Chintia

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kompetensi bahasa

KOMPETENSI PENGGUNAAN BAHASA

Dosen Pengampu:

Dr.Abdurahman,M.Pd.

Oleh:

Nama: Chintia

NIM: 20016010

Prodi: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Mata Kuliah: Teori Pembelajaran Bahasa Indonesia

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020

PENDAHULUAN

Kompetensi berbahasa mencakup empat keterampilan, yaitu menyimak,

berbicara, membaca, dan menulis. Kompetensi berbahasa merupakan tindak

memergunakan bahasa secara nyata untuk tujuan berkomunikasi. Kegiatan

berbahasa atau kompetensi berunjuk kerja bahasa merupakan manifestasi nyata kompetensi kebahasaan seseorang. Tinggi rendahnya kompetensi kebahasaan

seseorang pada umumnya tercermin dalam kemampuan berbahasanya.

Berbagai aspek kebahasaan dan fungsi komunikatif pemahaman dan

penggunaan bahasa haruslah terintegrasi dalam tes kompetensi berbahasa. Artinya, melalui tes kebahasaan akan diukur pengetahuan kebahasaan seseorang, tetapi ia harus terintegrasi dalam bentuk pemahaman dan penggunaan bahasa

secara wajar dan kontekstual. Tes kebahasaan yang dimaksudkan untuk mengukur kompetensi gramatikal yang merupakan kemampuan dasar untuk berkomunikasi memang perlu mendapatkan perhatian tersendiri. Akan tetapi, ia tidak boleh lepas

dari fungsi komunikatif bahasa, dan jika dipaksakan akan berubah menjadi jenis

tes kebahasaan yang lain yang tidak mengukur kompetensi berbahasa.Dengan

demikian, tes kompetensi berbahasa akan berwujud tes kebahasaan, pemahaman,

dan penggunaan bahasa. Secara konkret, tes kompetensi berbahasa akan

melibatkan keempat aspek itu harus kontekstual. Artinya, ia harus berada dalam situasi pemakaian yang sesungguhnya, wajar, dan berada dalam konteks tertentu.Jika mengabaikan hal-hal tersebut, tes terhadap keempat keterampilan berbahasa itu pun dapat terjerumus ke dalam tes yang terisolasi dan artifisial.

Kecenderungan tes yang demikian inilah sebenarnya yang merupakan masalah

dalam tes bahasa dewasa ini (Brown, 2004:10).Dewasa ini tes tradisional masih saja digunakan dalam pengukuran

kompetensi berbahasa. Tes tradisional di sini dimaksudkan sebagai tes yang

memiliki karakteristik yang hanya menuntut aktivitas seseorang untuk memilih jawaban, menunjukkan penguasaan pengetahuan, memanggil kembali atau 2 rekognisi. Jika demikian, tinggi rendahnya skor seseorang belum tentu sekaligus

mencerminkan tingkat kompetensinya.

Pembahasan

Kompetensi merupakan bentuk kata benda dari kata sifat ‘kompeten’ yang berarti cakap (mengetahui). Dalam linguistik, kompetensi berarti kemampuan menguasai gramatika satuan bahasa secara abstrak atau batiniah. Hal itu, sesuai dengan pendapat DP Tampubolon[1] bahwa kompetensi bahasa adalah penguasaan bahasa (dalam hal ini bahasa Indonesia) secara keseluruhan, terutama tata bahasa dan kosa kata, termasuk berbagai arti dan nuansa serta ejaan dan tanda-tanda baca, dan pengelompokan kata.. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Jadi, kompetensi bahasa adalah kemampuan seseorang dalam menguasai keterampilan bahasa untuk berkomuniksi.

Seseorang yang memiliki kompetensi bahasa, adalah orang yang memiliki kemampuan bahasa. Kemampuan bahasa adalah kecakapan seseorang menggunakan bahasa yang memadai dilihat dari sistem bahasa, Dalam kompetensi bahasa, seseorang harus menguasai empat keterampilan bahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat keterampilan bahasa : menyimak, berbicara, membaca, dan menulis memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya, empat keterampilan tersebut saling mempengaruhi satu dengan yangn lainnya. Pada beberapa tugas yang lalu telah diuraikan mengenai keterampilan – keterampilan bahasa, dan strategi pengajarannya.

Kompetensi Bahasa

Salah satu model yang paling terkenal dari kemampuan bahasa dikenal sebagai "Kompetensi Komunikatif [2]." Model ini dikembangkan untuk menjelaskan jenis orang pengetahuan perlukan untuk menggunakan bahasa dalam interaksi bermakna. Istilah ini awalnya diciptakan oleh antropolog Dell Hymes sebagai sarana untuk menggambarkan pengetahuan pengguna bahasa perlu selain bentuk-bentuk gramatikal dari bahasa. Istilah ini kemudian diadopsi oleh komunitas pengajaran bahasa setelah itu telah berkembang menjadi model untuk Field yang oleh Michael Canale dan Swain Merrill (1980), kemudian oleh Sandra Savignon (1997). Pada versi umum digunakan oleh guru bahasa, model ini mencakup empat komponen:

a. Kompetensi gramatikal adalah kemampuan untuk menggunakan bentuk bahasa (bunyi, kata, dan struktur kalimat).

b. Wacana Kompetensi adalah kemampuan untuk memahami dan menciptakan bentuk-bentuk bahasa yang lebih panjang dari kalimat, seperti cerita, percakapan, atau surat-surat bisnis. Kompetensi Wacana termasuk pemahaman bagaimana contoh khusus dari penggunaan bahasa secara internal dibangun. Wacana kompetensi juga mencakup pemahaman bagaimana teks berhubungan dengan konteks atau situasi di mana mereka digunakan.

c. Kompetensi Sosiolinguistik adalah kemampuan untuk menggunakan bahasa tepat dalam konteks yang berbeda. Kompetensi sosiolinguistik signifikan tumpang tindih dengan kompetensi wacana karena ada hubungannya dengan mengungkapkan, interpreting dan negosiasi makna yang diturunkan sesuai dengan norma-norma budaya dan harapan. Kompetensi sosiolinguistik yang paling jelas bagi kita ketika konvensi yang mengatur penggunaan bahasa yang entah bagaimana dilanggar, seperti misalnya ketika seorang anak polos menggunakan "buruk" kata atau ketika harapan hadir di satu budaya yang tidak berhasil diterjemahkan bagi orang lain. Ini adalah kompetensi sosiolinguistik kita yang memungkinkan kita untuk menjadi sopan sesuai dengan situasi kita dalam dan untuk dapat menyimpulkan maksud orang lain. Dalam kehidupan kita sehari-hari kita bervariasi jenis bahasa yang kita gunakan sesuai dengan tingkat formalitas dan keakraban. Kami menyatakan solidaritas dalam kelompok yang kita milik atau ingin milik, misalnya di dalam kelas chatting dengan siswa lain, atau di sebuah pesta. Dalam situasi di mana kita akhirnya mungkin telah solidairty dengan yang lain ini, tapi belum tahu mereka dengan baik, kami menyampaikan rasa hormat, misalnya pada pertemuan internasional sarjana di bidang yang sama. Dalam situasi di mana ada perbedaan status yang jelas antara peserta, kita berhati-hati untuk menyatakan jumlah yang tepat hormat.

d. Kompetensi Strategis adalah kemampuan untuk mengkompensasi kurangnya kemampuan dalam salah satu dari daerah lain. Setiap orang memiliki beberapa tingkat kompetensi strategis dalam bahasa apapun.

Daftar pustaka

https://www.google.com/search?q=makalah+kopetensi+penggunaan+bahasa&oq=makalah+kopetensi+penggunaan+bahasa&aqs=chrome..69i57j0i22i30.20261j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.academia.edu/19577594/MAKALAH_KONTEKS_PENGAJARAN_BAHASA_DAN_KONSEP_KECAKAPAN_BERBAHASA

http://rsbikaltim.blogspot.com/2012/01/makalah-kompetensi-strategik-dan.html

https://nurhibatullah.blogspot.com/2015/12/proses-pengembangan-tes-bahasa-dan.html

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post