Chapter : Prolog "TWINS [?] : Telepati tak pernah mati"
Berkisah tentang sang lara
Tengah berbagi kenang dan cerita
Yang telah termakan masa
Sambil mencoba menghapus luka
“Pikaa! Becal nanti kita theneng thama thama yaa?”.
“haluth dong, Pilaa”
-TwInS-,
.> 86 105 75 97
Tentang sebuah angan yang melanglang buana. Dengan harapan sebesar semesta. Dengan keinginan seluas angkasa. Dan impian yang penuh manik berwarna layaknya antariksa. Umpama kecil tentang satu jiwa antara kedua pemilik raga. Satu jiwa yang terbagi dua tidak sepenuhnya sama, bahkan sering saling membelakangi. Namun hal besar yang sama-sama dimiliki masih ada, dan tersimpan dalam sebuah tali telepati yang tak pernah mati.
Akan tiba tepat saat dimana diantara kedua raga berdiri pada ambang pintu hidup dan mati. Tidak ada salah satu darinya untuk mengalah menggantikan posisi. Sama-sama beradu untuk mengorbankan diri, karena saling menyayangi. Namun pada akhirnya, tetaplah yang terpilih dan yang sudah di garistakdirkan lah yang akhirnya masuk kedalam pintu kematian. Dan satu yang lainnya, dengan berat hati harus merelakan.
Bersamaan dengan itu tali telepati kehilangan pembawa salah satu ujungnya. Kisah yang bersaksi bisu sang telepati harus berhenti dan menjadi sebuah pahit manis kenangan dalam sang renjana.
.> 118 73 83 65
Nyatanya ini bukan salah Tuhan yang mentakdirkan, siapa yang harus meninggalkan dan kehilangan, namun salah pada yang tidak bisa menerima kenyataan. Hanya terlalu takut merelakan, namun pada akhirnya tetap saja kehilangan. Bukan kejadiannya yang terlalu mengiris hati, hanya tidak terlalu mengerti. Bukan salah keadaan yang menghancurkan, namun tidak ingin menerima takdir yang telah diberikan.
Kini kisahnya telah berubah dan bahkan berakhir menjadi sebuah kenangan. Cerita lisan yang telah tertoreh, serta harapan keinginan dan impian yang tersusun telah hilang dan sirna, namun tidak lenyap dengan sia-sia. Karena sang memori masih berbaik hati untuk membawa dan menyimpannya dalam frasa kenang sang semesta. Mau bagaimana lagi? Tidak ada yang bisa disalahkan, karena takdir terus berjalan tanpa menjeda langkahnya.
Lantas, siapa yang harus bertahan dan siapa yang harus meninggalkan? Sepasang kembar membagi satu jiwa untuk dua raga, tapi jiwa sang kembar tak pernah berdusta soal takdirnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar