Sedari dulu menganggapmu akan menjadi rumah

Mengadahkan tangan melangitkan harap

demi memilikimu dan menjadi milikmu

Meniti asa dan upaya

untuk menjadi salah satu darimu

Bahagia merasuk jiwa

ketika kau menerimaku

Ku lalui jalan

menuju pintumu

Hingga akhirnya,

kau perlahan mengujiku

meruntuhkan semangat

menumpahkan bening netra

merenggut waktu tidur

merebut luangku

menjauhkanku

menjatuhkanku

Ku ingin meninggalkanmu,

melepaskan benang merah yang menjadi

penghubung antara kita

Ku ingin memunggumimu

menutup mata dari

raut datarmu yang memandangku

Ku ingin pamit,

namun mengapa kau seakan menghujani

diriku dengan sejuta alasan bertahan

Semu memberiku fatamorgana

memberi harap tentang mimpi indah

yang akan menjadi nyata

Harapan mengulurkan khayal

menyajikan iming-iming

yang penuh dengan impian

Tak sadar kau mengurungku

menutup semua pintu

yang menjadi tempatku untuk

kabur berlari

Kau menjadikan mimpiku sebagai

tawaran

yang kusodorkan saat menjadi

tamumu

Ternyata menjadi penghunimu

tak seindah yang ku pikir

Aku ingin lari

aku ingin kabur

Tapi mereka menjadi alasan

untuk kembali bertahan

Oleh karena itu,

aku putuskan menggenggam

tanganmu lagi

membulatkan tekad melapangkan dada

merajut benang merah yang

kelak akan menjadi jembatan

menuju bintang

di langit mimpi anak kecil ini

Kan kuterima garis tangan ini

walau setiap guratannya

akan menyakitiku

Seperti katamu

bahwa kau bukan rumah

hanya sanggrah

aku akan sekejap disini

Terima kasih telah

menyambutku

tolong berbaik hatilah

denganku