Dara Nugraha Auliantira

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Perjuangan Ibuku, Malaikatku

Perjuangan Ibuku, Malaikatku

Belasan tahun berlalu, aku tak pernah bosan mendengar cerita demi cerita tentang masa kecilku. Dua hari setelah kelahiranku, aku dijenguk oleh keluarga dari Ayah. Digendongnya aku dengan lembut dan sayang. Di hari itu juga, nenekku menyadari sesuatu yang lain dari tubuhku. Dari cerita Ibuku, tubuhku seperti orang yang sehabis dilulur. Nenek mengatakan bahwa itu seperti penyakit kuning. Ibu sangat terkejut saat mendengarnya.

Dengan segera Ibu dan Ayah membawaku ke rumah sakit terdekat dan langsung diperiksa. Hasil yang keluar setelah cek darah, aku mengidap Hiperbilirubin dan sudah mencapai angka 49. Namun, rumah sakit yang kami singgahi hanya melayani pasien yang angka hiperbilirubinnya 25 ke bawah.

Ibu dan Ayahku segera ke rumah sakit yang dapat menanganiku dengan cepat. Buliran air mata terus mengalir di setiap doa yang Ibuku panjatkan. Aku pun dibawa ke IGD di rumah sakit terbesar yang ada di Jakarta, RSCM. Aku dimasukkan ke dalam inkubator yang di bawahnya terdapat terapi sinar biru seperti lampu neon.

Saat itu, beberapa kali aku menolak ASI yang Ibu berikan. Walau dokter berkata itu hal yang wajar saat terkena hiperbilirubin, namun Ibu begitu khawatir denganku. Dokter yang menanganiku, mengatakan kepada Ayah dan Ibu bahwa aku harus segera dipindahkan ke rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU. Ibu dan Ayah berusaha mencari rumah sakit yang dibutuhkan. Bahkan, teman-teman dan semua keluarga Ayah dan Ibu turut membantu.

Hingga akhirnya, aku dipindahkan ke Rumah Sakit Mitra Kemayoran yang memberikan kepastian jelas bahwa aku bisa dirawat di sana. Ibu terus menatapku sambil menangis dan berulang-ulang mengatakan maaf. Esoknya, perawat memberikan catatan obat yang diberikan dokter setelah ia memberitahu kondisi terbaruku. Nominal obat yang harus ditebus tidaklah mahal. Akan tetapi uang muka dan jaminan rumah sakit yang sangat besar membuat Ibu terpaksa meminjam uang ke koperasi sekolah saat masuk RS karena sebelumnya Ibu menyimpan uang muka pembayaran rumah dalam bentuk deposito, sehingga tidak cukup.

Hari itu, kali pertama bagi Ibu dan Ayahku bertemu dengan Dokter Phan Otto yang akan merawatku. Ibuku bilang, dokter itu begitu takjub akan mukjizat yang terjadi padaku. Dokter itu mengatakan bahwa biasanya hiperbilirubin yang mencapai 40 maka sudah ‘lewat’, namun tidak untukku yang sampai angka 49.

Namun, ada satu hal yang kembali membuat Ibuku sangat sedih. Dokter mengatakan bahwa hiperbilirubin yang menyerangku sangat tinggi dan tinggi efeknya. Kemungkinan besar bisa saja membuatku tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, atau bahkan tidak bisa berbicara. Air mata Ibu terus mengalir deras dengan Ayah di sampingnya yang menenangkan.

Begitu banyak orang-orang yang turut membantu Ibu dan Ayah saat itu. Dukungan dan doa dari keluarga besar dan teman-teman Ayah Ibu. Doa yang tiada berhenti untukku sembuh. Keberadaan Ibu dan Ayah serta kedua kakakku yang saat itu juga masih kecil setiap hari di rumah sakit. Bahkan Oom Ito selalu menginap di RS menemani Ayah walau Dokter menyuruhnya pulang dan beristirahat.

Dengan kesabaran dan keteguhan hati Ibu merawatku dengan sangat hati-hati dan penuh perhitungan berdasarkan konsultasi dokter dan banyak mencari referensi di media massa. Ibu memberi makanan dan minuman bergizi buatku dan kakak-kakak. Ibu selalu menciptakan kondisi nyaman untuk kami beristirahat dengan tenang. Ibu sering menerapi dan melatih pendengaran, penglihatan, dan suaraku. Ibu rutin membawaku kontrol ke rumah sakit. Ibu juga membawaku menjalani beberapa pemeriksaan medis. Yang tidak pernah terlupa, Ibu selalu mendoakanku dalam setiap sholatnya sambil menangis. Begitu juga dengan Ayah yang selalu membantu Ibu dalam mengurusku dan kakak-kakak.

Alhamdulillah…karunia Allah pun mengalir kepadaku dan keluargaku. Sebelum cuti melahirkan Ibu habis, dokter sudah memberikan hasil tes yang dinantikan dengan berdebar. Meski sering kurang bereaksi ketika Ibu sengaja membanting pintu, ternyata pendengaranku normal menurut hasil tes. Alhamdulillah aku bisa mendengar, melihat, dan bahkan mengeluarkan suara.

Setiap mendengar Ibuku bercerita, ingin sekali rasanya aku yang sekarang ada di masa itu dan memeluk Ibuku. Memeluk malaikatku yang berjuang demi bayi kecilnya. Selamat Hari Ibu. Terima Kasih sudah merawatku hingga hari ini. Maafkan setiap kesalahan yang tidak sengaja membuat Ibu sedih. Aku akan selalu berusaha membuat Ibu tersenyum bahagia.

Bionarasi

Dara Nugraha Auliantira, lahir di Jakarta pada 6 Mei 2006. Putri ketiga dari Pak Beni Zatra dan Bu Emi Priyanti ini adalah siswi kelas XI di SMKN 49 Jakarta, Jurusan Otomatisasi Tata Kelola Perkantoran (OTKP). Dara sudah memiliki buku berjudul DALAKLAV yang diterbitkan Mediaguru pada Desember 2020. Ini adalah lomba menulis ketiga yang diikuti. Berharap bisa lebih semangat lagi mengikuti lomba menulis. Dara dapat dihubungi di nomor 081310276468 atau email [email protected] .

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post