Dian Aminatul Ngiffah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
MERDEKA UNTUK BAPAK #2
PIC https://www.bing.com/images/search?q=Gambar+Cahaya+Lampu&form=IRBPRS&first=1&tsc=ImageBasicHover

MERDEKA UNTUK BAPAK #2

Peluh bercucuran di dahi 12 orang anak yang kini sibuk memperebutkan bola. Kaki mereka cekatan mengoper, menendang, bahkan menggocek bola mengelabuhi lawan. Terik matahari yang menyengat tak membuat nyali mereka ciut untuk berlarian di tengah lapangan.

"tidak main sabda?" seorang menepuk bahu sabda yang duduk termanggu di pinggir lapangan.

"tidak cukup orang paman, jadi sabda tidak bisa ikut"

Paman Salim, biasa Sabda panggil paman lim menyusul duduk di samping sabda. Paman lim adalah adik laki laki bungsu bapak yang masih bujang. Laki laki kisaran umur 29 taun itu melepas caping yang ia kenakan mengibaskanya berkali kali hingga angin sepoi menerba kulit coklatnya yang dipenuhi keringat.

"Paman, Sabda boleh bertanya?"

"tanya saja Sabda, paman tidak akan menarik biaya"

Sabda menatap paman lim penuh. "merdeka itu apa paman?"

"pasti pertanyaan dari bapak kau"

Anak berkulit sawo matang itu mengangguk matanya menyiratkan pengharapan. Ia harus mendapatkan jawaban dari pertanyaan bapak. Seperti yang sudah sudah bapak tidak mungkin membayar jawaban Sabda dengan cuma cuma. Pasti ada imbalan yang bapak saiapkan. Pernah suatu ketika bapak bertanya pada Sabda tentang apa hewan yang paling rakus. Berhari hari sabda memikirkanya hingga memuuskan bertanya kepada paman lim yang mungkin memiliki jawaban dai pertanyaan bapak. Kala itu paman lim menjawab dengan pasti "tikus". Dan benar, jawaban paman lim tidak eleset sedikitpun. Akhirnya bapak menghadiahkan sebuah buah cempedak berukuran sedang hanya untuknya. tentu saja kali ini Sabda berharap paman LIm memiliki jawaban yang dimaksud bapak.

"Kau.. liat domba domba itu Sabda?"

Sabda mengngguk cepat ingin segera mendengar penjelasan paman lim.

"domba domba itu merdeka Sabda. Mereka memakan rumput dilahan yang sama tanpa ada penetapan hak milik. rumput itu milik mereka bersama tanpa ada imperilisme"

"paman berbicaralah dengan bahasa yang bisa sabda mengerti" Sabda menyela.

Paman Lim membenarkan duduknya "em... begini begini. Kua ingat saat seekor macan singgah di kebun bapak kau, hingga bapak ka tidak bisa ke kebun berhari hari?"

"Sabda ingat! macan itu selalu mengaum kencang saat ada orang yang hendak mendekat berancang ancang hendak menerkam. Macan itu tinggal berhari hari, selama itu bapak tak pergi ke kebun hingga akhirnya orang orang dari kota datang untuk membawa macan itu pergi. Di bawa ke tempat yang semestinya kata mereka"

"itu dia imperialisme sabda, macan itu menempati lahan milik bapak kau dan membuat bapak kau tak bisa ke kebun berhari hari padahal itu lahanya""ooh" Sabda ber ooh.

"kembali ke domba domba itu. mereka makan, minum berlarian tanpa ada yang melarang. mereka bebas melakukan apapun yang mereka mau"

"nanti sebentar lagi juga paman bawa pulang lalu dikurung dalam kandang.""itu lain cerita sabda.. maksud paman hanya ketika mereka ada di lapangan. setelah sore jelas paman bawa pulang."

"jadi.. merdeka itu.. tidak ada.. imm.. imm.. apa tadi""imperialisme..."

"ah.. iya, tidak ada imperialisme dan bebas. benar begitu paman?"paman lim memberi anggukan mantab "itu definisi merdeka menurut paman"Sabda memalingkan pandangan ke arah teman temanya yang tengah asik berebut bola. 6 melawan 6. Seorang berambut keriting memissahkan diri, berlari lari kecil menuju tempat Sabda dan paman lim duduk.

"Sabda gantikan posisiku cepat!" teriak anak itu sambil berlari.

"ada apa dengan kau?" tanya Sabda saat anak itu sudah tiba dihadapanya dengan nafas memburu.

"Aku harus membantu mamak menyiangi rumput di ladang"

"baik.. pergi cepat akan ku gantikan posisimu"

Sabda kembali pemnghadap paman lim "paman sabda mau main""bermainlah, paman ingin tidur tdi bawah pohon randu"sabda berdiri, tersenyum masih menatap paman lim

"sabda harap tak ada burung yang sedang berniat kencing di atas paman ketika paman tidur hahahaha"

sabda terkekeh seraya berlari menjauh.

"haish... untung kau keponakanku sabda.."

------------------------------------------------

malam hari, sebelum tidur.

bapak belum juga mematikan lampu neon berwarna kuning di tengah ruangan. Sabda duduk menatap bapak yang sibuk dengan beberapa kertas dan mamak yang tengah melipat baju. aneh, tak biasanya.

"kenapa belum tidur?""menunggu bapak saja"

"segera tidur sabda, ingat besok kau sekolah. biar bapak kau menyuul tidur nanti." mamak menyahut.

"tapi sabda.. sudah punya jawaban PR yang diberi bapak kemarin.""bapak tidur larut malam ini, kau tidur saja dulu" suara bapak terdengar sepeti perintah bagi sabda. anak itu perlahan merebahkan tubuhnya diatas tikar tanpa bantal. netra sabda menatap lampu neon yang tergantung. atu satunya penerangan ruangan itu. pendar redupnya membuat rasa kantuk sabda semakin menjadi.

Mata sabda masih memperhatikan bapak dan mamak yang masih sibuk dengan urusanya masing masing sebelum benar benar terlelap.

BERSAMBUNG.....

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus Kak ceritanya, tetapi lebih diperhatikan lagi pada penulisan huruf kapitalnya ya. Semangat Kak!

06 Jan
Balas

Kak, lanjutin ceritanya, doong. Seruu...

15 Mar
Balas



search

New Post