Hadi Raiyan Romadhon

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengatasi Kekerasan Seksual dengan Isi Pancasila

Mengatasi Kekerasan Seksual dengan Isi Pancasila

Pancasila merupakan sebuah dasar negara Indonesia, yang mana tidak hanya menjadi sebuah konsep hukum atau sebuah konsep filsafat semata, tetapi juga merupakan sebuah komitmen moral yang harus dipegang teguh oleh setiap warga negara Indonesia. Dalam 5 sila yang terkandung di dalamnya, terdapat beberapa nilai-nilai luhur yang mencerminkan sebuah keadilan, persatuan, kemanusiaan, demokrasi, dan ketuhanan yang maha esa. Namun, di tengah-tengah gemerlap nilai-nilai sila tersebut, realitas kehidupan seringkali menunjukan ketidaksetaraan dan pelanggaran yang mencoreng sebuah idealisme Pancasila, terutama dalam konteks kekerasan seksual.

Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang paling merusak nilai Pancasila tersebut. Hal itu tidak menciderai korban secara fisik saja, tetapi juga dapat merusak psikologis dan emosional mereka. Dalam ranah Pancasila, kekerasan seksual bertentangan dengan nilai-nilai dasar seperti kemanusiaan, keadilan, dan persatuan. Sebagai warga negara Indonesia yang bermoralkan gotong royong dan keadilan sosial, kita sebagai warga negara Indonesia tidak bisa membiarkan kekerasan seksual berkembang bebas dengan leluasa.

Permasalahan kekerasan seksual seringkali terjadi karena faktor utamanya ialah ketidaksetaraan gender, ketidakadilan sosial, dan kurangnya pendidikan yang menyeluruh yang berkaitan tentang hak-hak asasi manusia. Dalam mencegah dan mengatasi permasalahan ini, diperlukan sebuah upaya bersama dari berbagai pihak, baik dari pihak pemerintah, Lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun individu warga negara Indonesia. Pendidikan yang mengedepankan isi dari nilai-nilai Pancasila sejak dini perlu diperkuat, dengan memasukan sebuah materi tentang kesetaraan gender, penghargaan terhadap yang menuntaskan hak asasi manusia, dan penolakan terhadap segala bentuk kekerasan dalam kurikulum pendidikan formal.

Tidak hanya itu, penegakan suatu hukum yang tegas terhadap pelaku tindak kekerasan seksual juga menjadi langkah yang sangat penting. Hukuman yang setimpal dan tidak pandang bulu harus diberikan kepada siapa saja pelaku tindak kekerasan seksual, dengan tidak memandang atas status jabatan sosial, ekonomi, atau kekuasaan dan jabatan mereka. Hal ini sesuai dengan nilai-nilai keadilan yang tercermin di dalam Pancasila.

Namun, sebuah upaya pencegahan kekerasan seksual tidak hanya terbatas hanya pada ranah hukum dan pendidikan formal saja. Budaya yang mendukung kesetaraan gender dan penghargaan terhadap hak asasi manusia juga harus dibangun secara menyuluruh dalam masyarakat. Dengan memanfaatkan media massa, seni budaya, serta platform-platform digital dapat dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan-pesan positif tentang bagaimana pentingnya menghormati satu sama lain dan menolak segala bentuk kekerasan.

Dalam isi Pancasila, penolakan terhadap tidak kekerasan seksual bukanlah sekadar tugas pemerintah atau lembaga penegak hukum saja, tetapi juga menjadi tanggung jawab bersama setiap individu dalam bermasyarakat. Semangat gotong royong dan solidaritas harus ditegakkan, sehingga setiap individu merasa bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman dan berkeadilan bagi warga negara Indonesia.

Dengan membangun kesadaran bersama akan pentingnya nilai-nilai isi Pancasila dan menegakkan penolakkan terhadap tindakan kekerasan seksual, kita sebagai Masyarakat dapat melangkah maju menuju kehidupan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan beradab sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang terkandung dalam lambang negara kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika.

Sejalan dengan itu, penting juga untuk memahami akar penyebab permasalahan dari tindakan kekerasan seksual itu sendiri. Kekerasan seksual bukan hanya hasil dari satu faktor tunggal saja, akan tetapi sering kali kita gabungkan dengan beberapa permasalahan yang kompleks, seperti ketidaksetaraan gender, penilain yang tidak seimbang terhadap gender yang merugikan, budaya pelecehan seksual yang tertanam dalam masyarakat, dan tidak adanya keadilan sistematik yang memungkinkan pelaku tindakan kekerasan untuk menghindari pertanggungjawaban.

