Bismi Kamilah Nauli Manurung

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

5. Kali Ini

“Bunda hati-hati selalu, jangan lupa baca doa, disana baik-baik, selalu waspada aja ya bun.” Gadis itu memberi pelukan kepada sang bunda.

“Iya, kamu juga, baik-baik di rumah, masak buat abang, beresin ruang tamu, hati-hati juga ya..” sang bunda berucap. Gadis itu mengecup pipi milik bundanya. Hari ini ayah dan bundanya akan pergi ke luar kota, tepatnya kota Medan. Menyelesaikan urusan pekerjaan untuk menafkahi kehidupan juga keluarganya.

“Kev, Ken, Kei, ayah sama bunda pergi ya.. assalamu’alaikum,” Andra berucap kepada anaknya.

“Wa’alaikumussalam yah, hati-hati yah.” Mereka bertiga berucap hampir bersamaan. Setelah mengantarkan orang tua mereka ke bandara, Kenzo kembali mengemudi mobil untuk perjalanan menuju rumah.

“Lo ikut olim yak?” Kevin yang menduduki jok di sebelah Kenzo bertanya pada adik perempuannya.

“Iya bang,” jawab Keira singkat.

“Belajar yang rajin lo, jangan main mulu ye.” Kevin kembali berucap.

“Iya, emang sapa si yang bilang gue main mulu?” tanya Keira yang heran mengapa bunda bahkan abangnya mengucapkan hal yang sama tentang dirinya.

“Hah, dikira gue gak tau? Snapgram tadi malem jam nol-nol apaan? Yang minta ditemenin buat begadang lah,” Kevin menyinggung Keira seraya terkekeh. Mendengar itu Keira langsung terkejut.

“Astaghfirullah,” ucap Keira menangkup kedua tangannya ke wajah. Ia sangat malu karena dipergoki oleh kakak sulungnya itu.

“Haha, makanya Kei.. kalo gak bisa tidur tu jangan main handphone, tapi baca doa, terus dzikir banyak-banyak supaya tenang, abis itu ngantuk lah tu.” Kevin menasihati adik perempuannya.

“Iye elah, gue kaga gitu lagi.” Ucap Keira menjawab Kevin. Kenzo ya g mendengar mereka seperti itu hanya tertawa kecil ditengah mengendarai mobilnya. Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan riang, di selingi dengan canda tawa dari masing-masing mereka.

“Bang, lo berdua nanti ke masjid kan?” tanya Keira yang kini sudah melangkahkan kakinya ke dalam rumah. Andra dan Karina diantar oleh Kenzo setelah ashar. Dan kini sudah menunjukkan pukul 17.30. Yang tak lama lagi adzan maghrib akan berkumandang.

“Iya,” jawab Kevin dan Kenzo serentak.

“Gue ke atas ya bang, nanti jangan lupa kunci pintu terus bawa kuncinya.” Keira berucap pamit ingin ke lantai atas.

“Iye, jangan lupa belajar lo ya.. nanti juga tadarus,” Kevin mengingatkan adiknya soal membaca lembaran ayat suci al-qur'an. Di dalam kehidupan sehari-hari, haruslah ada waktu yang disisihkan untuk membaca lembaran al-qur’an. Karena hal itu juga sangat penting untuk kedekatan kita kepada tuhan yang Mahakuasa.

“Oke bang,” jawab Keira seraya berjalan menuju anak tangga. Ia pun melangkahkan kaki menuju lantai atas untuk bersantai sebelum melaksanakan shalat maghrib.

“Bang,” panggil Kenzo kepada kakaknya itu.

“Ape?” tanggap Kevin dengan cepat juga singkat.

“Apa gue bilang aja ya? Kalau bunda sama ayah memang gitu. Takutnya dia jadiin sifat ayah sama bunda yang kadang-kadang berubah jadi beban,” Kenzo bertanya.

“Yaudah, kalo lo mau ngasi tau gapapa, kan dia juga udah gede.” Kevin menjawab pertanyaan adiknya itu. Mereka sedang membicarakan tentang orang tuanya. Sebagaimana mereka merasakan sifat ayah dan bunda yang berubah-ubah. Terkadang sangat peduli dengan kehidupan anaknya, juga terkadang bisa sangat berubah 180 derajat menjadi orang tua yang menelantarkan buah hatinya. Mungkin lebih tepatnya tak mengurusi hal-hal yang anaknya perbuat, bahkan juga tidak campur tangan dengan urusan sekolah. Kenzo berniat ingin memberi tahu hal ini kepada adik bungsu mereka. Tetapi ia mengurungkan niatnya hingga waktu yang tepat akan tiba.

Disela-sela waktu bersantai mereka, kini jarum detik tepat berhenti di angka 12, dan waktu menunjukkan pukul 18.05. Dan saat itu juga adzan maghrib berkumandang.

“Kuy lah, pake tu peci.” Kevin menunjuk peci yang terletak kepada Kenzo. Kenzo pun mengambil dan memakaikannya di kepala. Setelah itu mereka pun pergi ke masjid yang tak jauh dari rumah. Juga tak lupa untuk mengunci pintu dan membawa kunci untuk berjaga-jaga.

Begitu pun dengan Keira, ia segera mengambil wudhu untuk melaksanakan shalat maghrib. Ia pun memakaikan mukena yang menutupi seluruh tubuhnya dan kemudian berniat shalat.

Setelah menunaikan ibadah maghrib berjama’ah di masjid, Kevin dan Kenzo pun kembali ke rumah. Setibanya di rumah, mereka kembali ke kamar masing-masing untuk membaca kitab suci mereka. Agar mendekatkan diri kepada Allah juga menjadi sahabat al-qur’an. Juga tak lupa, Keira pun membuka kitabnya untuk dibaca setelah shalat maghrib dilaksanakannya.

Ting!

Sebuah suara yang berasal dari ponsel mengejutkan Keira yang tengah meletakkan al-qur’an ke atas mejanya.

“Sapa yak?” gumamnya seraya mengambil benda pipih itu dari atas nakas kemudian menjatuhkan tubuhnya ke kasur. Setelah membuka ponselnya, ia pun melihat panel atas layar yang terdapat notifikasi pesan. Ternyata pesan itu berasal dari Dindra. Keira pun membuka pesan yang diberikan temannya itu.

Pesan itu berbunyi, ‘Kei, sudah tau kabar soal latihan minggu depan?’. Keira yang belum mengetahui kabar hanya membalas pesan itu dengan dua kata yang singkat. Yaitu, ‘Gak tau’.

Di seberang sana Dindra mengirimkan pesan yang cukup panjang. ‘Mungkin salinan dari guru,’ batin Keira ketika melihat pesan itu. Disana tertulis, ‘Assalamu’alaikum Wr Wb. Pengumuman untuk seluruh siswa dan siswi yang akan mewakili SMAIT Sriwijaya untuk mengikuti Olimpiade Matematika, Kimia, Fisika, Biologi, Bahasa Inggris, juga Bahasa Indonesia, dimohon untuk mengikuti kelas tambahan selama satu pekan kedepan.

Selama satu pekan nanti, siswa dan siswi mempersiapkan diri untuk mengikuti kelas tambahan di setiap harinya pada saat pulang sekolah. Diingatkan kepada seluruh siswa dan siswi agar selalu membawa buku catatan sesuai dengan cabang Olimpiadenya setiap hari.

Demikian pengumuman ini, semoga selalu dimudahkan oleh Allah S.W.T.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.’.

“Hm, oke lah.. harus semangat!” Keira berujar menyemangati dirinya sendiri. Ia pun memberi balasan pesan kepada Dindra. Pesan itu berbunyi, ‘Makasih ya din infonya.’.

Dan dengan cepat Dindra membalas pesan dari Keira, ‘Sama-sama Kei..’.

Keira yang sudah memahami pengumuman itu langsung menutup ponselnya. Kali ini ia sedang berusaha mengingat sesuatu yang barusan saja dilupakannya.

“Apa ya,” Keira bergumam seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dan ketika teringat hal itu Keira menepuk keningnya.

