BAB 1: LARI BUKANLAH SOLUSI
Judul : Pengacau di Tanah Surga
Bagian 1:
LARI BUKANLAH SEBUAH SOLUSI
“ Ma, ayolah! Carel sudah capek karena angkat barang nih,”
“Iya tunggu sebentar, mama beresin isi koper dulu kamu bantuin aja sana kakakmu itu! Mama lagi sibuk, Nak”
Carona terpaksa mendekati kakaknya dan membantu membawakan barang-barang yang ditaruh di luar rumah. Dengan tampang kusut, ia mengangkat kardus barangnya ke dalam mobil.
“ Hei, kau! Taruh baik baik barangnya! Aku sudah susah merapikannya, jangan memakai ruang yang besar hanya untuk kardus kecilmu itu. Isinya saja hanya permainanmu. Masukkan saja yang lain dulu!”, seru Carel tegas sambil duduk di teras rumah.
“ Idiih,, udah syukur orang bantuin malah ngomel,” jawab Carona.
“Daripada menggangu lebih baik kau bangunkan kakak sayangmu itu, semalaman dia main game online mulu,” perintah Carel.
“Nyuruh nyuruh mulu!”
JJ
Semoga saja dengan pindahnya kami dari tempat ini dapat mengurangi luka hati mereka.
Mama berpikir sejenak sambil membereskan pakaian. Pindah rumah adalah satu-satunya jalan agar bisa melupakan semua yang telah terjadi. Apalagi bagi anak-anaknya ini dapat merusak mimpinya. Walaupun ini bukan jalan untuk menghindari, setidaknya harapan positif ini menjadi pegangan bagi mama saat ini.
Carona melintas di depan kamar ibunya. Dilihatnya sebentar, kemudian menaiki tangga menuju kamar kakaknya.
“Charlie! banguuun! Kita udah mau berangkat nih”
“Apaan sii,, jam berapa sekarang? Aku baru 2 jam kamu sudah membangunkanku saja,” oceh Charlie sambil menghapus sesuatu disekitar bibirnya.
“ jam 11 kak,, ayolah! Nanti kita ketinggalan pesawat. Ini perjalanan yang akan menyenangkan. Kita akan meninggalkan tempat menyebalkan ini,” kata Carona sambil memakan cemilan di meja Charlie.
“Aduuuh,, baiklah. Kamu keluar dulu aku mau beres beres.”
“Siyap bos!”
Carona keluar dari kamar kakaknya dan menuju dapur untuk membantu membereskan bekal yang dibuat mama.
JJ
Sesampai di bandara, Carel, Carona, Charlie, dan mamanya check out dan menuju pesawat. Carel dengan pakaian casualnya menggunakan earphone, Carona asik dengan bonekanya, dan Charlie dengan tab-nya. Tak ada yang mengindahkan mamanya yang sibuk meletakkan barang ke bagasi atas.
Perjalanan lebih dari 5 jam membuat semuanya kelelahan. Mereka menaiki taksi menuju rumah barunya. Rumah yang sudah disewa mama untuk beberapa tahun kedepan.
“ Charlie, Carel, Carona, bangunlah! Kita sudah sampai dirumah”
“Hoaaah,, waah,, ini rumah kita, ma?” tanya Carona sambil menguap.
“Tentu saja. Kalau bukan ini kenapa kita mesti berhenti di depan rumah ini, Carona?,” potong Charlie menjawab tanya adik bungsunya.
“ Cepatlah bantu mama mengangkat barang ini biar kalian bisa cepat berisitirahat. Carel, kamu ajak adikmu duluan masuk, sepertinya dia sangat mengantuk.”
“Baiklah, Ma”
“Aku tidak mengantuk, kok. Aku hanya merasa agak mual, Ma. Hehehe” jawab Carona sempoyongan.
“Ahahahahha,, sejak kapan kau mual hanya karna naik taksi. Kau saja tertidur sejak dari pesawat dan aku yang mengangkat badan beratmu itu”, tawa Carel melihat perilaku adiknya.
“Itu tudak lucu tauuk!” tukas Carona sambil berjalan menuju mendekati pagar rumah.
JJ
Jam dinding menunjukkan pukul 05.45. Carel memasukkan semua perlengakapan dan barangnya ke dalam koper. Hari ini Carel masuk ke sekolah berasrama. Keyakinan untuk memilih bersekolah dan langsung berasrama setidaknya bisa membuatnya lupa sejenak akan hal hal yang telah berlalu. Carel tak ingin menyulitkan mamanya. Kabur. Kata yang tepat untuk pemikiran saat ini. Walaupun ini sudah jauh dari rumah, Carel tetap belum bisa melupakannya. Ini sudah pilihan tepat baginya.
Pukul 07.30
“Aku berangkat ya, Ma.”
“Kak,hati hati ya. Semoga semuanya menyenangkan. Sering hubungi aku ya. Aku bakal merindukanmu,” pesan Carona yang baru bangun tidur sambil digenong Charlie.
“Kau sangat manja. Sejak kapan kau merindukanku. Kau akan tetep selalu menempel dengan Charlie. tak akan ada waktu kau untuk merindukanku” terang Carel sambil mencubit pipi adiknya.
“Aku pergi.”
“Semoga kau bisa bertahan. Tersenyumlah” pesen Charlie.
“Hmm..” melambaikan tangan dan menuju taksi yang sudah dipesan.
“Hati-hati, Anakku. Jaga selalu ibadahmu dan turuti kata gurumu!”
JJ
Angin berhembus lembut menerpa rambut Carel. Mentari yang bersinar tak begitu terik mendukung perasaan dan pikiran Carel yang tenang. Tempat yang berada di tepi bukit ini membuat hati siapa saja akan melupakan segala pikiran yang menggangu. Di tempat inilah Carel berharap dia akan nyaman.
Carel berjalan menuju gerbang sekolah dan memandang capung dan kupu-kupu di taman sekolah. Asri sekali. Tampak seseorang berpakaian putih, celana dongker pekat, dengan peluit di bahunya melontarkan senyum layu. Carel disambut hangat oleh satpam itu. Sambil berjalan menuju kantor kepala sekolah, semua siswa tampak melihat panjang dirinya. Semuanya pria. Tatapan yang berbagai membuatnya menundukkan kepala. Sinis, heran, tertawa, berbagai ekspresi tampak dari seluruh siswa sekolha itu.
Apa yang salah dariku? Kenapa mereka melihatku begitu? Abaikan sajalah.
“Assalamu”alaikum. Selamat datang di Valensia Islamic Boarding School”
Salah satu guru mengucapkan kalimat itu dengan senyum dan meraih tanganku untuk berjabat tangan dengan cara yang asing bagi Carel. Kemudian Carel dibawa berkeliling hingga ke asrama.
“ Ini adalah kamarmu. Satu kamar berempat orang. Semoga kau bisa betah disini. Semuanya kenalkan diri kalian dengan teman baru kalian!” ujar Pak Irzan
“Hai, aku Alfredo. Senang bertemu denganmu”.
Salah satu dari mereka bertubuh tinggi, wajah lonjong dengan tahi lalat di pipinya menyapa Carel duluan.
“Aku Eloy. Semua orang membicarakanmu. Tak kusanga kau bakal menjadi teman sekamarku.” ujar Eloy sambil mengajak bersalaman.
“Gua Pieter. Anak salah satu pendiri sekolah ini. Jika ada sesuatu dan kendala, gua bisa bantu lho. Gua suka gaya pakaian lho.”
Dua lainnya dengan tinggi yang hampir sama ikut mengenalkan diri. Eloy yang bertubuh agak berisi mengajaknya berkeliling ke kamar yang lain untuk mengajak Carel mengenalkan dirinya. Pieter dan Alfredo membereskan meja belajar dan lemari Carel yang sebelumnya mereka gunakan untuk meletakkan bahan makanan dan permainan.
Tanaman yang menepi di sekitar lantai putih asrama bagaikan mengikuti setiap langkah Carel dan Eloy. Pemandangan yang cukup asing bagi Carel apalagi ketika melihat kamar mandinya membuatnya cukup ternganga.
“Kenapa kau ingin masuk sekolah ini?” tanya Eloy.
“Aku hanya tidak sedang ingin dirumah” jawab Carel singkat.
“Baiklah. Kenapa kau pindah?” lanjut Eloy
“Aku baru pindah rumah kesini makanya aku pindah sekolah” jawab Carel
“kenapa pindah rumah? Kau bakal tinggal disini juga,,teman teman juga banyak yang tinggal jauh tapi mereka tidak mesti pindah rumah tuh” tanya Eloy ingin tahu.
“Kau banyak tanya ya! Ya terserah orang tuaku mau pindah atau tidak. Kenapa kau yang rep...” jawab Carel sambil menatap langit-langit asrama.
“Hari ini sampai sini aja aku kenalkan tempat ini, kalau ada yang inginkan kau lakukan dan kau tuju tanyakan saja denganku dan yang lain.” potong Eloy mengakhiri jalan jalannya dan langsung meninggalkan Carel.
JJ
“Carel, bangunlah!, ini sudah hampir imsak, kau tidak ingin puasa?” tanya Alfredo sambil menggoyangkan tempat tidur bertingkatnya itu.
“Puasa? Ini bukan bulan Ramadhan? Kenapa puasa? Aah,,puasa senin kamis” pikir Carel.
“Mana makanannya?” tanya Carel sambil mengucek mata.
“Ambil sendiri. Kau tidak membayar untuk diambilkan makananmu oleh kami” tukas Pieter.
“Begitu. Dimana?” pasrah Carel mendengar jawaban Pieter yang terdengar menjengkalkan. Pagi hari sudah memancing amarah Carel.
“Ini punyamu. Lain kali kalau dibangunkan jangan tidur lagi ya. Makananmu bisa dimakan hantu rumah makan jika terlambat mengambilnya.” ucap Alfredo mendinginkan suasana sembari menyendok makanan ke mulutnya.
“Baiklah. Terima kasih, Al.”
Setelah sahur, mereka bersiap untuk pergi ke mesjid. Sesampai di mesjid, semua siswa melihat panjang lagi Carel. Entah apa yang salah darinya, ini membuatnya tidak nyaman lagi.
“Ada apa dengan mereka? Kenapa seperti itu melihatku?”
“Kau terlalu ganteng” canda Eloy sambil memperbaiki pecinya.
“AKU SERIUS!” ingin tahu Carel tak menggubris candaan temannya itu.
“Itu sudah menjadi kebiasan beberapa anak-anak melihat orang baru seperti itu. Jika kau berani,datangi saja mereka dan ajak saja mereka berteman.” bantu Alfredo menjawab keingintahuan Carel.
“Tentu saja aku berani.” Carel pun melangkah menyeberang sekumpulan umat manusia di mesjid itu.
Allahu akbarullahu akbar.
“Ahh. Sudah iqomah.” Carel pun kembali ke tempatnya untuk merapatkan saf.
Usai sholat, Carel berniat untuk kembali ke asramanya.Namun, tangannya ditahan.
“Mau kemana kamu? Ini masih waktunya diam. Usai waktu diam berakhir, kamu akan mengikuti tahfiz reguler. Tak ada waktu untuk tidur lagi.” ujar seseorang yang tak asing baginya.
“Roy!”
“Sssttt”
“Lama tak jumpa, Carel”
JJ
“Hai, Carel, bukan? Kamu di kelas mana?” tegur seseorang memukul pundaknya dari belakang.
“Apa? Siapa?” bingung Carel mendengar bahasa yang diucapkan oleh siswa tersebut.
“Aku ketua kelas dari kelas X-5, Rasya. Maaf, Anak baru, ini minggu berbahasa Arab. Karena kamu anak baru, kamu akan didispensasi dan mendapat pembekalan bahasa selama 3 bulan” terang Rasya.
“Ya, aku di kelas yang sama dengan kau. Senang bertemu dengan kau, Ketua” ketus Carel sambil memberi senyum tipis kepada Rasya.
“Karna kamu anak yang masuk di tengah tahun ajaran dan sebentar lagi akan ada ulangan harian dan ujian semester, aku akan membantumu sedikit.” terang Rasya sembari memberi sebuah buku.
“Baca dan pahami isinya. Ini akan membantumu mengerti sistem di sekolah ini. Setelah kau memahaminya, akan aku beri beberapa buku catatan pelajaranku. Semoga betah.” tegas Rasya dan pergi menuju kelas.
BUKU PERATURAN.
Ini terdengar biasa saja. Bagi setiap sekolah, tentu harus mengenalkan peraturan yang dibuat. Namun ini beda. Semua yang kau kerjakan akan diberi apresiasi dan yang kau langgar akan diberi sanksi. Sanksinya bukan pengurangan nilai saja seperti sekolah biasa. Ini berbayar. Sedetail apapun kesalahanmu akan mengeluarkan setidaknya lebih dari 20 sen ringgit.
“Sekolah macam ini? Siswa membayar dengan harga yang tak murah dan ini juga berbayar. Ini pungutan liar!” Carel berbicara sendiri.
Carel pun melangkahkan kaki menuju kelas saat seseorang separuh baya menyapa dan mengajaknya masuk. Carel pun mengenalkan diri di depan kelas dan dipersilakan duduk di kursi bermeja disamping Alfredo.
“Hai, kita sekelas.” sapa Alfredo.
“Hmm.”
Pembelajaran selesai dengan lancar. Tidak dengan Carel, ia memikirkan keluarganya. Terbersit ingin kembali ke rumah. Namun, dia ingat akan tekadnya masuk ke sekolah ini. Menghindar dan lari. Itu kata yang tepat untuk situasi saat ini.
“Kenapa melamun terus? Pembelajarannya membosankan?” tanya Eloy sambil memeluk bantal gulingnya di kasur.
“Tidak. Aku hanya ingat orang tuaku.”
“Semua orang awal masuk memang selalu berpikir seperti itu,namun lama kelamaan akan terbiasa. Tapi kamu anak manja, yah? Baru sehari saja sudah rindu. Anak sultan yang biasanya dimanjakan tidak terbiasa mandiri seperti di sekolah ini. Hahaha,,” goda Eloy sambil memalingkan wajah ke dinding, menghindari tatapan Carel.
“Apa? Kau bercanda? Manja apanya? Sini kau.” menggapai Eloy dan menggelitikinya.
“Kemana Alfredo? Kamu sekelas dengannya, kenapa tidak bareng?” potong Pieter yang menghentikan pertengkaran kecil antara Carel dan Eloy.
“Dia ada urusan dengan guru. Aku tidak tahu masalahnya apa” jawab Carel sambil merapikan bajunya.
“Tidurlah, Carel. Ini waktu istirahat siang. Nanti aku bangunkan saat ashar datang.” ujar Pieter sambil memainkan game.
JJ
“Kenapa belum tidur?” tanya Eloy sambil menginjiitkan kaki untuk melihat wajah Carel dikasur atas.
“Ah, kau suka sekali mengejutkanku. Aku hanya teringat jawaban adik kelas itu. Sepertinya mereka salah paham.” tukas Carel terkejut sambil mendudukkan badan.
3 jam lalu...
“Selesai buka puasa ini ayo kita cepat ke mesjid! Aku ingin menemui anak-anak yang sering melihatku kemarin..” ajak Carel kepada teman sekamarnya sambil menyuap takjil yang dibelinya.
Setibanya di mesjid yang masih lengang. Carel dan lainnya membantu membersihkan dan merapikan tikar mesjid. Kemudian bebrapa siswa mulai berdatangan. Carel langsung menarik tangan salah satu siswa yang memandangnya kemarin saat siswa itu memarkirkan sendalnya.
“Hei!”
“Ada masalah apa kau denganku? Apa ada yang salah denganku?” tanya Carel spontan.
“Tidak,kak. Ti..ti..tidak ada yang salah saja. Hanya saja kamu mirip sekali dengan teman kami yang sudah pindah sekolah. Dia dulunya adalah anak yang sering kami permainkan.”
“Apa?” Carel terkejut dan perlahan melepaskan genggaman tangannya di baju siswa itu. Seorang adik kelas yang keluar karena dipermainkan?.
“Ditambah lagi kakak yang sering menundukkan kepala saat kami melihat. Itu meyakinkan bahwa kau mungkin saudaranya. Hehehe.” potong siswa lain dan langsung menarik temannya menjauh dari Carel.
Ada apa ini? Kenapa aku teringat kejadian itu lagi?
Kejadian yang membuatnya dan keluarga memilih untuk pindah rumah. Carel tiba-tiba mengingat Carona. Adik yang sebenarnya sering mengabaikannya saat berbicara dan tidak terlalu memedulikan kehadirannya. Seorang adik yang hanya memnetingkan orang lain dan tak dapat merawat dirinya. Ingatan yang membuatnya terdiam sejenak hingga telat memulai sholat. Padahal Carel yang datang duluan ke mesjid.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantaap baguus bngeet huhuhu:(
Wiih mantepp,,, kejadian itu lagi apa yang diingat carell????!
Wiii kereenn.....ada apa nih dengan masa lalunya si adek?!
Wiii kereenn.....ada apa nih dengan masa lalunya si adek?!
wiiiii keren kak ada lanjutannya kah?