Jauza Kamila

hai i'm still alive. Cuma akun nulis nggak jelas jadi pergi saja jika tak mau disajikan cerita yang menggantung....

Selengkapnya
Navigasi Web

RIDENTI CHAPTER 2

“Kamu kenapa menyendiri disini? Memangnya kamu nggak kesepian ya?,” tanya Dirga seraya duduk disebelahku. Aku mengelus kepala kucing yang duduk dipangkuanku, menjawab kalau aku tidak sendiri. "Ya nggak salah sih, tapi... bukan itu maksudku," katanya dengan senyuman kecil. Aku tidak menjawab.

“Pergi”, “Hah? Maksudnya?” “Tolong pergi,” “Tunggu tunggu, kamu nggak lagi ngusir aku kan?,” tanyanya heran. Aku meliriknya datar, lalu mengelus punggung kucing putih dipangkuanku. Dirga mengarahkan, hendak mengelus yang kuberi nama Kupu itu. Kupu mendesis galak, buat mengurungkan niat.

“Iya deh, aku pergi. Kayaknya kehadiranku nggak diterima di sini, bahkan kucing pun mengusirku. Tetapi sebelum itu...,” Dirga mengeluarkan sesuatu di balik bajunya, lalu memberikannya kepadaku.

“Ini nomor hp-ku, tolong disimpan. Nanti pas hari sabtu serlok aja lokasi rumahmu kesitu. Kutunggu ya,” kata Dirga kemudian berpamitan denganku. Aku membaca kertas nama tersebut. Kusimpan nomor itu di hp-ku, lalu lanjut 'mengobrol' dengan Kupu.

***

“Oke! Mari kita mulai kerja kelompoknya. Btw, buku yang kuminta mana Mas?,” tanya Dirga sambil menoleh ke arah Putra. Putra meletakan buku yang diminta di tengah-tengah kami. Buku itu berwarna biru langit, dengan gambar seperti gelombang di bagian bawahnya yang berwarna biru laut. Di bagian tengah atasnya ada tulisan DIARY yang berwarna biru aquamarine, kertasnya berwarna, dan pinggirannya mulai hilang dimakan rayap.

“Mas? Buku apa ini?,” tanya Dirga heran. “Buku yang lu minta kan?,” Putra balas bertanya. “Tapi kenapa bukunya kayak gini?!,” tanya Dirga nge-gas. “Ya kan lu yang minta buku warna biru?!,” balas Putra tak kalah nge-gas. “Tapi maksud gue bukan biru yang ini tau!,” kata Dirga emosi. “La terus yang mana?!,” Putra ikut-ikutan emosi.

Menunggu mereka selesai bertengkar, aku dan Hayu bermain dengan Oyen, kucing peliharaanku. “Ini kucing jenis apa Nes? Lucu banget, kakinya pendek! Ekornya juga pendek kayak Japanese bobtail! Apakah umurnya kira-kira pendek juga Nes?,” tanya Hayu gemas.

Aku dan Oyen yang awalnya senang dengan pujian Hayu memandang gadis itu dengan tatapan horor. Sedangkan yang ditatap memasang wajah seperti ingin berkata, “Ada apa? Apakah ada yang salah dengan perkataanku?,”. aku berusaha untuk tidak menghiraukannya, dan kembali menggerakan earphone bekas yang rusak digigit Oyen.

Kucing dengan telinga lipat seperti scottis fold itu bergerak lincah berusaha menangkap earphone yang kugerakan kesembarang arah. matanya yang mengalami heterocrhomia parsial bergerak lucu there-kemari, dan beberapa saat kemudian, Oyen yang merasa bosan membaringkan tubuhnya di atas buku Si Kembar.

Demi melihatnya, aku langsung panik menurunkan Oyen dari atas buku. Oyen yang tidak terima, kembali naik ke atas buku itu. Aku kembali menurunkannya dari buku, lalu Oyen menduduki puncaknya lagi. Hal tersebut terjadi beberapa kali, hingga akhirnya saya menyerah dan membiarkan Oyen masalah di atas buku tersebut.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post