DONGENG HULEMBE SI MANUSIA RAKSASA
DONGENG HULEMBE SI MANUSIA RAKSASA
@cerpen 18/07/19
Paman Amri Aurora menghampiri kami yang sedang duduk santai di meja belajar sambil menyelesaikan tugas PR sekolah berupa dongeng.
hai, fikri! apa kabar semuanya” “baik paman sambil cari tempat duduk yang kosong” dalam hatiku pasti mendongeng, asyiik momen inilah yang kami inginkan, teman temanku senyum kegirangan, sambil membentuk lingkaran
“paman pun memulai mendongeng.
Tersebutlah sebuah kisah, di kawasan kecamatan kita, yakni kecamatan Aek Natas Kabupaten Labuhan Batu Utara terdapat cerita dongeng yang disampaikan dari nenek ke anak dan cucu secara turun-temurun ytentang kehidupan manusia raksasa yang hidup ratusan atau mungkin ribuan tahun silam diberi nama si Hulembe, atau juga dikenal dengan nama Si Halimbe atau juga Jombeng, penduduk lama menyebutnya batu Sinallung (batu barang bawaan yang dipanggul)
Si Hulembe adalah seorang manusia berukuran postur tubuh dengan tinggi puluhan atau mungkin belasan meter yang tentu saja diiringi dengan langkah kaki yang berjarak sangat jauh dan kemampuan mengangkat barang-barang yang juga sangat banyak karena tenaga yang dimilikinya sangat kuat setimpal dengan postur tubuhnya.
Konon kabarnya, si Hulembe kala itu berprofesi sebagai seorang pedagang yang menjajakan barangnya door to door dengan cara memikulnya menggunakan kayu yang diyakini sangat kuat dan mampu untuk membawa barangnya dari satu kampung ke kampung lainnya.
Hal ini sesuai dengan tingkat peradaban masyarakat pada masa itu karena alat transportasi manual dan bermotor belum ada. Pada zaman itu, di daerah sekitar tempat si Hulembe hidup, yakni di kawasan Kecamatan Aek Natas banyak tumbuh pohon-pohon kayu yang besar, tinggi dan kuat. Kayu yang diakui sangat baik untuk dijadikan alat pemanggul barang pada waktu itu bernama kayu si Bagori. Di samping batangnya panjang, tekstur kayunya liat, sehi ngga tidak mudah patah. Dengan alasan itu pula, si Hulembe memilih kayu ini sebagai alat pemanggul barang-barang bawaannya. Suatu hari, ketika si Hulembe mengangkat barangnya yang cukup sarat di bagian depan dan belakang yang tentunya dengan kayu si Bagori yang sangat dibanggakan itu, tiba-tiba kayu itu patah dan barang-barang bawaannya ambruk menjadi dua tumpukan besar. Si Hulembe marah dan kecewa berat dengan kayu yang kekuatannya jaminan mutu itu. Dengan amarahnya yang meluap, si Hulembe membanting batang kayu tersebut ke tanah hingga berserakan, seraya menggerutu dan mengucapkan kata-kata kutukan terhadap si kayu agar di masa depan si Bagori tidak usah lagi menjadi pohon kayu besar yang tinggi dan kuat, dan cukuplah hanya menjadi rumput seperti ilalang yang tumbuh kecil dan pendek tidak berguna. Entah benar dikutuk atau tidak, kenyataannya sampai hari ini si Bagori banyak tumbuh di kawasan kecamatan Aek Natas, NA. IX-X dan daerah Kualuh Hulu dan Selatan, namun tidak lagi berupa pohon besar dan tinggi, melainkan hanyalah rumput kecil berbatang dengan ukuran tinggi tidak lebih dari 1 meter dan diameter batang paling besar seukuran jempol tangan manusia dewasa. Rumput ini banyak tumbuh di halaman rumah, di pinggir jalan maupun di ladang padi yang sedikit semak. Rumput ini gampang tumbuh dan sulit untuk dicabut karena berakar tunggal dan merambat sentripetal. Daunnya kecil, berbunga dan berbuah kecil-kecil. Anak-anak kecil senang memainkan buahnya seperti gasing, diputar dengan jari tengah dan telunjuk di atas lantai berpermukaan rata dan licin.
Perihal kebenaran adanya si Hulembe si manusia raksasa itu memang tidak bisa dipastikan. Namun beberapa fosil dapat ditemukan di daerah sekitar sungai Aek Natas dari Bandar Durian sebagai ibu kota Kecamatan Aek Natas hingga ke Desa Poldung sebagai hulu sungai Aek Natas. Salah satu fosil yang ada adalah Batu Sinallung yakni dua bukit kembar yang terdiri dari bebatuan dan rumput berlokasi tidak jauh dari sungai Aek Natas. Saat ini lokasi tersebut berada di Desa Jarinjing, dikelilingi oleh perkebunan karet milik PT. Socfindo Kebun Aek Pamingke. Atas dasar cerita kehidupan si Hulembe ini barangkali, sehingga kawasan ini diberi nama HALIMBE dan perkebunan karet di lokasi ini diberi nama Afdeling Halimbe.
Batu Sinallung adalah dua bukit batu yang sangat besar. Menurut cerita dongeng, bukit itu adalah barang bawaan milik si Hulembe yang jatuh akibat patahnya kayu si Bagori, dan di tempat itu pula peristiwa pengutukan terhadap kayu si Bagori itu berlangsung. Untuk mengelilingi dua bukit ini dengan berjalan kaki, membutuhkan waktu seharian penuh. Batu Sinallung dapat dilihat dengan jelas tanpa bantuan teropong dari Kampung Simonis – Desa Simonis, persisnya dari Tambatan Sampan (sebuah objek wisata alam di Simonis). Photo Batu Sinallung yang disertakan di sini diambil dari lokasi objek wisata Tambatan Sampan.
Fosil lain adalah ditemukan adanya bekas telapak kaki si Hulembe di pinggir sungai Aek Kaporasan persis di atas batu lempeng (biasa di sebut batu napal) di pinggir jalan lintas Simonis – Poldung (cikal bakal jalan lintas yang akan menghubungkan Kabupaten Labuhan Batu dengan Kabupaten Toba Samosir dan Tapanuli Utara). Bekas telapak kaki tersebut jelas menggambarkan jari-jari kaki dan telapak kaki yang besar, di mana mampu menampung tempat duduk 10 orang manusia dewasa. Berikutnya adalah fosil bukit kecil yang disebut-sebut sebagai makam tempat dikuburkannya si Hulembe setelah mati bunuh diri. Si Hulembe akhirnya mati dengan bunuh diri hanya gara-gara masalah kecil. Di pinggir sebuah perkampungan, dia menemukan bekas potongan benda tajam seperti golok pada ujung bambu besar yang tingginya belasan meter. Logika yang dimiliki si Hulembe ternyata terlalu sederhana. Dia berfikir bahwa ujung pohon bambu yang tingginya belasan meter masih bisa dijangkau oleh manusia biasa, sementara setahu si Hulembe di dunia ini hanya ada dirinya yang bertubuh tinggi dan besar. Padahal ujung pohon bambu itu dipotong oleh seorang nenek ketika ujung pohon bambu itu turun merunduk sebagaimana biasanya pohon bambu yang turun ke bawah bila sudah tinggi dan akan kembali berdiri tegak setelah dipotong.Bodoh amat sih dia….!!!! Benar atau tidak kisah ini… tergantung pada saudara... wallahu a’lam bishshawab…!
Sekian dongeng paman Amri Aurora kepada kami, sambil ia bergegas pamitan karena sudah masuk waktu sholat Asyar.
Sekian dan terimakasih..salam literasi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar