Bab 1
bab 1
Lima belas tahun merupakan waktu yang lama bagi Minji untuk merasakan semua beban yang sudah dipendam bagi dirinya sendiri. Minji sekarang sudah menjadi seorang gadis yang beranjak dewasa dan sedang menyelesaikan tugasnya agar mendapatkan gelar sarjana yang ditunggu-tunggu olehnya.
Dulu Minji merupakan anak yang cenderung aktif dan tidak peduli dengan sekitarnya jika ia sedang bersama teman-temannya. Namun semuanya berubah semenjak Minji mendapatkan perlakuan buruk dari teman bahkan dari guru disekolahnya. Kejadian itu terjadi ketika Minji pindah sekolah saat kelas 2 SD. Kejadian yang benar-benar konyol dan bahkan Minji sendiri merasa dirinya bodoh saat itu. Kejadian pertama yang tak pernah terlupakan oleh Minji meskipun nama pelakunya sudah tidak begitu jelas Ia ingat.
***
Tahun 2004.
Awal Minji masuk sekolah dasar, Ia bersekolah di sebuah sekolah yang berada tak jauh dari rumahnya, hanya saja ia bersikap seperti preman menurut cerita keluarganya pada saat itu dan bertahan satu bulan saja di sekolahnya yang pertama. Minji kemudian pindah sekolah yang masih di desa yang sama dengan sekolahnya yang sebelumnya, dan ia terpaksa pindah sekolah ketika musibah menimpa keluarganya.
Minji tinggal di pedesaan di sebuah kota kecil. Keadaan disekitar lingkungan Minji tinggal cenderung kondusif dan masih baik udaranya. Masyarakatnya cukup ramai dan banyak juga anak-anak di sana. Desa yang cukup baik untuk ditinggali pada masa ini. Minji tinggal dengan orangtuanya di rumah dengan hak tinggal dari pihak perusahaan milik pemerintah. Hari-hari yang dijalani oleh keluarga minji merupakan hari-hari biasa yang cukup penuh dengan kesibukan membuat bahan dagangan sehari-hari.
Hari-hari berjalan dengan biasa sebelum-sebelumnya, dan Minji juga sering bermain dengan bunda dan juga sepupu-sepupunya. Banyak foto yang sudah menjadi album yang saat ini Minji lihat dengan keluarga dan adik-adiknya yang pada saat itu masih belum ada, bahkan ketika adik-adiknya sudah lahirpun ada beberapa anggota keluarga yang memang tidak bisa sering ditemui bahkan sudah meninggal dunia.
Suatu hari, Minji pergi dengan keluarganya ke luar kota. Minji memberli beberapa keperluan sekolah, diantaranya adalah tas dan perlengkapan sekolah. Hari itu, tepat seminggu setelah Minji dibelikan tas baru, kejadian naas itu terjadi. Minji Ingat dengan jelas hari itu sedang sholat maghrib dengan keluarga, dan di luar ada orang yang memanggil-manggil ibunya. Ketika Minji berjalan keluar untuk melihat siapa yang datang, orang tersebut sudah pergi meninggalkan rumah Minji.
Selepas solat maghrib, seperti biasa, Minji dengan keluarganya berkumpul dan duduk diruang tengah sambil belajar dan bermain. Namun ada teriakan dari luar yang membuyarkan konsentrasi semuanya. Beberapa tetangga berteriak bahwa ada api yang sedang melalap rumah. Sontak saja Minji dan keluarganya melihat keluar, memeriksa apa yang terjadi di luar rumah dan sesaat kemudian ibu Minji berbalik kedalam kamar menarik sebuah laci dari dalam lemari yang berisi data-data penting keluarga seperti ijazah dan surat-surat lainnya.
Api semakin melalap rumah, berhubung rumah yang ditempati merupakan rumah yang sudah cukup tua dan terbuat dari bambu, maka lalapan api menjalar lebih cepat dibantu dengan hembusan angin pada malam itu. Semua yang Minji dan keluarga punya terbakar habis. 10 rumah dalam 15 menit dilalap oleh api. Rekor tercepat menurut Minji saat mengingat kejadian ini.
Dulu, keluarga Minji merupakan keluarga yang cukup berada meskipun tidak kaya, hanya saja cukup memenuhi semuanya. Satu-satunya kenangan yang Minji miliki sampai saat ini adalah televisi kecil yang saat itu berada dalam bengkel dan sedang akan diservis, namun sampai sekarang Minji tidak pernah mengambil barang peninggalannya itu.
Selepas kejadian tersebut, Minji dan keluarganya tinggal dengan neneknya yang tinggal di atas rumahnya Minji. Kebetulan desa tempat tinggal Minji merupakan daerah yang memiliki struktur perbukitan, jadi beberapa masyarakat desa memiliki rumah yang berada di perbukitan dan selamat dari kobaran api pada saat itu. Minji tinggal dengan neneknya tidak lama selepas kejadian itu, kemudian Minji pindah ke kota dan tinggal di kota sampai adiknya lahir, dan Minji pindah ke kampung halaman bapaknya. Minji melanjutkan sekolah di kampung itu sampai kelas 2 SD. Disana Minji dan keluarganya tinggal dengan keluarga dari pihak bapak.
Semester baru dari kelas 2, Minji kembali pindah sekolah ke kota. Kali ini memang kota besar. Minji mulai masuk sekolah dan pada awalnya semuanya masih berjalan seperti biasa. Minji bukan anak yang penakut ataupun pemalu dulunya. Mengingat Minji juga pernah menjadi ‘preman’ saat kelas satu SD dan sifatnya yang cukup aktif pada saat itu menjadikannya anak yang riang dan cukup ceria. Sifat Minji yang seperti ini ternyata tidak disukai oleh semua anak yang ada di kelasnya. Namun, pada saat itu Minji masih bersikap cuek dan bodo amat karena merasa percaya dengan dirinya.
Hari itu, kelas Minji sedang belajar kesenian dan mendapatkan tugas untuk menggambar serta melukis apapun yang ingin dilukiskan. Kebetulan Minji hanya membawa satu pensil dan sedang tidak membawa peraut. Orang terdekat dari mejanya yang memiliki peraut merupakan anak orang kaya, dan memiliki peraut yang cukup mahal pada saat itu. Minji meminjam perautnya dan sebelum menggunakannya Minji selalu memeriksa barang orang lain yang akan dipakainya. Kebetulan, saat itu peraut yang dipinjam oleh Minji memang sudah tidak baik atau sudah ada retakan dan patahan. Minji berusaha menggunakannya dengan baik dan tidak merusakkannya lebih jauh. Kemudian Minji mengembalikannya.
Beberapa hari setelah kejadian peminjaman itu, si empunya peraut menyatakan bahwa perautnya rusak karena aku yang menggunakannya. Padahal tidak ada kerusakan tambahan dari perautnya pada sat itu. Ia meminya ganti rugi dengan Minji, hanya saja karena Minji pada saat itu tidak memiliki uang untuk menggantinya, maka mereka menyarankan agar kita bermain jula-jula. Ya, permainan sejenis arisan yang dilakukan oleh beberapa orang dalam beberapa hari, kemudian diundi siapa yang akan menerima uangnya.
Awalnya mereka menjanjikan bahwa Minji akan menerima uangnya dalam beberapa hari dengan dipotong penggantian peraut. Menurut Minji, peraut yang digunakannya pada saat itu berharga antara 5 sampai 7 ribu rupiah. Angka yang cukup mahal bila diingat pada tahun 2000-an. Akhirnya, Minji memutuskan ikut bermain dan pada saat giliran Minji yang mendapat undian, Minji hanya menerima 2 ribu rupiah dari 15 ribu uang yang seharusnya Ia terima. Bodohnya Minji pada saat itu!
Dari sinilah awal mula Minji mendapatkan perlakuan-perlakuan bodoh lainnya yang tidak Ia sadari bahwa perlakuan tersebut masuk kedalam tindakan bullying.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar