BAGIAN 1
BAGIAN 1
MALAM ITU
Keheningan malam selalu menghadirkan berjuta kesan didalamnya, bejuta rindu atas kesannya, berjuta dendam dan kebencian pula didalamnya. Malam selalu berhasil membuat berjuta jiwa larut bersamanya, larut akan keheningannya, larut akan kedamaiannya, tanpa malam siang akan selalu terasa hingar bingar, tanpa malam siang akan tetap terkesan begitu biasa saja. Namun dengan malam, dengan keheningannya, dengan kedamaiannya, semua akan menemukan sebuah titik tumpu untuk menenangkan segenap jiwanya, dengan malam. Dengan malam berjuta jiwa dapat menenangkan hatinya larut bersama tangisnya, larut bersama doa-doanya, larut bersama sejadahnya atas kecintaan terhadap rabbnya.
Malam yang senyap disuatu perkampungan disudut desa situhiang cianjur bagian selatan. Namun dimalam yang sangat damai ini sepasang bola mata mungil tidak dapat dipejamkan, tidak dapat dilarutkan bersama kedamaiannya. Matanya tetap terjaga padahal seharusnya seusianya, bola mata mungil itu sudah terpejam. Mungkin karena terdapat kericuhan yang menjadikan suasana dimalam damai mencadi mencekam. Dia tidak dapat memejamkannya, dia hanya bisa terduduk di pojokkan kursi ditengah rumah. Di selimuti perasaan yang tak menentu, di dampingi tanda tanya yang menyeruak dalam dadanya. Mengapa terjadi kericuhan dimalam yang tenang. Yang seharusnya semua orang terlelap dan larut didalamnya.
Ketika dia sedang berdiam duduk dipojokkan kursi itu, tiba-tiba sebuah benda jatuh tepat dihadapannya, pecah dan berantakan. Menjadikan suasana kericuhan dimalam yang tenang itu semakin menggempakan perasaan pemilik sepasang bola mata mungil itu.
Pecahannya hampir saja mengenai wajahnya karena benda yang dilemparkan adalah sejenis gelas kaca. namun simungil tidak terkena pecahan itu karena seorang wanita bermata teduh berusaha untuk melindunginya dari pecahan benda berbahaya itu. Diangkatlah tubuh simungil oleh wanita itu, digendongnya menuju keluar dari tempat yang menecekam itu. Tempat yang mana dahulu adalah tempat saling melempar tawa bahagia. Berkumpul bersama dan segala bentuk kebahagiaan didalamnya, namun kini tempat itu terasa asing dimata simungil. Bukan ketenangan yang didapatkan simungil pada malam itu.
Datanglah kantuk di matanya tak terasa ia sudah pulas dipangkuan ibundanya. Meski ia tertidur masih menggenggam segudang tanya, apakah yang terjadi di malam itu?.
***
Pagi selalu menampakkan keindahan lewat sinar mentari, lewat kicauan burung, lewat embun dan udara sejuk bersamanya. Pagi selalu berhasil membuat berjuta jiwa bersemangat untuk menyambutnya, berhasil membuat berjuta jiwa menunggu kehadirannya. Namun tidak sedikit juga yang menyambutnya dengan keraguan dan ketakutan. Pada pagi ini ada sebuah raga yang merasa bahwa pagi ini tak sama dengan pagi-pagi miliknya sebelumnya, dia tersadar bangun tidak tepat waktu, dia terlambat ke sekolah, dia sudah benar-benar terlambat. Entah mengapa dia merasa sangat lelah padahal aktivitasnya hanya bermain dan belajar saja. Dia baru tersadar bahwa dia sedang berada dirumah neneknya.
“Ibu,” panggilnya.
“Tunggu dek, ibumu lagi kekamar mandi,” sahut nenek.
Dia mengahampiri neneknya yang sedang berada didepan sebuah panci penggorengan.
“sini dek, nenek lagi masak nasi buat kamu.”
Sambil memeluknya dengan sangat erat, ditatapnya wajah sang nenek yang sudah menua, disusudut matanya terdapat cairan bening yang hampir menetes bersama ucapan-ucapan lembutnya yang ia turturkan kepada sang cucu tersayang.
“Jadi anak yang solehah ya sayang, jadi anak yang sukes dan bisa membahagiakan orang tua dan keluarga, jadi anak yang berhasil dunia dan akhirat, jangan jadi anak yang nakal ya, gapain cita-citamu stinggi apapun itu,” Tutur neneknya.
“iya nek” balasnya.
Tak lama kemudian nampaklah seorang wanita paruh baya pemilik mata teduh dan berparas ayu menghampiri dua orang yang tengah larut dalam obrolan sepasang cucu dan neneknya. Namun pagi ini ada yang berbeda pada matanya yang teduh itu, sembab kuyu dan nampak jelas kesedihan yang hampir tumpah dan tak tertahan.
“sini sayang”.
Dia menghampirinya dan duduk diatas pangkuannya.
“jadi anak solehah ya, jangan nakal, jangan macam-macam, sekolah dan belajar yang rajin” ujarnya.
“iya ibu” jawabnya.
Siang itu dia kembali bersekolah seperti biasanya, selain mengenyam pendidikkan formal dia juga mengenyam pendidikan non formal di siang hari. Seperti biasanya dia bertemu dengan teman sebayanya bercerita banyak hal tentang betapa serunya permainan baru yang mereka temukan tentang berbagai cita yang dialami mereka masing-masing. Teringatlah dia tentang ceritanya pada malam itu, kembali dalam hatinya menghadirkan segudang tanya, kembali mengahdirkan bayangan-bayangan mencekam dimalam itu. Ia teriangat sesuatu, ayahnya. Ia terngat ayahnya dimana, mengapa ia tidak ikut bersamanya dan ibunya menginap dirumah nenek. Mengapa hanya dia dan ibunya saja yang ada disana. Pikirnya mungkin ayahnya pergi, dan sedang bekerja.
***
Waktu pulang pun telah tiba ia pulang menuju rumah neneknya, teringat pesan ibundanya jikalau nanti pulang kerumah nenek saja tidak usah pulang kerumahnya. Sesampainya dirumah nenek
“Assalamualaikum bu, nek, kek, aku pulang” .
“waalaikumsalam” sahut nenek.
Ada seseorang yang tak ia temukan dirumah neneknya ketika dia pulang,
“ibu mana nek?” akhirnya dia melontarkan tanyanya. Ibunya sedang pergi kerumah saudaranya dicianjur kota.
***
Dia tak pernah mengira sebelumnya ternyata ibunya pergi begitu lama meninggalkannya bersama nenek dan kakeknya. Dia sering menanyakannya kepada neneknya perihal ibundanya, namun jawaban neneknya tetap saja sama seperti pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Berminggu-minggu dia pun terus-menerus menanyakan kabar kedua orang tuanya setelah malam yang mencekam itu.
”Sebenarnya ada apa ini?”.
Pertanyaan yang terus melekat dipikirannya. Sejak malam itu semua suasana dirasanya berbeda. Kini ia tinggal bersama kakek dan neneknya, neneknya yang selalu menyiapkan berbagai kelengkapan dan kebutuhan yang ia perlukan. Tak ada tawa bersama orang tuanya, kini hanya sepi yang dia rasa bersama kesendiriannya disudut desa di Cianjur bagian selatan yang sama sudutnya seperti apa yang tengah dia rasa.
***
Dua tahun dia lalui, tinggal bersama nenek kakeknya dengan keadaan yang sederhana, jika dulu dia bersama orang tuanya, mungkin dia adalah seorang anak yang paling bahagia. dengan kedua orang tua yang selalu bersama, keadaan yang serba kecukupan, baginya sesuatu yang ia inginkan pasti terkabulkan oleh orang tuanya. Namun bersama neneknya dia harus berusaha menjadi anak yang mandiri dan tidak manja, mensyukuri segala sesuatu yang ada dan seadanya. Ya tapi dialah Ufaira Hasna, dalam namanya tercantum doa, seorang wanita cantik nan pemberani dalam segala hal terutama kebaikkan. Sesuai namanya dia harus berani dalam menghadapi apapun. Begitupun dengan keadaan itu.