Ketidaksetaraan gender, misalnya, masih menjadi permasalahan yang sangat nyata di banyak kalangan kalangan masyarakat, termasuk negara kita sendiri yaitu Indonesia. Perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan merupakan permasalahan di dalam aspek kehidupan, mulai dari pendidikan, pekerjaan, bahkan dalam rumah tangga, seringkali menjadi pemicu terjadinya kekerasan seksual. Penilian yang tidak seimbang yang menggambarkan laki-laki sebagai sosok yang kuat dan dominan, di lain sisi perempuan diposisikan sebagai objek yang lemah dan patuh, itu semua dapat memperkuat budaya pelecehan seksual dan merugikan bagi kedua belah pihak.

Selain itu, kurangnya perlindungan dan dukungan bagi korban tindakan kekerasan seksual juga menjadi salah satu faktor yang memperburuk situasi. Banyak korban yang mengalami kesulitan dalam melaporkan kejadian kekerasan tersebut karena mereka takut akan stigma atau reaksi buruk orang lain, ketidakpercayaan terhadap sistem hukum yang tidak ramah terhadap korban tindakan kekerasan seksual, atau bahkan karena adanya ancaman dari pelaku dan lingkungan sekitarnya.

Oleh karena itu, untuk benar-benar mengatasi permasalahan kekerasan seksual ini, kita perlu mengadopsi pendekatan yang berkelanjutan. Selain upaya pencegahan dan penegakkan hukum, kita juga perlu memperkuat sistem pendidikan dan sosialisasi yang mengedepankan kesetaraan gender tersebut dan memberikan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Di sisi lain pendidikan yang holistic dan inklusif juga sangat diperlukan dan diperkenalkan sejak dini, agar setiap individu memiliki pemahaman yang lebih baik tentang batasan-batasan dalam berhubungan antarmanusia dan pentingnya persetujuan dalam setiap interaksi sosial.

Di samping itu, penting juga untuk memperkuat mekanisme perlindungan dan dukungan bagi korban tindakan kekerasan seksual. Hal ini termasuk bagian dari penguatan sistem layanan kesehatan yang ramah akan korban, dan penyediaan akses yang lebih mudah terhadap bantuan hukum, serta pendirian berbagai pusat-pusat krisis dan kelompok dukungan bagi korban tindakan kekerasan seksual. Masyarakat Indonesia juga perlu didorong untuk supaya menjadi lebih peduli dan responsive terhadap permasalahan dan kasus-kasus kekerasan seksual, dengan memperluas jaringan dukungan sosial dan membuka ruang bagi korban untuk berbicara tanpa rasa takut atau malu.

Selain itu juga, perlu diingat bahwa pencegahan tindakan kekerasan seksual bukan hanya tanggung jawab individu atau sebagian kelompok tertentu saja, tetapi merupakan tanggung jawab bersama bagi seluruh warga negara Indonesia. Dalam konteks Pancasila, semangat gotong royong dan rasa solidaritas dengan yang lainya harus diperkuat, sehingga setiap masyarakat memiliki peran dalam menciptakan dan melindungi lingkungan yang aman dan berkeadillan bagi seluruh masyarakat kita.

Dalam menghadapi tantangan ini, media massa, seni dan budaya, serta platform-platform digital saat ini juga dapat memainkan peran yang sangat relevan dalam menyebarkan pesan-pesan positif tentang bagaimana pentingnya menghormati dan menghargai satu sama lain dan menolak segala bentuk tindakan kekeresan. Pemberitaan yang bertanggung jawab serta edukatif, membuat karya seni yang menginspirasi, serta kampanye sosial yang kreatif dapat menjadi saran yang sangat efektif untuk mengubah perilaku serta sikap masyarakat Indonesia secara luas.

Dengan demikian, melalui upaya gerakan bersama yang terkoordinasi dan berkelanjutan, kita semua dapat membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan beradab, sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang terkandung dalam lambang negara Indonesia, Bhineka Tunggal Ika. Dengan membangun kesadaran bersama akan pentingnya nilai-nilai Pancasila serta menegakkan penolakan terhadap tindakan kekerasan seksual, kita dapat melangkah lebih maju menuju masa depan yang lebih baik untuk semua warga negara Indonesia.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi

Hukum Keluarga Islam

Universitas Muhammadiyah Malang

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post