Navigasi Web

Perjuangan Kedua Orang Tua ku

“Hari Sabtu, tanggal dua puluh sembilan bulan maret, tahun dua ribu delapan.”

Itu adalah hari yang senantiasa diingat oleh kedua orang yang sudah mengurusku sedari aku kecil. Mereka selalu memberikan hal yang aku butuhkan tanpa pamrih. Membelikan hal hal lain yang aku inginkan. Walau, setiap hari mereka selalu bercucur keringat. Membanting tulang hanya untuk menghidupi aku dan kedua saudaraku. Mereka selalu bilang bahwa itu tidak masalah. Mereka selalu bilang bahwa mereka Ikhlas bekerja tiap hari, demi aku dan saudara saudaraku. Mereka mencoba menutupi rasa Lelah yang mereka rasakan dengan tersenyum, tertawa, dan terus mengatakan “tidak apa apa”.

Lulus dari sekolah dasar, naik ke jenjang sekolah menengah pertama, lanjut ke sekolah menengah atas. Aku bersekolah di sekolah sekolah yang memiliki reputasi prestasi yang bagus, walau harus keluar uang hanya untuk terdaftar sebagai murid disana. Merka rela mengeluarkan uang hasil jerih payah mereka hanya agar aku bisa melanjutkan pendidikanku disana. Mereka rela harus kembali bekerja banting tulang untuk membayar biaya pendidikanku. Tidak lupa dengan kedua saudaraku yang juga memerlukan biaya untuk dapat melanjutkan Pendidikan mereka.

Banyak sekali pengorabanan yang sudah mereka lakukan agar aku dapat hidup enak, hidup nyaman, dan merasakan hidup yang lebih baik dari hidup mereka dahulu. Mereka selalu berharap dengan begitu, aku akan bisa menjadi apa yang mereka impikan. Impian agar aku dapat sukses, dapat menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, dapat menjadi orang yang bisa membanggakan mereka nanti.

Mereka menuntutku belajar agar aku bisa menggapai cita citaku. Walau, mungkin cita citaku tidak ada hubungannya dengan materi yang aku pelajari di sekolah. Aku punya cita cita untuk jadi ‘seniman’ karena aku memang suka dan punya bakat menggambar. Tetapi, mereka bilang lebih baik aku jadi dokter. Orang yang tidak hanya sukses dan kaya raya, tetapi juga dipandang. Padahal, Pendidikan untuk dapat menjadi dokter itu sulit dan juga mahal. Aku selalu berpikirmereka merekomendasikan profesi dokter agar mereka terlihat keren di kalangan tetangga. Tapi, aku sudah salah menilai mereka. Mereka ingin aku jadi dokter supaya, aku bisa banyak bermanfaat di masyarkat dan dapat membantu keluargaku sendiri. Walau awalnya aku merasa terpaksa, tapi aku akhirnya sadar kalua itu semua juga demi kebaikanku sendiri. Bekerja sebagai dokter lebih menjamin masa depanku dari pada menjadi seorang seniman.

Mereka berdua sudah berusaha keras untuk kehidupanku. Tetapi siapakah kedua orang yang selalu aku sebut dalam doaku itu? Meraka adalah Ayah yang selalu bekerja banting tulang demi masa depanku, dan Ibu yang selalu menyayangi dan menjagaku sedari aku kecil.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post