Faiza Karimatuz Zahida

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Dengki - Persidangan sengit (8)

Dengki - Persidangan sengit (8)

“Saya putuskan bahwa sidang bapak akan diundur seminggu. Tok, tok, tok.” hakim itu kembali megetok palu.

“Tidak” terlambat sudah, hakim itu sudah mengetok palu.

“Maaf pak, tapi saya sudah mengetok palu. Jadi bapak harus pergi."

“Bohong! Kau tidak lelah! Sama sekali tidak! Anda pasti menghentikan sidang ini karena ingin berunding kembali dengan orang yang melaporkanku. Lalu membuat rencana baru. Aku tahu kalau kau berbohong! Memangnya kau kira aku tidak lelah apa?!”

Persidangan kembali berlangsung sengit.

“Apa kamu tidak tahu siapa yang sekarang berada di hadapanmu? Aku ini miliader! Artis terkenal! Pengusaha! Pembisnis! Apa kamu berani denganku? Sampai segitunya kamu menuduhku bersalah! Bahkan kau hendak memenjarakanku setahun.”

“Kau pasti disogok kan? Kau pasti disogok oleh orang yang melaporkanku kan? Kau pasti bersekongkol dengan orang yang melaporkanku kan? Jawab! Jawab! Jika tidak, aku akan menyita rumahmu dan seisinya!” Ancamku.

“Bagaimana kau bisa menyitanya. Kau kan bukan bekerja di bidang seperti itu. Heh! Kamu tidak bisa mengancamku begitu saja.” Hakim itu meremehkanku.

“Bisa saja hal itu kulakukan. Karena aku mempuyai teman yang bekerja dibidang itu. Mudah saja kalau aku meminta dia untuk menyita rumahmu dan seisinya. Karena dia benar-benar memercayaiku. Dan juga teman dekatku.” Wajah hakim itu yang awalnya senang berubah menjadi sangat cemas.

“Ba... baik... baiklah. Saya akan memberitahukan semuanya kepada bapak.” Hakim itu lalu menceritakan semua yang kuminta kepadaku.

Hmm... mudah sekali memperdayai orang ini.

“Untuk itu saya memutuskan untuk tidak memenjarakan Bapak Abdul terimakasih. Maka, persidangan ditutup. Tok, tok, tok.” Hakim itu mematok palu.

Aku pergi keluar sendiri dari ruangan persidangan. Para hakim dan saksi hanya menatapku dengan heran. Lalu aku menerobos para wartawan-wartawan yang berkumpul persis di depan pintu ruangan pengadilan, yang hendak menanyaiku macam-macam. Wartawan ya, wartawan. Mereka tetap membututiku sampai aku berjalan keluar dari area kantor pengadilan.

“Berhenti! Pergi kalian semua wartawan-wartawan! Aku tidak ingin ditanya-tanyai!” Aku menghardik mereka. Seketika, mereka pun berhenti membututiku.

Bagus! Aku lalu memberhentikan taksi kemudian memasukinya.

“Ke Hotel Nold.” Taksi melesat dengan cepat menuju tujuan yang kukatakan kepada sopir taksi.

Sesampainya di Hotel Nold, aku memberikan selembar uang seratus ribu kepada sopir taksi. Sopir taksi itu menerimanya dengan mata berbinar-binar. Karena mendapatkan bayaran yang sangat tinggi padahal hanya mengantarku sejauh 5 kilometer.

Biasanya, 30 kilometer untuk harga seratus ribu. Dan saat sopir taksi itu hendak menyerahkan uang kembalian, aku sudah melangkah memasuki hotel nold. Habisnya aku lagi gak punya uang kecil...

Setibanya di kamar hotelku, aku langsung tertidur. Persidangan sengit di kantor persidangan itu benar-benar menguras tenagaku. Apalagi, sidang itu berlangsung saat tengah malam hingga siang hari mendatang.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post