Dalam dua tahun itu ia tinggal bersama neneknya. Ayahnya hanya sesekali menemuinya di waktu-waktu tertentu. Tapi terkadang di hari paling berharga bagi Ufaira, seperti kenaikkan kelas dan Ufaira selalu mendapat peringkat teratas, namun sayang ayahnya tidak mengahadirinya. Acara itu hanya dihadiri oleh nenek, kakek, dan sanak keluarganya yang lain. Begitu menyayat hati untuk anak seusia itu ketika semua teman-temannya didampingi oleh kedua orang tuanya, tertawa, dan bahagia bersama-sama menyambut kenaikkan kelas putra-putrinya. Segala persiapan, disiapkan oleh neneknya saja. Ufaira hanya bisa bergembira sebisanya bersama nenek dan kakeknya yang sudah menua. Ketika dahulu dia bisa berlibur bersama dengan orang tuanya, kini dia hanya sepi.
***
Semua pertanyaan pada malam itu telah terjawab, karena sekarang dia telah menginjak kelas 5 sekolah dasar, dimana dia sudah mulai mengerti tentang apa yang terjadi sebenarnya pada kehidupannya itu. Pada malam itu, malam yang penuh dengan tanda tanya, mengapa orang tuanya bertengkar, mengapa orang tuanya tak tinggal bersama-sama lagi. Orang tuanya telah memilih jalan kehidupannya masing-masing, mereka memilih untuk berpisah. Dan dia juga harus menerima takdirnya sebagai seorang anak broken home. Ayahnya selalu memenuhi segala kebuthan Ufaira mulai dari perlengkapan sekolah sampai sehari-hari dan juga memenuhi makanannya selama ia tinggal bersama neneknya. Namun kini Ufaira juga mengerti bahwasannya harta kedua orang tuanya tidak berati sama sekali untuk kebahagiaannya. Semuanya terasa hambar dirasanya.
“ufaira, ibu dan ayah kamu kemana? Mereka ninggalin kamu ya?, terus sekarang kamu tinggal sama nenek kamu yaa?, heh kasian banget si kamu ufaira”
Tak jarang cibiran-cibiran itu selalu dilontakan oleh teman-temannya kepadanya. Terkadang pulang sekolah selama diperjalanan dia menangis, sampai dirumah nenek pun matanya sudah sangat sembab. Namun apapun itu memang keadaannya seperti itu ufaira tidak bisa mengelak atas apa yang telah Allah gariskan padanya.
Mungkin bagi Ufaira kebahagian masa kecilnya telah tergantikan dengan perjuangan hidupnya. Neneknya selalu mengajarkan kepadanya, bersyukur atas apa yang telah Allah gariskan pada kita, karena apapun itu Allah telah menyiapkan yang terbaik untuk kita. Maka sedari kecil dia selalu bersyukur atas apa yang dialaminya dan tidak dialami oleh teman-temannnya yang lain. Sedari kecil dia sudah belajar mandiri, sedari kecil dia sudah belajar bagaimana menajdi seseorang yang penyabar mengahadapi segala cobaan yang menimpanya. Semua hal itu menjadikan nilai plus untuknya.
***
Ketika dia sedang bermain di sore hari bersama teman-temannya, dia diajak untuk pulang bersama neneknya. Ternyata dia akan menjemput pulang ibunya. Setelah kejadian malam itu, disuatu hari setelahnya ibunya memutuskan untuk menenangkan dirinya diluar negeri, ibunya menitipkan Ufaira bersama neneknya selama dua tahun. Ibunya tidak bermaksud untuk menelantarkan anaknya dengan begitu saja. Dia hanya ingin menenangkan dirinya dan takut tidak bisa menghadapi kenyataan bahwasanya dia harus membesarkan buah hati tercintanya dengan sendiri saja.
Namun dihati kecil Ufaira terletak kekcewaan yang mendalam terhadap ibunya karena dia mengira ibunya meninggalkannya begitu saja bersama neneknya. Namun disisi lain ia juga sangat merindukan kehadiran ibunya. Meski ketika berkumpul, dia tidak bisa bersama-sama lagi dengan ayahnya.
“maafin ibu ya sayang”.
“Tapi ibu janjikan gak bakalan ninggalin Ufa lagi?”
“Iya sayang ibu janji gak bakalan ninggalin Ufa lagi”
“Ya udah sekarang kita pulang yuk, tapi ufa gak jadi anak yang bandel kan selama sama nenek?”
“enggak kok bu, Ufa nurutin kata-kata ibuu, Ufa jadi anak yang solehah”.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar