Fatimah Aida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Duduk Di Jendela, Dan Melihat Dunia. Bab 4

Bab 4 (Rumah Baru)

“Noora...” suara lembut menyebut namaku, aku menoleh, “Bunda? Aisha? Teman teman?” aku tercengang melihat mereka semua yang mengenakan baju kembar berwarna putih. “Bunda dan teman teman pamit ya...” pamit? Kemana? Apa maksudnya? Aku sama sekali tidak paham! “Pamit? Maksudnya?” aku bertanya balik, Bunda hanya tersenyum. “Sabar ya nak...” sabar? Apa maksudnya? “Noora, aku akan menyusul orang tua ku...” deg! Apa? M.. menyusul? Berarti... tidak mungkin! “Kamu bicara apa?” terlambat... Bunda dan Aisha sudah terlanjur terhisap ke dalam sebuah pintu indah nan megah, aku berteriak, dan menangis...

“Aisha! Bunda!” aku terbangun, “ada apa Noora?” Tente Intan bertanya, aku menggeleng, “kau mimpi buruk?” aku tersenyum lalu menggeleng. “Tante,” akhirnya aku bersuara setelah beberapa saat diam, “boleh cari kabar tentang anak bernama Aisha yang kemarin ku ceritakan?” Tante Intan mengangguk lalu segera mencari informasi tentang Aisha.

“Noora, sabar ya...” apa lagi ini? Tante Intan muncul di depan pintu, “ia tidak bisa di selamatkan...” deg! Tembus sudah pertahanan terakhirku, aku menangis, “jangan bercanda Tante, lain kali saja bercanda nya...” aku terus menangis. sekarang aku sudah tidak punya siapa siapa. “Tante tidak bercanda sayang...” Tente Intan masih terus menenangkanku.

Hatiku hancur lebur, sekarang aku punya siapa? Aku punya siapa? Aku sebatang kara! Aku tidak pernah sesedih ini. Tiba tiba teringat momen momen bersamanya, ketika kami masih bisa tertawa bersama, ketika ia masih di sampingku. Kenapa? Kenapa? Kenapa ini terjadi? “Noora, hidup memang seprti roller coaster. Kadang senang, kadang susah. Tapi, percayalah, setiap kesusahan pasti ada maknanya” aku menoleh, kalimat bijak Tente Intan membuatku berhenti menangis sesaat.

Aku diizinkan melihat jasad sahabatku. “Sampai jumpa Noora! Jangan lupakn aku,” Saat aku melihat jasadnya, seakan ia mengatakan hal itu. Sudah yang seper seribuan kali air mataku mengalir dan kini, lagi, setelah menyolatkannya. Aku langsung masuk kedalam kamar, menangis kembali. Hingga akhirnya aku tertidur.

“Noora! Aku tidak ingin membuatmu sedih, tetapi ini sudah menjadi takdir. Kuat ya!” Aisha menyentuh tanganku lembut, aku mengangguk dengan air mata yang terus mengalir. Hingga akhirnya ia pamit lagi, kenapa? Karena.... karena... ini hanya mimpi.

***

Sudah 3 hari aku di rumah sakit, aku sudah diizinkan pulang, Tante Intan mengajakku pulang. “Noora,” aku menoleh, “kenalkan, ini Om Reza, suami Tante” aku tersenyum. “Salam kenal Om! Nama saya Noora,” aku memperkenalkan diri, “Noora? Nama yang indah!” pujinya, aku tersenyum malu malu.

“Noora, kamu tinggal sama Tante sama Om ya?” aku mengangguk, tidak masalah. Aku measuki mobil BMW Tente Intan, aku baru pertama kali menaiki mobil BMW. Tiba tiba, perutku terasa mual, lalu kepalaku pusing. “Ada apa Noora?” Tente Intan bertanya, lalu aku bilang kalau aku merasa mual, “Mungkin karena atap mobil ini pendek,” kata Tente Intan.

Akhirnya aku sampai di rumah mewah Tente Intan, rumahnya memiliki 2 lantai, atas dan bawah. Garasi besar Tente Intan penuh berisi mobil mobilnya yang tersusun rapih, aku menatap takjub rumah ini. Rumahku dulu tidak sebagus ini, saat aku tinggal dengan orang tuaku.

“Ayo masuk Noora!” Tente Intan memecah lamunanku, aku mengangguk, tersenyum malu malu mengikuti Tente Intan yang bergegas masuk ke dalam rumah. Aku tercengang, ruang tamunya saja sebesar dapur dan ruang tengah panti asuhan. Tente Intan mengajakku masuk ke dalam ruang keluarga yang sangat besar, lalu ia menunjukkan kamarku.

Kamarku berada di lantai 2, bercat putih, ada sebuah kasur dengan ranjang bercat putih, sebuah lemari berwarna putih, sebuah pendingin ruangan/AC, dan sebuah meja rias berwarna coklat. Aku terkagum kagum dengan kamar ini. Tente Intan tersenyum melihatku, “Noora, kamu istirahat dulu ya,” kata Tente Intan. Aku mengangguk lalu Tente Intan dan Om Reza pamit dan pergi ke kamar mereka.

Saat ini, aku bingung, sudah jam 4 sore dan aku harus mandi. Aku pakai baju apa? Saat di rumah sakit aku menggunakan baju dari donasi orang orang, dan baju baju itu sengaja tidak di bawa oleh Tente Intan, entah kenapa. “Noora, bajumu tidak dibawa kan?” Tente Intan tiba tiba muncul di depan pintu, aku mengangguk. “Buka saja lemari mu!” aku bingung, segera membuka lemariku.

Dan... wow! Baju baju sudah tertata rapih didalam lemariku, sudah ada jilbab juga, aku tercengang. Lalu aku berterima kasih kepada Tente Intan, dan... tentu saja! Aku segera mandi. “tok tok tok!” suara ketukan pintu terdengar, aku segera membuka pintu, ternyata Tente Intan. “Noora, kita kebawah yuk!” aku mengangguk dan mengikuti Tente Intan berjalan menuju ruang keluarga.

Ternyata Om Reza sudah menunggu di sofa di depan tv, “Noora, ada yang ingin Om dan Tante bicarakan,” aku menoleh. “Mulai saat ini, kamu panggil Om dan Tante Mama dan Papa ya?” apa? Aku tidak salah dengar kan? Tidak ada pilihan lain selain mengangguk. Wajah Mama dan Papa terlihat sangat bahagia, Mama menitikkan air mat, terharu.

“Sudah lama kami menikah, tetapi belum memiliki anak, akhirnya ada yang memanggil kami Mama dan Papa” begitu cerita Tente Intan, eh maksudku Mama. Malam yang dingin, kami sedang makan malam. Selama di panti asuhan, aku tidak pernah makan sebanyak ini. Tiba tiba, teringat setiap makan malam Aisha selalu mengajkku makan malam. Tetapi, kali ini tidak ada yang mengajakku makan malam.

Aku tidak bisa berhenti memikirkannya, kenapa kamu pergi secepat ini Aisha? Kamu kan masih muda, bagaimana dengan impianmu menjadi seorang detektif hebat? Apa kamu tidak akan mewujudkannya? Ah sudahlah! Terlalu sering memikirkannya membuatku sedih.

Aku, Mama dan Papa makan malam di ruang makan. “Noora,” aku menoleh, “boleh ceritakan sedikit tentang dirimu?” aku mengangguk. “Bagaimana bisa kamu berada di panti asuhan? Apakah Ayah dan Ibumu meninggal? Atau bagimana?” akupun menceritakan kejadian 4 tahun silam.

“Saat itu, Noora sedang berjalan jalan di mall bersama Ayah dan Ibu. Kami berkeliling seperti biasa, lalu kami makan malam di sebuah restoran. Lalu kami berjaln pulang, saat itu pukul setengah 9 malam, mall sudah mau tutup. Ayah dan Ibu mampir sebentarke toko baju, dan saat berada di toko baju Noora bermain main, berlari lari, masuk kedalam baju baju. Lalu Ayah dan Ibu mengajak Noora pulang, Noora mengikuti mereka, sayang sekali... Noora tergiur mainan sehingga tidak memerhatikan Ayah dan Ibu. Ayah dan Ibu juga tidak memerhatikan Noora.

“Lalu saat Noora menoleh, tidak ada siapa siapa. lalu Noora keluar dari mall,berjalan tidak melihat arah,hingga akhirnya sampai di sebuah halte bus. Disana Nooraa bertemu Bunda, lalu Bunda membawa Noora ke panti asuhan dan Noora tinggal di sana.” Aku menceritakan semua nya panjang lebar. Mama dan Papa mengangguk angguk paham.

Bersambung....

Assalamualaikum semua! Makin lama makin ga nyambung sama judulnya ya? aku nyadar sih kok jadi ga nyambung wkwkwk.

Tapi tenang, nanti insyaallaah nyambung kok.

Maaf ya aku post segini dulu karena, belum selesai. tangan aku pegel.

Dan... kisah Noora jelek ya? kalo jelek aku ga post disini, tapi kalo bagus aku post.

Jawab di kolom komentar ya!

jangan lupa follow dan bagikan kisah ini!

Bye!

Salam: Fatimah Aida

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus kooo

13 Jan
Balas

Makasiih

13 Jan



search

New Post