“Bermimpilah setinggi langit, karena jika engkau terjatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.” Ir. Soekarno

Dinamika sosial tidak pernah lepas dari impian dan harapan. Mungkin kita boleh saja tidak percaya dengan orang lain, namun setidaknya diri ini harus percaya pada impian dan harapan milik kita sendiri. Saat yang lain sibuk mencibir angan kita, tetaplah fokus melakukan apa yang kita cinta. Sesungguhnya, pintu kesuksesan meminta kita untuk senantiasa memperjuangkannya.

Pada tahun 2021 lalu, aku sudah merasakan jatuh, bangkit, hilang arah, resah, kesandung, dan tersenyum lebar. Diriku telah mencicipi rasanya, menikmati pedih manisnya, dan tak lupa memetik hikmahnya. Maka dari itu, seharusnya di tahun baru 2022 ini aku lebih siap menghadapi hal serupa atau bahkan lebih rumit lagi. Di penghujung tahun kuhapus tangis, lelah, dan resah. Aku melangkah dengan memilih untuk memberikan posisiku sebagai siswa eligibel kepada siswa yang lain. Ya, kesempatan SNMPTN itu hilang begitu saja. Bukan aku menyerah apalagi putus asa, ini belum saatnya saja. Tidak semua hal di dunia ini bisa didapatkan, maka salah satunya harus kulepaskan. Dan di awal tahun Allah menghiburku. Aku begitu terharu dengan cara-Nya yang penuh dengan kejutan. Ketika sang pemilik hati menggerakkan dua hati manusia, maka tanpa rencana bahkan janjian teman dekatku mencari diriku. Aku pun mencarinya. Seperti kami yang dulu, yang saling membutuhkan satu sama lain pun akhirnya kembali dipertemukan. Sejak SMA kami dipisahkan oleh jarak dan waktu, dengan itulah aku lebih menghargai dan memaknai pertemuan kami yang luar biasa. Bertemunya seolah hilang penatku, masalahku, dan keraguanku. Ia tidak pernah berubah. Selalu menjadi orang yang semangat dan berani menghadapi dunia.

Kejutan di atas menghasilkan kesimpulan perihal ikhtiar dan tawakal. Saat aku berusaha untuk mencari solusi dari masalah yang menghampiri, di sanalah aku sedang mempraktikkan ikhtiar 100%. Namun, ada yang salah dengan usahaku. Ketika aku menempuh sesuatu untuk menyelesaikan urusanku, aku justru berharap usahaku itu adalah solusi hidupku. Sehingga, ketika apa yang kuusahakan tidak menghasilkan, aku pun akan merasa sedih dan kecewa. Sejatinya ikhtiar itu urusan jasmani dan tawakal urusan hati. Boleh saja kita berusaha maksimal dan jangan lupa untuk bertawakal yang sama maksimalnya. Kita tidak boleh mencampuradukkan keduanya, karena hasil itu bukan tugas kita. Allah SWT. telah mengaturnya dengan cara yang tidak disangka-sangka. Jadi, tawakal 100% juga sama kuatnya ya ....

Kalau kita sudah berencana, usaha, doa, lelah, sudah saatnya pasrahkan sama yang MahaPunya, yakni Allah SWT. Termasuk cita-citaku yang entah bagaimana merealisasikannya. Aku kembali mencari pin hitam bertuliskan “Dinar Nur Fadilah LC.” Pikiranku mencoba untuk menemukan kisah di balik pin tersebut. Di mana saat awal masuk SMA, aku dan beberapa teman yang lain dengan semangat, kepercayaan dan keyakinan tinggi; menuliskan dan mengucapkan impian kami masing-masing. Setiap berangkat sekolah aku memakainya dengan bangga. Kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir menjadi salah satu impian besarku. Ingin sekali rasanya hidup di negeri kinanah dan merasakan suasana islami yang tidak kutemukan di Indonesia. Aku juga ingin mendapatkan kemuliaan dari perantauan seperti yang telah dikatakan oleh Imam Syafi’i. Sebuah pepatah arab yang mujarab kudapatkan dalam buku Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi. “Man Jadda Wajada.” Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. Mari dapatkan, taklukan, impian, dan harapan kita! Kita semua pasti bisa!

Biodata Penulis

Dinar Nur Fadilah. Gadis kelahiran Banjar, 8 November 2003. Ia bersekolah di SMAN 2 Banjar. Cita-citanya menjadi hafizah, traveler, penulis bestseller, dan ustazah. Hobinya mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Qori Muzammil Hasballah. Penulis bisa dihubungi melalui email [email protected] dan nomor WA 081292412372. Salam Literasi!