Setelah bencana banjir usai, masyarakat kembali ber aktivitas. Mereka memperbaiki tempat rumahnya dan mengolah lahan pertanian untuk berbagai jenis tanaman.

Saat itu Lauwa berdiri bernada kelompok masyarakat, yang pemimpinnya bernama Dampang. Kelompok satu dengan kelompok lainnya, pertama mereka hidup yang sangat rukun satu sama lain, namun ketika mereka dirasuki oleh keserakahan, sehingga mereka berebut lahan pertanian, dan terjadilah perang kelompok dan menyebabkan jatuhnya korban kedua pihak.

Peperangan antar kelompok itu hingga tak bisa dielakkan, karena tidak ada pemimpin karismatik yang bisa mempersatukan mereka. Ketika itu, terdengar sebuah kabar, ada seorang putri cantik dari kayangan namanya Daeng Sangu. Yang turun di puncak gunung Karaeng Ri Moncong. Sampai warga mempercayai bahwa sosok wanita cantik tersebut turun dari kayangan itu adalah titisan dewa yang akan mempersatukan mereka. Hingga Mereka berhenti pertikaian antar dua kelompok, lalu mereka lalu bertanya asal usul tuan putri, dan tuan putri menjelaskan pertanyaan dari masyarakat tersebut, bahwa tuan putri diutus Tuhan dari kayangan untuk mendamaikan masyarakat yang berperang.

Mengetahui daeng sangu titisan dewa yang turun dari kayangan, maka masyarakat sepakat untuk mengangkat putri Daeng Sangu menjadi ratu mereka. Karena putri Daeng Sangu berasal dari kayangan maka di sebut sebagai Tumanurung.

Putri Daeng Sangu akhirnya menjadi ratu di negri Lauwa. Saat memimpin di negri Lauwa masyarakat tersebut menjadi akur dan damai.