Al Fatimah Shofiyah Faridah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ummi Mutiaraku

Ummi Mutiaraku

Ummi Mutiaraku

Oleh: Shofiyah Syifa Mujahidah

Setiap orang pasti mempunyai ibu. Iya apa tidak? Begitu juga denganku. Aku mempunyai ibu yang biasa aku panggil Ummi. Di sini, aku akan menceritakan kasih sayang Ummi kepadaku yang tidak akan pernah aku lupakan. Karyaku ini, khusus untuk Ummi yang aku cintai.

Ummi lahir pada 24 April 1981, lahir di Jakarta. Seluruh keluarga Ummi berdarah sunda, hampir seluruh keluarga besar beliau tinggal di Jawa Barat. Walau usia Ummi sudah 40 tahun dan ingin beranjak 41 tahun, namun Ummi tetap tampak semangat seperti masih gadis.

Sejak melahirkan, bahkan sejak dalam kandungan pun, Ummi tetap menyayangiku selama-lamanya.

Siapa sih, ibu yang tidak sayang kepada anak-anaknya?

Siapa sih, ibu yang tega membuat anaknya terlukai?

Aku akan menceritakan sedikit dari banyaknya jasa yang telah Ummi curahkan padaku.

Aku anak ke-2 dari 4 bersaudara. Kebetulan, aku sendiri yang anak perempuan, sementara ketiga saudaraku berjenis kelamin laki-laki. Entah mengapa, abang dan adik pertamaku selalu memojokkanku. Kadang juga menyindirku sehingga aku merasa terpojokkan. Sepi. Tidak ada yang mengajakku bermain, temanku di rumah satu-satunya hanyalah adikku yang paling kecil dan sebuah laptop, laptop tempatku curhat dan menulis selama ini. Kadang, aku menangis di dalam kamar. Aku sedih, aku kecewa, karena tidak ada saudara perempuan yang bisa aku ajak bermain. Aku marah karena saudaraku yang lainnya malah menyindir dan memojokkanku.

Aku stres. Sampai pada akhirnya, kesabaranku sudah habis karena kedua saudaraku itu terus-terus saja memojokkanku. Kuambil sebuah kertas, pena, dan aku tuliskan surat untuk seseorang yang aku percayai. Surat untuk malaikat dalam hidupku.

Malam itu, sesudah menyerahkan surat yang aku tulis untuk malaikat hidupku, aku tidur dengan gelisah. Aku memikirkan, apa balasan surat itu nanti.

Semalaman, aku mengurung diri di kamar, dan hanya keluar ketika aku lapar. Tidak ada senyumanku sore itu.

Hingga paginya, ketika Ummi sudah berangkat ke sekolah untuk mengajar, aku dikejutkan oleh sepucuk surat di atas laptop yang ada di kamarku. “Buat: Teteh Tersayang.” Ahh, manis kata-kata itu. Aku baca perlahan, isinya membuatku menangis. Di kalimat pertama saja, sudah terbentuk sebutir air di kelopak mataku. Kalimat berikutnya, sebutir air itu jatuh, lalu di kalimat ketiga, aku menangis hebat. Bukan… isinya bukan menyakitkan. Justru menenangkan. Isi dari surat itu, menyuruhku untuk bersabar, lebih tegar, bahkan ia menuliskan kata yang ingin aku ucapkan padanya, “Teteh sayang…” Aku juga ingin mengatakan kepadanya, “Ummi sayang…” Ya, orang yang aku berikan surat memang Ummi. Ummi, mutiaraku. Surat itu membuat beban kepala dan beban perasaanku hilang. Surat itu benar-benar indah, itulah surat terindah yang pernah aku dapatkan. Rasa sesak di dada maupun di hati berangsur-angsur hilang.

Kemarin, aku curhat ke Ummi melalui surat bagaimana perasaanku selama ini ketika dipojokkan oleh kedua saudaraku. Dengan berlinang air mata aku terus membaca surat itu hingga selesai. Surat itu bahkan lebih panjang dari surat yang aku berikan pada Ummi. Ummi menyemangatiku, memujiku, dan menghiburku. Aku dapat merasakan hangatnya rangkulannya. Hangatnya pelukannya. Dan aku dapat melihat senyumannya yang tulus. Bahkan ia menuliskan kata “Ummi tunggu senyuman terindah teteh.”

Ya Allah… betapa sering aku membuatnya marah. Allah… betapa sering aku membuatnya kesal. Allah… betapa sering aku menghilangkan senyumannya. Tapi sekarang, ia malah menginginkanku tersenyum . Oh, Ummi…

Rasa sesak kembali menyelimuti. Sesak rasanya mengingat seluruh perjuangan Ummi. Sesak rasanya melihat Ummi begitu merindukan senyumanku sedangkan aku sering membuatnya kehilangan senyuman.

Ummi… Teteh sayang Ummi. Ummi teman terbaikku. Ummi sahabat setiaku. Aku sangat menyayangi Ummi. Aku tidak mau berpisah dari Ummi. Aku sayang Ummi selamanya. Jasamu yang banyak itu tidak bisa teteh balas, biarlah doa terbaik yang teteh panjatkan. Biarlah Allah swt. yang membalas semua jasa Ummi.

I Love you, Ummi.

(Dituliskan dari hati yang paling dalam, untuk Ummi tersayang)

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Profil Penulis:

Shofiyah Syifa Mujahidah, biasa dipanggil Shofiyah. Lahir di Pekanbaru, 09 Oktober 2009. Shofiyah anak dari pasangan Ummi Hikmawati Wahidah dan Abi Sony Martin. Saat ini, Shofiyah adalah siswi MTs Al-Ittihadiyah Pekanbaru. Shofiyah juga merupakan alumni MI Muhammadiyah 02 Pekanbaru.

Karya-karyanya yang telah diterbitkan antara lain: Cerpen berjudul “Puasa Pertama Hariz” pada buku antologi “Menjamu Ramadhan” yang diterbitkan oleh Ruang Sastra. Cerpen berjudul “Buku Adalah Sahabatku” pada buku antologi “Aku, Buku, dan Perpustakaan” yang diterbitkan oleh MediaGuru. Puisi berjudul “Untuk Indonesia dan Pahlawanku” pada buku antologi “Untuk Indonesia” yang diterbitkan oleh MediaGuru. Ulasan singkat berjudul “Pohon Pengetahuanku” pada buku antologi “Jasa Guru Membekas di Hati” yang diterbitkan oleh MediaGuru.

Shofiyah juga mempunyai sebuah buku yang ditulisnya seorang diri, berisi kumpulan cerpen yang berjudul “Al-Qur’an Sebagai Penyelamat” yang sedang diproses dalam pencetakan buku oleh MediaGuru.

Oh iya, jika ingin berkenalan lebih lanjut, silahkan hubungi 085609403892 (wa) dan [email protected] (email). Jangan lupa kunjungi akun sasisabu (shofiyahsyifamujahidah.sasisabu.id) Ditunggu ya, Teman!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren teh. Berarti, ummi-nya teteh lebih tua dari bundaku dong, bundaku lahirnya 1982

13 Dec
Balas

Iya, kalau gitu berarti umur bunda Sausan sama kaya umur Abi ana.

13 Dec

Maaf ternyta masih pakai akun yg lama.

13 Dec

Kak! Gimana cara ikut lomba nya?

14 Dec
Balas

Hanya ingin membantu menjawab, waktunya lombanya sudah habis

14 Dec

Iya, waktu pengumpulan karyanya sudah lewat. Ana post ulang artikel ini karena yang kemarin ana post kehapus.

15 Dec



search

New Post