“Astaghfirullah! Abang belom makan!” ujarnya seraya memasukkan ponsel ke saku celana dan bergegas berlari ke lantai bawah. Ia pun berniat akan meminta maaf kepada kedua kakaknya karena ia sangat terlambat memasakkan makanan. Ia pun mempercepat langkahnya menuju dapur. Saat berada di dapur, Keira cukup terkejut dengan kehadiran Kenzo yang sedang duduk di bangku meja makan dan Kevin yang sedang berada di sekitar kompor.

“Bang, sori gue lu--"

“Lo dari tadi dipanggil kaga nyaut-nyaut ye?” belum lagi Keira menyelesaikan bicaranya, Kenzo memotong terlebih dahulu.

“Ya tadi gue lagi main hape bentar, sori bang gue belom masak.” Keira berucap meminta maaf seraya merutuki dirinya. Kevin yang menyadari kedatangan Keira hanya meletakkan sepiring besar masakan yang ada di tangannya ke meja.

“Iye elah, yaudah ini gue udah masak nasgor spesial.” Kevin berucap mengiyakan. Ia juga mengajak Keira untuk duduk di sampingnya.

“Hehe, maap beneran loh bang, gue lupa selupa-lupanye.” Keira terkekeh kecil.

“Emangnya kenapa si kalo gue yang masak? Lo takut gue tumbang tiba-tiba gitu?” Kevin bertanya. Ia berniat sekadar bercanda.

“Dih, na'udzubillahiminzalik bang.” Ucap Keira menjawab kakaknya itu. “Ya bukan gitu juga, kan secara masakan gue lebih enak.” Keira terkekeh memamerkan kehebatannya.

“Amit-amit. Ken, masakan siapa emang lebih enak? Gue kan?” Kevin bertanya kepada adiknya yang lelaki itu.

“Kaga lah bang Ken! Lebih enak gue kan?” Keira tak mau kalah dengan Kevin. Sedangkan Kenzo hanya menggelengkan kepalanya karena melihat pertengkaran yang sekadar canda tawa ini.

“Abang, Kei! Lagi makan loh, mana boleh berantem sambil makan kekgini. Ngomong aja gak boleh kok, ini malah bercanda sambil berantem, sambil makan pula!” Kenzo mengingatkan kakak juga adiknya.

“Eh iya sori,” ucap Kevin lebih dulu. Juga disusul Keira yang tampak menyesali perbuatannya. Mereka pun melanjutkan aktivitas makan dengan tenang juga tanpa rusuh. Setelah makan, dilanjut dengan melaksanakan shalat isya dan disusul dengan tidur cepat untuk memulai hari dengan segar dan Vit.

●●●

“Assalamu’alaikum kawan-kawan koh!” seorang gadis mengucapkan salam dan melangkahkan kakinya ke dalam kelas tetangganya. Salamnya yang cukup keras dan tiba-tiba membuat penghuni kelas mengarahkan pandangan tajam nan seram ke arahnya. Seusai menjawab salam, seisi kelas masih menatapnya dan mulai mengabaikan kehadirannya di kelas.

“Hai kawan-kawan!” gadis itu kembali berucap ketika berada di salah satu gerombolan yang berada di dekat meja guru.

“Ki! Berisik ih,” Tania yang berada di sana memberi perintah kepada gadis itu untuk tak terlalu keras berbicara.

“Kenapa si lo pada?” Kiya yang penasaran mulai kembali mendekati gerombolan itu. Saat setelah didekati, disana terlihat Caca yang sedang menceritakan sesuatu dan tampak begitu serius.

“Jadi kan gue langsung takut yak, si Reza suka banget begitu malem-malem.. nih ye gue kasi contoh. Kan gue suka rada malem kan tidurnya, nah Reza kan tidur sama abang gue di kamar sebelah, terus gue suka banget main hape kan sekitar jam segitu, tiba-tiba ada yang ngetok pintu yak, gue otomatis bingung lah, mimih aja tidur udah dari jam sembilan dan mimih kamarnya di bawah. Ya menurut gue gak mungkin mimih sih itu. Nah pas gue buka earphone buat denger siapa yang manggil, itu sama banget sama suaranya Reza. Dia bilang gini, ‘teh, teteh hayu tidur sama, kak Alip serem, Eja ga mau tidur bareng kak Alip.’ Kan gue langsung takut yak,” Caca mengingat kembali pengalaman seramnya. Ia sedang bercerita kepada teman-temannya tentang pengalaman yang pernah dialaminya. Kali ini Afin, Jihan, dan Marsya ketakutan mendengar cerita dari Caca.

“Subhanallah Ca, serem banget ya emang ade lo itu.” Tania memandang Caca berpendapat.

“Wajar kali umur segitu kalau sering liat yang gaib-gaib.” Tsabita, saudara kembar Tania yang memakai kacamata membuka suara.

“Iya sih, gue juga rada biasa aja kalo si Reza begitu.” Caca kembali berucap.

“Sering-sering aja kali ajarin dia baca Al-fatihah, baca ayat kursi, terus juga sering dengerin dia rekaman al-qur’an gitu.” Kali ini Keira berucap.

“Nah, iya betul!” Kiya berucap dengan lantang dari arah belakang mereka. sehingga membuat Caca, Jihan, Marsya, juga Afin tersentak kaget juga mengeluarkan latah dari bibir mereka.

“Astaghfirullah Kiya! Lo jangan ngagetin sekali aja bisa ga sih? Sumpah ni jantung kek udah mau lompat tau gak,” Afin mengelus dadanya seraya beristigfar.

“Kaga tau gue, allah udah ciptain gue buat ngagetin kalian tiap hari ye kayaknye,” Kiya mengarang mengedikkan bahunya. Gerombolan itu hanya menatapnya sinis karena kelakuannya yang tak mengenakkan setiap hari.

“Iya sih Ki, kalo lo masuk tu pelan-pelan yak, bilang kek ‘Assalamu’alaikum izin masuk’ dan sebagainya lah, biar kaga ngagetin.” Keira kembali berucap memberi tahu.

“Yaudah ih, maap ni ye maap.” Ucap Kiya meminta maaf dengan sesekali berpura-pura tidak merasakan salah.

“Terus, terus.. gimana lagi si Reza?” lanjutnya bertanya kepada Caca yang berada di tengah-tengah kumpulan itu.

“Ape lagi si? Gue udah cerita banyak, lo yang telat.” Caca menjawab Kiya. Kiya hanya memajukan bibirnya sebal. Ia juga menjadi diam dan tak banyak bicara saat yang lainnya membuka suara agar dapat bercerita.

“Eh, lo hari ini bawa catatan inggris kaga?” tiba-tiba Marsya bertanya soal buku catatan kepada Keira.

“Ya bawa lah, kan hari ini pelajaran terakhir bahasa Inggris. Masa lo lupa Mar?” Keira bertanya kembali.

“Gue lupa masa Kei! Hah, gue kaga bawa!” Marsya langsung panik mengingat buku bahasa Inggrisnya yang tertinggal di rumah.

“Nanti gue kasi pinjem,” Tania berucap kepada Marsya yang panik. Marsya pun mengucapkan terima kasih dengan cepat dan banyak karena Tania dapat membantunya.

“Yaudah lah guys gue cabut yak, udah masuk tuh.” Kiya berucap kepada mereka. Mengingatkan untuk masuk ke jam pelajaran berikutnya, karena waktu istirahat telah habis.

“Iya Ki, ayo yang lain balik ke tempat duduk masing-masing.” Usai menjawab Kiya, Jihan yang posisinya sedang menempati giliran menjadi ketua kelas memerintah agar seisi kelas yang sedang mengobrol langsung menduduki bangkunya masing-masing.

Mereka pun merapikan tempat yang tadi berantakan, buku-buku yang dibaca, dan lain-lain. Setelah itu, barulah yang ditunggu datang. Ariyanto Syarif adalah guru bahasa Indonesia kelas XI. Dan kini beliau sudah melangkahkan kakinya ke kelas XI MIPA-4 untuk mengisi mata pelajaran.

“Assalamu’alaikum anak-anak!” ucap Yanto semangat. Memang begitu, Yanto adalah guru yang selalu semangat mengajari siswa dan siswi. Akan tidak semangat bila moodnya dihancurkan oleh kelakuan para siswa yang terkadang ‘nyeleneh’.

“Wa’alaikumussalam pak,” semua siswi menjawab secara serentak.

“Hari ini mau belajar atau mau nonton?” Yanto memulai dengan pertanyaan yang otomatis jawabannya adalah ‘nonton'.

“Kalau nonton ada kuisnya gak pak?” Tsabita mengacungkan tangan.

“Oh jelas ada dong!” Yanto menjawab dengan mantap.

“Yaudah pak gapapa, kita nonton!” Hasna mengepalkan tangannya, ia sangat bersemangat.

“Bentar ya, saya ambil laptop dulu.” Yanto meninggalkan kelas. Mereka yang berada di kelas pun senang karena pelajaran kali ini diselingi dengan menonton film yang Yanto tentukan. Biasanya kuis yang akan Yanto berikan berupa pertanyaan yang jawabannya berasal dari film tersebut. Seperti biasa Keira mengeluarkan buku serbagunanya untuk mencatat hal-hal penting yang berada di dalam film. Lain halnya dengan Marsya yang ingatannya kuat akan hal seperti itu, ia akan menjawab pertanyaan nanti dengan memori yang kembali terputar di kepalanya.

Setelah Yanto mengambil laptopnya, ia meminta beberapa siswi untuk menyalakan proyektor yang berada di laci guru. Keira dan Tania adalah ahlinya pada saat-saat seperti ini.

“Siap pak,” Keira berucap tanda sudah menyelesaikan tugasnya. Yanto pun memutar film dan seisi kelas menonton dengan tenteram. Film yang diputar oleh Yanto bertema action dan thriller. Sehingga banyak di antara mereka yang ikut meringis ketika adegan sadis yang terjadi di film itu.

●●●

“Assalamu’alaikum dek,” seorang pria paruh baya mengetuk pintu kelas yang bertuliskan XI MIPA-4.

“Wa’alaikumussalam pak, ada apa pak? Tumben kemari.” Keira yang sedang melaksanakan piketnya menjawab salam dari seorang Office boy di sekolahnya.

“Ini dek, ada yang namanya Keira gak?” pria itu kembali bertanya.

“Saya pak, ada apa?” Keira yang sedang menyapu pun terhenti dan menatap bapak Office boy itu. Nametag nya bertuliskan ‘Roni Ahmad'.

“Anu dek, kamu dicari kakaknya. Cowok kan ya kakaknya?” tanya Roni.

“Oh ya pak? Baiklah pak, terima kasih informasinya.” Keira mengucapkan terima kasih kepada pak Roni yang telah memberi tahu informasi kepadanya.

“Iya dek, sama-sama.” Roni berucap lalu meninggalkan kelas Keira.

“Eh Rin, gue duluan ya. Tadi gue udah nyapu dan hapus papan tulis, duluan ya Rin.” Ucap Keira kepada teman piketnya yaitu Karin. Karin hanya mengiyakan Keira yang ingin cepat-cepat menghampiri kakaknya. Ia pun menyusuri koridor-koridor untuk menuju kotakan yang biasanya tempat bertemu kakak dan adik atau sebagainya.

“Kenapa dah bang?” Keira bertanya saat bertemu dengan sosok lelaki yang kini telah memakai jaket hitamnya.

“Udah nanti aja gue bilangnya, sekarang kita ke rumah sakit.” Ucap Kenzo memakai helm dan memberikan yang satunya kepada adiknya itu. Ketika mendengar kata ‘rumah sakit’, Keira langsung teringat akan kakak sulungnya yang tengah belajar di kampusnya.

“Bang Kev kenapa bang?” Keira mulai khawatir.

“Nanti gue kasih tau semuanya, sekarang lo pegangan yang bener, gue mau ngebut.” Kenzo kembali berucap seperti itu. Keira pun menurutinya dan hanya berdoa kepada tuhan yang Mahakuasa agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan yang menimpa kakak sulungnya itu.

“Bismillah..” Kenzo menghidupkan mesin sepeda motor. Mereka pun melesat cepat ke arah rumah sakit yang cukup jauh dari sekolah mereka. Dan karena persimpangan yang lumayan lega dan tak terlalu padat seperti biasanya, akhirnya mereka dapat sampai di rumah sakit dengan cepat dan aman.

Setelah sampai ke lobby rumah sakit, Kenzo tampak mengeluarkan ponselnya deri saku jaket. Ia membuka kontak dan langsung memanggil seseorang.

“Halo, lo dimana bang?” Kenzo bertanya saat panggilan tersambung. Ia mendengarkan dengan saksama dan mulai melangkahkan kakinya ke lift. Ia pun menekan tombol nomor 3 yang berada disana. Setelah sampai di lantai 3, Kenzo berbelok ke arah kiri yang disana terpampang tulisan ‘Ruang Edelweis'. Keira hanya mengikuti kemana kakaknya melangkah.

“Assalamu’alaikum,” Kenzo mengetuk salah satu pintu yang bertuliskan ‘Edelweis V'. Dan tak lama seorang lelaki yang tingginya melebihi Kenzo membukakan pintu itu.

“Wa’alaikumussalam, lo Kenzo kan?” tanya lelaki itu.

“Iya, gue boleh masuk kan?” Kenzo menatap lelaki yang berada di hadapannya.

“Ayo masuk,” ia mempersilakan Kenzo dan Keira untuk masuk ke dalam ruangan itu. Setibanya di dalam, Kenzo dan Keira memandang tubuh rapuh Kevin yang masih belum sadarkan diri. Ia dipakaikan selang oksigen untuk mempermudahnya bernapas. Keira yang sangat terkejut akan keadaan kakak sulungnya itu tak dapat berkata-kata. Melainkan menahan air mata yang sudah memenuhi bendungannya.

‘Ya allah, jangan sampe abang kena masalah serius lagi di hatinya, mudahkan dia buat sehat ya allah, angkat penyakit abang..’ batin Keira yang masih saja menahan kristal-kristal yang ingin jatuh. ‘Gue harus kuat, jangan kek anak kecil. Kalau mau nangis nanti,’ batinnya lagi.

“Kenalin, gue Zafran. Temen Kevin di kampus,” lelaki yang membukakan pintu menyodorkan tangannya ke arah Kenzo. Ia pun menerima jabatan tangan Zafran dan juga menyebutkan namanya.

“Ini yang pake kacamata namanya Hadi, yang satu lagi namanya Gavin.” Zafran menunjuk seraya memperkenalkan kedua temannya yang berada di dalam ruangan ini.

“Bisa kasih tau gak bang? Gimana bang Kev bisa disini?” Kenzo bertanya.

“Jadi, awalnya kita temen-temennya kira dia sakit, demam atau apalah.. dia udah sering banget bolak-balik kamar mandi, mual katanya. Nah pas mau ke kamar mandi lagi, dia tiba-tiba jatuh ke lantai. Nah gue disitu langsung heran dan lumayan panik karena biasanya dia gak pernah pingsan. Akhirnya Kevin kita bawa ke rumah sakit dan pas banget dokter yang nanganin dia adalah dokter yang diagnosis dia kena kanker. Gue bertiga aja yang dekat sama dia gak dikasih tau kalau dia udah menderita kanker hati stadium 2. Gue cukup kaget kalau tumor yang ada di hati dia kembali menjalar dan udah lumayan besar. Pas itu kita putusin untuk nunggu dia bangun, dan ternyata biar dia vit, dokter bilang dia harus dirawat disini selama beberapa hari.” Zafran menjelaskan dengan panjang sekaligus lebar tentang kejadian yang menimpa teman dekatnya. Kenzo dan Keira masih ternganga saat mendengar pernyataan dokter soal tumor yang kembali menyerang dan menjalar di hati Kevin. Karena tak dapat menahan air mata, Keira menjatuhkan setetes kristal bening itu. Namun ia langsung menghapusnya dan kemudian berusaha untuk tidak menangis disini.

“Oke, makasih banyak buat bang Zafran, bang Hadi dan bang Gavin yang udah mau nganterin bang Kev ke sini. Semoga kalian selalu diberi kesehatan ya. Gue sama Keira gak tau mau terima kasih gimana lagi.” Kenzo berucap terima kasih kepada teman-teman Kevin.

“Gapapa kok Ken, kita semua ikhlas bantuin lo ama Kevin.” Zafran menjawab ucapan Kenzo.

“Oh iya Ken, mungkin kita akan pulang sebentar lagi, tapi juga akan kesini lagi nanti malam.” Kali ini Gavin berucap.

“Makasih banyak ya abang-abang.” Kenzo tak berhenti mengucapkan terima kasih.

“Dek, ini lo telepon bunda sama ayah ya,” Kenzo memberikan ponselnya kepada Keira. Ia hanya mengangguk pelan dan melangkahkan kakinya ke luar ruangan. Ia akan menghubungi orang tuanya di luar.

“Halo yah?” Keira memulai percakapan.

‘Halo nak? Ada apa telepon sore begini?’ dari seberang sana Andra menyahut.

“Yah, abang masuk rumah sakit. Katanya kanker abang belum sembuh dan menjalar lagi,” jelas Keira pelan.

‘Astaghfirullah, ya allah.. nak, ayah sama bunda memang sudah menyelesaikan urusan disini, ayah sama bunda akan segera memesan tiket pesawat untuk menuju Jakarta ya, kamu tunggu disana, baik-baik.. insha allah ayah sama bunda langsung pulang.’ Keira yang mendengar kabar sang ayah langsung tenang hatinya. Karena orang tuanya dapat menemani mereka di saat yang sangat tepat.

“Bener yah? Alhamdulillah.. oke yah, aku tunggu ayah sama bunda kesini.” Keira kembali berucap. Ia sangat bersyukur karena Allah mengizinkan orang tuanya untuk peduli dengan kondisi putra sulungnya.

“Aku tutup teleponnya ya yah,” ucapnya lagi. Kini bibirnya mengukir senyuman manis bahagia.

‘Iya, kamu hati-hati disana, baik-baik sama abang. Assalamu’alaikum,’ Andra memberi salam ketika telepon ingin ditutup.

“Wa’alaikumussalam,” Jawab Keira menutup sambungan itu. Ia pun tak henti mengucap syukur di dalam hatinya. Ia pun kembali ke ruangan dimana kakaknya dirawat. Setelah berada di dalam, ia membagi kabar yang Andra berikan padanya tadi. Bukan hanya Kenzo yang ikut bahagia, bahkan Zafran, Hadi dan Gavin ikut tersenyum senang. Dan yang lebih bahagianya lagi, hal itu bertepatan dengan Kevin yang mulai mengerjap-kerjapkan matanya. Ia mulai menyadarkan dirinya dari tidur yang cukup panjang sedari siang. Keira yang ingin cepat-cepat memeluk tubuh rapuh Kevin sempat terhalang dokter yang memeriksanya terlebih dahulu. Dan setelah selesai, Keira memeluk sang kakak pelan. Kevin yang masih setengah sadar belum bisa mengucapkan apa saja yang ingin ia ucapkan. Waktu telah menunjukkan pukul 17.40, dan Zafran dan teman-temannya menyatakan akan pulang ke rumah mereka masing-masing sebelum matahari benar-benar terbenam. Mereka pun pamit kepada Kenzo dan Keira. Juga terima kasih yang tak henti-hentinya terucap dari bibir Kenzo.

Mengetahui waktu yang sudah mendekati akan berkumandangnya adzan maghrib, Kenzo pun pulang ke rumah untuk mengambil sebagian barang untuk keperluan mereka di rumah sakit. Ia sangat cepat mengendarai sepeda motor sehingga sama cepatnya ia kembali ke rumah sakit. Setelah Kenzo kembali ke rumah sakit, yang bertepatan dengan adzan magrib yang berkumandang. Kenzo dan Keira pun melaksanakan shalat maghrib dengan berjama’ah. Kenzo juga memesan makanan untuk menemani malam mereka di rumah sakit. Kevin yang masih belum bisa menggerakkan badannya, namun masih sanggup melaksanakan shalat,ia di tayamumkan oleh Kenzo dan kemudian melaksanakan shalat dengan berbaring.

●●●

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post