Ghaziyyah Alkays

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jujur Itu Lebih baik

Jujur Itu Lebih baik

----------------------------------

Pagi hari yang cerah aku terbangun dari tidur malamku. Alena Khoirunnissa itulah namaku, anak tunggal dari kedua orangtuaku.

“Wah sudah pagi ternyata.. mandi ah’’ kataku.

Aku bergegas ke kamar mandi. Setelah rapi berpakaian, aku turun ke bawah untuk sarapan karena sebentar lagi berangkat ke sekolah. Di ruang makan sudah ada Papa dan Mamaku.

“Mama, selamat pagi...” sapaku.

“Selamat pagi sayang. Sarapan dulu ya, itu Pak Rodi sudah siap mengantar ke sekolah” jawab Mama.

“Baik Ma” ucapku.

Selesai sarapan aku langung mengambil tas, memakai sepatu lalu berpamitan pada Papa dan Mama. Di luar Pak Rodi sudah menyiapkan mobil. Aku langsung naik ke mobil.

Sesampainya di sekolah, Mila teman sekelasku telah lebih dulu tiba. Melihatku datang, ia bergegas menghampiriku.

“Hai Mila’’sapaku.

‘’Hai Lena. Len, tadi aku baca pengumuman di mading sekolah, besok ada perlombaan lari. Aku sudah daftar. Kamu mau ikut nggak Len?’’ tanya Mila bersemangat.

Mila temanku ini jago lari. Pada perlombaan lari tahun lalu dan sebelumnya, berturut-turut dia menjadi pemenangnya. Tahun ini, aku tidak boleh kalah darinya, kataku dalam hati.

“Aku ikut deh. Daftarnya ke siapa?’’ tanyaku.

‘’Daftarnya ke Bu Sita “ jawab Mila.

‘’Oke, thanks’’ ucapku.

Aku segera menuju kantor guru mencari Bu Sita. Di kantor belum banyak guru yang datang. Aku masuk ke dalamnya setelah mengucapkan salam. Bu Sita sedang duduk di depan mejanya di sudut ruangan. Aku mendekatinya, dan langsung mendaftar perlombaan lari esok hari.

Teng teng teng....

“Baik anak-anak, pelajaran hari ini kita cukupkan sampai di sini dulu. Silahkan gunakan sisa waktu pelajaran ini untuk berlatih menghadapi lomba esok hari’’ kata Bu Lala mengakhiri pelajaran siang.

Aku melangkah keluar kelas perlahan sambil berpikir. Apa yang harus kulakukan biar bisa menjadi pemenang lomba besok. Rasanya tidak mungkin aku menang, jika Mila ikut perlombaan. Hemm... berarti aku harus cari cara agar dia tidak bisa ikut lomba.

“Langsung pulang Non?’’tanya Pak Rodi ketika aku sudah duduk di dalam mobil.

“Eh iya Pak” jawabku kaget karena melamun.

Mobil berjalan lambat karena banyak kubangan di jalanan dekat sekolahku. Dari jauh tampak Mila sedang berjalan kaki bersama teman-teman yang lain. Tiba-tiba aku dapat ide.

“Pak Rodi, cepat sedikit Pak, aku sudah lapar pengen makan di rumah” ucapku memaksa.

“Maaf Non, di depan banyak kubangan air. Nanti bisa menciprat orang-orang yang sedang berjalan kaki” jelas Pak Rodi.

“Nggak apa-apa, Pak. Sini, aku klakson aja biar pada minggir” kataku sambil bergerak ke depan.

Tiiinnn... tinnnn... tinnn...

Mendengar klakson mobil yang tiba-tiba dan kencang, orang-orang yang sedang berjalan kaki tampak kaget dan berusaha ke pinggir. Sebagian menengok ke arah mobilku sambil mengomel, dan bahkan ada yang sampai terjatuh ke kubangan. Saat melintasinya, aku lihat orang yang terjatuh itu adalah Mila. Yess... kataku dalam hati.

Keesokan harinya, di lapangan sekolah tampak peserta perlombaan mulai berkumpul. Aku segera ke lapangan untuk berbaris karena lomba akan segera dimulai. Aku tidak melihat Mila berada dalam barisan. Aku tidak sempat bertanya kepada temanku lainnya, karena ingin berkonsentrasi dalam lomba. Lomba berlangsung dengan seru. Seperti harapanku, aku berhasil mencapai garis finish pertama kali. Ya, aku berhasil menjadi pemenang dalam perlombaan lari kali ini. Yeayyy...

Sampai perlombaan berakhir, aku tidak melihat Mila. Akhirnya aku bertanya pada Jeni.

”Jen, Mila kenapa nggak ikut lomba?’’ tanyaku.

“Katanya sepatunya terciprati kubangan air. Kemarin ada mobil yang membunyikan klakson tiba-tiba jadi dia kaget terus sepatunya basah deh’’ cerita Jeni panjang lebar.

“Ooh...’’ kataku singkat.

Di sudut lapangan aku melihat Mila, ia tampak sedih. Tapi aku langsung membuang pikiran itu dan berlari keluar sekolah untuk pulang. Aku langsung menuju ke mobil. Di dalam mobil aku merasa nggak enak sama Mila. Aku bingung harus bagaimana? Begitu sampai di rumah, aku langsung curhat ke Mama. Aku ceritakan apa yang terjadi padaku dan tentang perasaan itu.

“Ma,tadi aku lomba Ma, terus aku menang’’ ucapku agak lesu.

‘’Wah.. anak mama hebat, tapi kok lesu begitu, ada apa? Kamu punya masalah?’’ tanya Mama.

“Begini Ma. Pulang sekolah kemarin saat aku naik mobil, aku sengaja pencet klakson kencang-kencang”, aku mulai bercerita.

“Kok sengaja? Memangnya ada apa?” tanya Mama heran.

“Iya Ma, aku sengaja... sengaja biar Mila kaget” ujarku.

“Lho, kenapa dengan Mila?” tanya Mama masih keheranan.

“Waktu keluar dari sekolah aku melihat Mila lagi berjalan kaki. Di depannya ada kubangan air kotor. Mila kaget dengar suara klakson mobil, jadi dia terjatuh ke kubangan air, sepatunya basah. Itu semua sengaja aku lakukan Ma, biar dia nggak bisa ikut lomba lari hari ini. Kalau dia ikut lomba, aku pasti kalah, karena dia lebih jago dari aku. Aku ingin jadi juara, Ma” ungkapku panjang.

“Lalu sekarang setelah menang, apa yang kamu rasakan?” Mama bertanya.

“Awalnya sih aku senang... Tapi setelah melihat dia bersedih, aku menyesal Ma” ucapku terisak.

“Kamu sudah meminta maaf padanya belum?’’ tanya Mama.

“Belum Ma, aku takut sekali. Aku takut Mila tidak mau berteman denganku lagi’’ ucapku sedih.

“Kamu harus meminta maaf kepada Mila, juga menceritakan kejadian yang sebenarnya. Kamu harus berani mengatakan kebenaran, jujur, walaupun bisa jadi Mila marah kepadamu. Mama tau kamu takut, tapi ketahuilah jujur itu lebih baik’’ ujar Mama menasehatiku.

“Emm... baiklah Ma, besok aku akan bicara padanya’’ ucapku sambil berusaha untuk tersenyum.

Mama pun ikut tersenyum.

Keesokan harinya saat tiba di sekolah, aku melihat Mila sedang membaca buku pelajaran. Aku segera menghampirinya.

“Mila, aku mau ngomong sama kamu, aku mau jujur” ucapku sambil menundukkan kepala.

“Kamu mau ngomong apa? Ngomong aja nggak papa kok’’ucapnya sambil tersenyum.

“Baiklah. Kamu tahu nggak, sehari sebelum lomba lari sebenarnya aku sengaja menciprati sepatumu dengan kubangan air” ucapku menunduk.

“Oohh...” Mila memandangku kaget.

“Maafkan aku Mila. Aku ingin sekali menang lomba lari. Tapi sekarang aku sungguh menyesal karena berbuat yang tidak baik kepadamu. Aku harap kamu mau memaafkanku” ucapku panjang lebar.

Sesaat Mila terdiam, tertegun. Lalu dia berkata kepadaku.

“Iya, aku maafkan kamu” ucapnya tersenyum.

“Sungguh kamu mau memaafkanku? Kamu masih mau berteman denganku?” tanyaku tak percaya.

“Iya, aku tetap mau menjadi temanmu. Tapi kamu tidak boleh mengulangi seperti itu lagi ya’’ ucapnya sambil tersenyum manis padaku.

“Iya, makasih ya kamu sudah mau memaafkanku. Kamu memang temanku yang paling setia’’ ucapku sambil memeluknya.

“Kamu juga temanku yang paling baik. Terimakasih sudah mau menjadi temanku Lena’’ ucapnya berkaca-kaca.

“Iya sama-sama Mil, i love you so much’’ balasku sambil terisak.

“I love you too Lena’’ ucapnya ikut tersenyum.

Ternyata Mama benar, JUJUR ITU LEBIH BAIK.

----------------------------------

Thanks Teman-teman yang sudah membaca cerpenku, Aku minta maaf kalau ada kesalahan didalam cerita ini. Waalamu'alaykum ๐Ÿ˜˜

~ Salam Hangat Kays ~

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagusss ceritanya (โ‰งโˆ‡โ‰ฆ)/ (โ‰งโˆ‡โ‰ฆ)/

02 Oct
Balas

Makasih

02 Oct

Waaah... Cerita nya bisa menginspirasi Orang yang sering berbohong

02 Oct
Balas

semangat terus ya!!

02 Oct
Balas

Insya Allah

02 Oct

kereeen kak

04 Oct
Balas

makasih dikk :)

06 Oct



search

New Post