Kayla Mumtazah Mudzakkir

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Aksara di Lembayung Desa Mojorembun

Aksara di Lembayung Desa Mojorembun

Mojorembun adalah desa yang tak banyak dibahas di situs Wikipedia. Jika kamu tik ‘mojorembun, blora’ di mesin pencari Google, maka yang muncul adalah satu kalimat pendek sebagai berikut: “Mojorembun adalah desa di Kecamatan Kradenan, Blora, Jawa Tengah, Indonesia.” Entah kenapa hanya itu yang muncul. Umikku berpendapat, mungkin tak banyak orang yang menuliskan kisah desa itu di internet.

Sedih, pasti. Karena Desa Mojorembun adalah tempat di mana Abiku, Moh. Mudzakkir, dilahirkan. Itu artinya, setahun sekali aku selalu menghabiskan liburan Idul Fitriku di sana. Mengunjungi Mbah Kung dan Mbah Uti yang tiga tahun ini telah tiada. Desa dengan kehidupan petani yang sederhana, rumah kayu, kamar mandi masih terpisah dengan rumah, kandang ayam di sisi dapur, tungku sebagai kompor untuk memasak, hamparan sawah yang memisahkan dengan desa sebelah, serta hawa segar alami yang masih bisa kuhirup setiap pagi.

“Umik, bagaimana agar Mojorembun banyak ditemukan informasinya di internet?” tanyaku suatu ketika.

“Ya menulis. Semakin banyak tulisan tentang desa itu yang diunggah di internet, maka semakin banyak orang akan tahu apa dan bagaimana desa itu,” jawab Umikku saat itu.

Muhammad Natsir Anshory, Pakdheku yang tinggal di Serang, selalu mengirimkan uang beberapa kali untuk perpustakaan sekolah di Desa Mojorembun. Ia adalah kakak Abiku yang juga menghabiskan masa kecil hingga SMA-nya di sana. Berbeda dengan Abiku yang sejak SMP hingga sekarang sudah merantau ke luar propinsi. Rata-rata remaja di sana banyak yang sekolah di rantau karena ingin mencari kualitas pendidikan yang lebih baik. Hal ini juga yang menjadi penyebab Desa Mojorembun masih tertinggal dan kurang dikenal orang luar.

Pernah juga Abiku bersama temannya, David Efendi yang merupakan Founder Rumah Baca Komunitas di Yogyakarta, memberikan bantuan buku dari Perpustakaan Nasional untuk pendirian Omah Srengege yang digagas oleh Omku, Nur Rofiq Hardiansyah, yang akrab disapa Dian. Om Dian mendirikan “Omah Srengenge” untuk taman bacaan anak-anak di Desa Mojorembun. Namun, tidak bertahan lama karena Om Dian pindah ke Kudus untuk bekerja di sana.

Geliat literasi sebenarnya juga telah tampak jauh sebelum Pakdhe Anshory, Abiku, Om David, dan Om Dian bergerak. Tidak lain adalah almarhum Mbah Kung atau Bapak Abiku sendiri yang koleksi buku dan majalahnya banyak sekali. Almarhum Mbah Kung suka sekali baca buku bahkan di usianya yang senja, Mbah Kung pergi ke Cepu yang jaraknya hampir 30 kilometer dengan medan yang tak mudah dilalui hanya untuk membeli buku.

Pada tahun 2017 tepatnya di tanggal 30 Desember, Umikku yang saat itu masih menjadi wartawan PWMU.CO, sebuah portal media online milik Muhammadiyah Jawa Timur, menuliskan kisah almarhum Mbak Kung yang saat itu masih hidup. Judul tulisannya adalah Kisah Mbah Leman, Penghobi Baca Kelas Berat yang “Sakau” Jika Kehabisan Bacaan. Ini menandakan Desa Mojorembun sebenarnya punya potrensi literasi yang bagus. Hanya masih terbatas di aktivitas membaca.

Menurutku, agar Desa Mojorembun semakin terbuka dan dapat dikenal oleh orang banyak di manapun berada, maka kegiatan literasi harus ditambah satu yaitu menulis. Anak-anak SD, SMP, SMA yang di sana harus diajarkan bagaimana menulis. Lalu mengunggah tulisan mereka di internet. Sehingga dengan semakin banyaknya tulisan tentang Desa Mojorembun di dunia maya, maka informasi tentang desa itu akan semakin kaya.

Sebagai penulis cilik, aku ingin sekali menulis bersama-sama teman-temanku di sana. Namun, aku tak dapat melakukannya sendiri. Jika tulisanku ini meraih juara dalam lomba menulis Media Guru ini, aku ingin sekali Tim Media Guru bisa datang ke Desa Mojorembun untuk mengajarkan anak-anak di sana menulis. Aku berharap, langit senja Desa Mojorembun tak lagi dinikmati oleh aku dan teman-temanku di sana. Lembayung itu akan terhiasi dengan aksara-aksara kami dan membuka dunia lewat tulisan-tulisan kami agar semua orang mengenal desa kami.

Bionarasi Penulis

Kayla Mumtazah Mudzakkir lahir di Gresik, 15 Oktober 2009. Saat ini tercatat sebagai siswa SD Muhammadiyah Manyar Kelas V Al Kindi. Ia mempunyai hobi memasak. Cita-citanya menjadi seorang chef. Motto hidupnya adalah semangat mencoba semua hal baik. Cerpennya yang berjudul Seberkas Doa di Langit Corona baru saja meraih Cerpen Terbaik dalam Lomba Menulis Cerpen Anak yang diadakan oleh Penerbit Gramedia dan BIP pada April 2021. Kayla juga berhasil meraih Juara 2 Lomba Cipta Puisi dengan judul Bianglala Kota Pudak dalam event Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) pada Maret 2021. Penulis bisa dihubingi di akun media sosialnya IG @kayla_mumtazah, email [email protected], dan nomor WA 08121673708.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post