Seberkas Doa di Langit Corona
“Ayo pulang, sudah mau hujan ini,” ucap tante.
Aku berdiri, berjalan mengikuti tante sesaat setelah kupotret nisan di depanku. Vesta Florentia, begitulah tulisan yang ada di batu pekuburan itu. Setiap aku mengunjunginya, selalu kuambil foto meskipun terlihat sama dengan bulan sebelumnya. Namun, dengan cara ini aku bisa melepas rindu pada perempuan yang terbaring di sana. Sudah 12 gambar yang tersimpan di gawaiku. Potret nisan yang sama, dengan tanggal pengambilan yang berbeda.
Mobil tante melaju cepat, menembus hujan deras yang menyebabkan banyak genangan air di jalan raya. Aku ingat, perempuan bernama Vesta selalu membuatkan aku teh hangat ketika hujan tiba. Segelas teh yang masih hangat saat ia meninggalkanku. Teh itu masih hangat saat lima orang berpakaian astronot menjemputnya. Teh itu masih hangat saat tante tidak membolehkan aku mengikutinya masuk ke dalam mobil bersama para astronot itu.
Minggu, 17 Juli 2021
Co, besok aku dan teman-teman masuk sekolah. Bagaimana dengan kamu? Apa kamu juga bersekolah dengan kami? Terserah kamu aja, mau sekolah sama-sama atau tidak. Namun, kami tidak mau. Kami tidak mau dekat sama kamu, Co. Perlengkapan perang ini sudah masuk tas sekolah kami. Jadi, kamu jauh-jauh, ya, dari kami. Kamu main sendiri aja.
Sebelum tidur, aku menuliskan pesan untuk Corona di buku harianku. Aku tahu dia tidak bisa membaca, tetapi kata perempuan itu, ada malaikat yang akan membaca dan membawa pesanku ke langit. Aku percaya, Tuhan akan mengambil pesanku sesampainya di langit.
“Titan, apa cita-cita kamu?” tanya bu guru di depan kelas.
“Aku ingin jadi food science,” jawabku sambil membetulkan masker.
“Wah, keren ya, tolong ceritakan ke teman-teman tentang cita-citamu,” pinta bu guru.
“Food science itu ahli makanan yang bisa menjelaskan kandungan gizi makanan secara ilmiah. Dengan menjadi food science, aku ingin menciptakan menu-menu makanan modern yang sehat untuk tubuh dan bisa melawan virus Corona di sekitar kita,” kataku.
Tepuk tangan dari teman-teman di kelas membuatku ingin segera pulang dan membuka gawaiku. Aku akan ceritakan pada foto nisan tentang hari pertamaku masuk sekolah. Aku akan cerita tentang masker Si Kembar Keisa dan Keila yang tertukar karena warnanya sama persis. Aku akan cerita tentang face shield Mamat yang disembunyikan Udin saat Mamat ke kamar mandi. Aku akan cerita tentang antrian minimarket yang hilang. Juga tempat wudu yang kering dan dinningroom yang berdebu.
Senin, 18 Juli 2021
Co, terima kasih kamu sudah jadi teman yang baik. Aku tahu kamu tadi ada di antara aku dan teman-teman. Aku juga tahu kalau kamu tadi ada di meja kami. Namun, gel yang kami bawa ternyata bisa mengusirmu menjauh dari kami. Tempat cuci tangan di depan kelas bisa membuatmu lemah tak mampu masuk ke tubuh kami. Pistol suhu yang dibawa Pak Slamet ternyata bisa membuatmu takut mendekati kami.
“Titan, jangan lupa vitamin C-nya, ya,” teriak tante dari lantai satu.
“Iya, Te,” jawabku dari kamarku yang ada di lantai dua.
Kututup buku harianku. Kuambil satu tablet hisap vitamin C yang sudah disiapkan tante di meja belajarku. Ini sudah jadi rutinitasku setiap hari. Lalu, pandanganku berubah ke jendela kamar. Sepertinya sinar bulan sangat terang malam ini, kubuka korden dan kaca jendela. Semilir angina mulai masuk dan membuat kordenku berkibar. Pipiku terasa dingin. Rambutku bergerak-gerak tertiup angina malam.
Aku teringat perempuan itu pernah ada di sampingku, menemani aku mengamati bulan purnama seperti sekarang. Ia pernah berkata bahwa langit tak pernah tidur. Siang ataupun malam. Karena di sana ada Sang Pencipta yang selalu menerima doa-doa anak-anak yang baik. Anak-anak yang tak pernah membenci siapapun. Karena itulah aku berdoa menyebut nama Sang Pencipta. Aku ingin dia menjaga tante, bu guru, dan teman-teman.
Aku minta jangan pernah mengambil orang-orang baik itu. Aku tidak mau kehilangan lagi. Aku berjanji akan menjadi food science yang bisa membuat semua orang kuat berperang melawan Corona.
“Berikan doa itu kapanpun Titan mau,” kata perempuan bernama Vesta saat menemaniku dulu.
“Apa akan dikabulkan?” tanyaku.
“Doa itu adalah permohonan. Anak yang baik pasti meminta sesuatu yang baik. Kita dilahirkan untuk meminta. Mengabulkan itu menjadi milik Sang Pencipta,” ucapnya saat itu.
Selasa, 19 Juli 2021
Co, hari ini sudah satu tahun kamu memisahkan aku dan perempuan itu. Jumlah bulan yang sama dengan jumlah foto yang kuambil di pusaranya. Apa kamu juga merasa rindu seperti aku, Co? Apa kamu merasa sedih juga? Mungkin tidak, ya, Co. Kamu kan tidak punya hati. Kamu kan tidak sama dengan kami? Namun, kenapa kami harus hidup berdampingan dengan kamu, Co?
Tes, air mataku jatuh. Buku harianku basah. Juga gawai yang kupegang erat. Aku rindu sekali dengan perempuan itu. Aku ingat semua pesannya lewat pesan suara di chat WhatsApp tanteku.
“Titan, jadilah anak yang kuat. Kita tak bisa meminta tempat yang aman dari apapun. Namun, jika kita kuat, kita bisa memberi tempat yang aman itu untuk siapapun. Titan, langit masih ada di atas kita. Sang pencipta masih siap menerima harapan kita. Jangan pernah bosan berdoa, Titan. Dan tetap berusaha menjaga diri dengan perlengkapan perang agar virus ini lebih lemah dari kita,” bunyi pesan suara itu.
Tak terasa aku tertidur di meja belajar. Azan Subuh membuatku terbangun. Mataku seperti bengkak karena menagis. Rabu ini terasa berbeda. Aku sangat bersemangat berangkat sekolah. Masker cadangan dan gel hand sanitizer tak pernah lupa kubawa.
“Titan, kamu tidak apa-apa?’ kata tante.
Aku cuma mengangguk dan tersenyum sembari memakai sepatuku.
“Tante tahu kemarin adalah satu tahun kepergiannya. Titan sudah jadi anak yang kuat. Semangat kamu ke sekolah hari ini pasti bisa dirasakannya dari jauh. Doamu tiap hari juga meneranginya di sana. Kita semua pasti bisa melawan virus ini,” tante menghiburku.
Aku mengangguk dan tersenyum lagi.
Pulang sekolah, tante mengajakku ke makam itu lagi.
“Ibu, Titan sudah sekolah bersama teman-teman. Kalau Ibu masih ada, pasti Ibu sangat senang karena melihat kita bisa hidup berdampingan dengan Corona. Ibu, Titan tidak akan membiarkan Corona mengambil orang lain lagi seperti dia mengambil Ibu,” tante memelukku sambil terisak.
Sekarang aku percaya bahwa dengan doa dan usaha menjaga protokol kesehatan, kita akan berubah menjadi lebih kuat untuk bersama-sama melawan Corona. Virus ini tidak akan bisa pergi apalagi hilang. Kita yang harus tangguh dan siap hidup bersamanya. Langit masih akan terus menerima doa. Di sana Sang Pencipta akan mengabulkannya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar