Duduk Di Jendela Dan Melihat Dunia (New) Bab. 1 (Kampung)
Bab. 1 (Kampung)
Kabut tebal bagai permen kapas membungkus kampung, burung burung berkicau tanpa henti, suara ayam hutan yang berkokok terdengar nyaring. Pagi ini, bukan pagi yang cerah, sinar matahari tak mampu menembus tebalnya kabut pagi. Aku sedang bersiap ntuk berangkat sekolah, mengenakan kaus kaki putih dan seragam merah putih. Setelah siap, aku membangunkan Ali dan Lisa, tak mudah membangunkan mereka berdua. “Bangun! Jam piro iki? (bangun! Jam berapa ini?)” aku menarik kaki Ali berkali kali, berusaha membuatnya jatuh dari kasur, tapi tidak berhasil. Aku menghembuskan napas sebal, kalau ia tidak segera bangun, nanti aku dimarahi Mak’e.
Aku berpindah ke kamar Lisa, “Lisa!” baru saja aku memanggilnya, Lisa sudah membuka pintu duluan, ia tersenyum jemawa. “Lisa sampun tangi Mbak (Lisa sudah bangun Mbak,” kata Lisa dengan senyum jemawa. Lisa keluar Seragam merah putih, kaus kaki hitam, dan rambut disisir, ia sudah siap berangkat sekolah. Tidak biasanya ia bangun pagi, biasanya Lisa sudah mirip beruang yang sedang hibernasi di musim dingin setiap pagi. Baiklah, aku beralih ke kamar Ali, Ali sudah selesai sholat kelihatannya. Ia sedang melipat sarung.
Aku beranjak dari kamarnya, berjalan menuju ruang makan, membantu mamak menyiapkan piring piring, meletakkan mangkuk berisi sayur bening, menyiapkan air putih, dan berbagai kesibukan di dapur lainnya. Ali dan Lisa bergabung di meja makan sebelum dipanggil, pagi ini tidak buruk, Bapak juga sudah bergabung dan makanan juga sudah siap. Mak’e juga sudah meletakkan piring berisi tempe goreng. Kami sekeluargapun sarapan bersama.
“Mak’e, Bapak, kami berangkat sekolah dulu, assalamu’alaikum,” pamitku dan adik adik. Aku berangkat sekolah seperti biasa, tapi aku berjalan lebih lambat dari biasanya karena kabut, kabut membuat jarak pandang semakin pendek. Lisa saja sudah tersandung batu tiga kali karena tidak memperhatikan jalan. Akhirnya aku tiba di sekolah, anak anak banyak yang baru datang. Seseorang menyenggol ku, “siapa tadi yang menyenggolk?!” tanyaku sebal, Lisa dan Ali sudah bergabung dengan teman teman mereka, aku menolehke belakang. “Sopo yo? (Siapa ya?)” aku kenal suara itu, amat kenal, dengan segera aku menyubit tangan anak dibelakangku. Itu suara Naya, sahabatku.
“Loro (sakit!)” kata Naya, “makanya jangan jail!” kataku sembari meninggalkannya, “eh? tunggu Li!” Naya lari terbirit birit mengejarku. Kami berdua masuk kelas. Akhirnya, lonceng sekolah dipukul oleh Kakak kelas 6. Aku segera duduk rapih, dan menunggu Pak Ilham datang.
***
Pukul 14.00, sekolah bubar, aku segera pulang kerumah. Lisa dan Ali sudah pulang pukul 12.00 tadi, karena mereka masih kelas 3 dan 1. Aku segera pulang kerumah, berlari kecil, dari tadi perutku sudah teriak teriak minta diisi. “Assalamu’alaikum,” aku mengucap salam sebelum masuk rumah, lalu segera masuk kekamar, ganti baju lalu bergabung dimeja makan. Mak’e sedang istirahat, nanti setelah sholat ashar Mak’e harus berangkat lagi ke ladang, Bapak juga.
Setelah makan siang, aku kembali ke kamar dan mengerjakan PR dari Pak Ilham. Pengerjaan PR ku terputus karena sholat Ashar, lau kembali mengerjakan. “Mbak,” Ali mengetuk pintu kamarku sembari memanggilku, “masuk,” “Mbak, Mbak Lisa tadi di jemput Mbak Fifi, katanya mau belajar kelompok,” Ali menjelaskan, “lalu?” “Mbak Lisa kerumah Mbak Fifi, katanya tolong kasih tau Mbak Lia,” aku mengangguk dan melambaikan tangan, menyuruh Ali pergi.
Mak’e sudah berangkat ke ladang setelah sholat ashar tadi, jadi kalau adik adikku akn pergi harus melapor padaku. Setelah selesai mengerjakan PR, aku bergegs kerumah Fifi, sudah pukul 5, Mak’e sebentar lagi kembali dari ladang. Kalau Lisa belum juga pulang saat Mak’e sudah pulang, akulah yang dimarahi. Aku segera beranjak dari duduk, berjalan keluar dan mencari Lisa. “Lia! Arep neng endi? (Lia! Mau kemana?)” “njemput Lisa neng omahe Fifi! (Menjemput Lisa dirumah Fifi!)” jawabku, tadi itu Kirana, teman sekelasku.
“ Tok tok tok! Assalamu’alaikum, kulo nuwun! ( permisi)” aku mengetuk rumah Fifi, lenggang, tidak ada siapapun driirumahnya. Sudah ku duga! Lisa pasti tidak belajar! Batinku, Lisa memang selalu begitu. Entahlah, adik adikku terbalik, Lisa lebih menyebalkan dari pada Ali. Aku segera berlari menuju sungai dekat kampung. Berjalan dijalanan berbatu yang basah karena hujan, becek, dan licin. Kanan dan kiri jalan ini dipenuhi pohon pohon menjulang tingi bagaikan gedung gedung tinggi di kota provinsi.
Aku tidak bisa sembarangan lari dijalan ini, seprti yang kubilang tadi, licin, becek, dan sempit. Sinar matahari pelan menghilang, langit berubah warna menjadi biru muda, sinar matahari sudah mulai menghilang. Di daerah pegunungan, kami tidak bisa melihat cahaya jingga saat matahari terbenam. Akhirnya aku sampai di sungai itu, aku menoleh kekanan kekiri, tapi tidak menemukan Lisa.
Hana lewat didepanku, ia adalah teman sekelas Lisa. “Set!” aku memegang tangannya, “kenapa Mbak?” tanya Hana, “Lisa mana?” “tadi Hana lihat Lisa berjalan ke ararh kebun disana,” jawab Hana, aku melepaskannya. Aku bergegas ke kebun kopi yang ditunjuk Hana, berputar putar didalam kebun, tidak peduli ada ribuan nyamuk siap menghisap darahku. Tapi tetap saja aku tidak menemukan Lisa.
Anak itu dimana sih! Selalu saja begini! Aku menggerutu, awas saja kalau sudah ketemu!. Akhirnya aku keluar dari kebun, berjalan cepat menuju hutan dekat kampung, mungkin saja Lisa disitu! Aku memasuki hutan, segera mencari anak itu. 15 menit mencari, akhirnya aku melihat punggung nya, aku segera berjalan kearah anak itu dan menarik tangannya.
“Eh?! Mbak Lia,” Lisa kaget melihat wajahku, “bali (Pulang!)!” aku berseru sebal, menarik tangannya.
Aku berjalan secepat mungkin, dibelakangku, Lisa berusahamengejarku. Tepat, saat azan maghrib berkumandang, salam terucap dari bibirku. “Lisa! Lia! Jam piro iki?! (Jam berapa ini?!)” sudahku duga, Mak’e sudah siap memarahi kami sejak tadi. Aku menjelaskan semuanya, tetapi tetap saja aku kena getahnya. Menyebalkan! Omelan Mak’e mirip kereta api! Panjang sekali!
Aku dengan cepat melupakan kejadian itu, sudah biasa terjadi. Tetapi, kejadian kejadian menyebalkan seperti itu, akan terus kukenang. Sampai kapanpun.
Tamat bab 1 nya.
Assalamu'alaikum semua!
Ogenkidesuka?
Alhamdulillaah Bab 1 selesai.
dan aku mau ngucapin, welcome to sasisabu untuk yang baru masuk!!
And thank you udah baca cerpen atau novelku!
Arigatogozaimashita!
bye!
je matane!
wassalam!
Salam: Fatimah Aida
maaf banyak typo
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cemunguttt bagus bagttt
arigatogozaimashita! Okokk
sadar gak? ceritanya mirip tereliye
tereliye sih apa??
Ehe, iya mirip, aku fans nya tere liye. Mirippp
Kamu fans nya? Waaah sama, mirip sama buku Eliana, Ato Bidadari surga
Tereliye itu nama penulis terkenal ca
Iyaa, aku suka Eliana, Eli kereeen! sama kaya aku anak sulung hehe
sm, ku jg anak sulung
Sama kita shaa
oke oke aku dah tahuu
Sip
keisha mah bukan anak sulung
Keisha bukan anak sulung? enaak banget, nasib jadi anak sulung TwT
aku juga suka tere liya
Waw banyak fans tere liye ternyata disini
bagus lanjutt...
Thank you Caeraa
Masama..^_^
Bagus bgt keren sumpahh >_< Lanjutin yaa
Hihiii makasih kak asiyaaah! Okok, insyaallaah besok q lanjutin, atau lusa. soalnya banyak ceritanya
iyaa km dpet ide dri mna?
Gara gara baca novelnya Tere Liye wkwkwk. Tapi kalo tere liye kan cuma sampe dia sukses, nah aku mau tulis rintangan rintangan waktu si Lia sukses.
Ohh bagus lahh semangat terus yaa
Arigatogozaimashita Kak Asiyaah
u're welcome
Paham ya ak ngomong apa?
paham lahh
wkwwkwkk. K ak wa kk ya
wkwwkwkk. K ak wa kk ya