng?" papar abah terlalu jujur.

"Itu namanya kekinian bah..." kata emak. Emak sangat rempong. Make-upnya tebal. Bibirnya dipoles dengan lipstick berwarna merah darah, tebal. Namun, tak apalah.

"Aku sama mbak Laras udah siap loh..." kata Ifah sambil ikut menempatkan diri di kamarku. Dia memakai dress pink kesukaannya. Tak peduli jika warnanya sudah pudar dimakan waktu. Wajahnya pucat. Pasti dia memakai bedak bayi setebal aspal.

"Hiiiih! Masalah baru lagi! Emak, make-upnya jangan tebel-tebel. Ini bukan arisan. Abah tambah parah, ini tuh bukan mau ke acara pengajian bah..... Ifah nih. Kamu pake berapa botol bedak?" semburku tak tahan.

Seketika, sunyi. Tak ada yang berbicara sepatah kata pun. Tiba-tiba, Mbak Laras lewat denganpakaian normalnya. Lalu berlalu.

"Krik krik.... krik krik...." Ifah meredam kesunyian. Kami semua tertawa. Begitupun dengan Mbak Laras yang tertawa sendiri di depan.

Dan.... inilah yang kusuka dari mereka. Kebahagiaan kecil yang sering kulupakan.

~BERSAMBUNG~