Sang Ayah Berhati Malaikat
Derap langkah kaki semakin dekat, semua siswa bersiap mengikuti pelajarannya pagi ini. Beliau adalah bu Ani, seorang guru senior yang dikenal sangat disiplin itu sekarang berada dikelas. Suasana cukup angker keliatannya.
Tanpa di sadari sedari tadi ada salah seorang siswa sedang mengerjakan PR Matematika. Tiba tiba Bu Ani menyadari kegiatan siswanya tersebut. "Anfi sedang apa kau?" Sedikit ada penekanan di akhir kalimat. "Emm sedang.. sedang itu bu.. itu.." Anfi kelihatan gugup menjawabnya "sedang mengerjakan PR yang saya kasih minggu lalu ya, sekarang kamu saya hukum membersihkan kelas setelah pulang sekolah". Ia pasrah dengan hukuman yang diberikan bu Ani padanya.
Setelah menyelesaikan tugasnya, Anfi pulang menuju rumah sederhana yang jauh dari hiruk pikuk kota ini. "Ibu.. Anfi pulang.." sambil membuka pintu kayu rumah itu. Namun, tidak ada sautan apapun dari dalam rumahnya.
Wanita parubaya berjalan tergopoh - gopoh menuju rumahnya sambil membawa seikat sayuran yang tadi sengaja ia petik dari kebun. "Ehh kamu sudah pulang, kemari makan ibu sudah masak makanan kesukaanmu". Wanita itu ialah bu Sarmi, wanita parubaya yang kesehariannya hanya mengandalkan pekerjaannya sebagai tukang cuci dari rumah ke rumah.
Senja datang, angin berhembus menyeruak diantara sudut sudut dinding kayu."Anfi Ayahmu kemana ya..Sedari tadi belum pulang?". "Ayah sedang lembur bu sebentar lagi juga pulang".
Senja telah terganti oleh malam.Namun, Ayah Anfi yang berprofesi menjadi sopir angkot belum juga pulang.
Tiba - tiba sirine ambulans berbunyisemaki lama semakin mendekat , membuat seisi rumah itu merasa was was takut terjadi apa apa.
"Assalamualaikum..Ibu.. Anfi ayah pulang". Ibu bergegas menyambut kedatangan ayah. "Waalaikumsalam.. tidak terjadi apa apa kan yah?" "Memangnya ada apa ibu tanya seperti itu?". "Bukan apa apa hanya khawatir saja, karena ayah pulang bawa ambulans ke rumah". Sedikit ada penekanan di awal kalimat. "Oh itu, iya bu tadi saat ayah melintas di jalan S.Parman tak sengaja ayah melihat ada ambulans yang mogok, lalu petugas dan sopirnya meminta bantuan kepada ayah, jadi ayah bawa pulang dulu sebelum dibawa ke bengkel".
Memang sudah bukan hal yang biasa lagi jika ayah Anfi disebut seseorang beharti malaikat, karena sudah terlalu banyak jasa yang ia berikan secara cuma - cuma kepada orang banyak.
Rembulan menampakkan senyuman, tak tertinggal angin meliuk liuk melewati celah pagar kayu rumah Pak Imron. Udara saat itu begitu dingin sangat dingin hanya secangkir kopi panas menemani kedua paru baya yang sedang duduk berdampingan di teras rumah. "Yah.. bagaimana kalau kelak kita sekolahkan Anfi di luar kota agar dia tumbuh jadi anak yang mandiri". Sembari memandang semesta. "Terserah ibu saja, bagaimana kalau kita sekolahkan di daerah bogor saja disana dia bisa tinggal di rumah neneknya".
Hari kian berganti tiba saatnya kelulusan SMP, Kringg.... Kringgg... suara telepon berbunyi " Halo dengan ibu Ani?" Suara di seberang sana terlihat sangat kelu. "Halo iyaa benar saya bu Ani, ada perlu apa ya?" Suasana sekejap berubah, suara mulai tangisan terdengar "baiklah saya segera kesana". dengan langkah tergopoh ia menuju tempat dimana anaknya berada sekarang
"Bu.. maaf Anfi mengecewakan ibu dan ayah maafkan anakmu yang nakal ini" ucap Anfi sesaat sebelum ia memutuskan untuk melompwt ke jurang untuk mengambil bola. Namun naas ia terpeleset dang menggulung menuju dasar jurang dan nyawanya tak tertolong lagi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar