Tafakur Cinta
Cinta bisa datang kapan saja. Dia tidak mengenal situasi dan kondisi. Namun, dalam keteguhan hati seorang muslimah, dia mampu untuk mengarahkannya. Memang tidaklah mudah! Tapi Akilla memiliki motivasi yang tinggi dalam menempuh semua perjalanannya di Yogyakarta.
Assalamu'alaikum, Killa. Selamat yah, Killa. Aku sempet kaget lho, bahkan engga percaya aja gitu pas bacanya. (Ucap Mala teman sebangku Akilla saat di SMA)
Waalaikumussalam, Mala. Alhamdulillah bini'matihi tatimmus sholehat. Allah Maha Kuasa, Mala. Bismillah! Doakan aku yah. (Dibalasnya penuh tanda syukur)
Tentu, Killa. Eeh, maaf ini. Kalo boleh tau, kamu lewat jalur apa? Itukan universitas favorit. Kamu kok ga cerita ke aku kalo kamu daftar di sana? (Ucap Mala seperti wartawan dengan 5W+1H)
Hehehe, aku lewat kartu sakti. Yaa, aku juga awalnya engga nyangka. Aku daftar juga iseng, makanya aku engga banyak bicara. Kan malu, apa yang belum menjadi takdir kita, tetapi kita mengklaimnya seakan-akan itu milik kita. (Pesan Akilla dibaca cepat oleh Mala)
Dibalasnya, Alhamdulillah, lho bukannya duku kamu daftar universitas yang di Bandung yah? tanya Mala kembali
Iyah Mala. Tapi karena perintah ibuku untuk melanjutkan pendidikan ke Yogyakarta, aku kemarin nakal, hehehe. Jadi aku pilih saja lintas jurusan dan berdoa untuk tidak keterima di universitas itu (Ucap Akilla membuka kata ceritanya kepada Mala)
Oohh jadi gitu, bisaan kamu. Terus, terus? Apa langkah selanjutnya?
Pertanyaan kamu loh, Maaal.. Mall. Ya, kuliah. Masa kuli panggul.
Heheh, iya iya. Kamu daftar kedua universitas itu secara bersamaan? (Tanya Mala kembali)
Ohh itu, engga juga sih. Setelah yang di Bandung selesai, aku mencoba buat aktivasi akun di UGM pake kartu sakti. Alhamdulillah bisa, nah aku diemin dia. Kirain engga ada apa-apa. Eehh iseng buka email, ada pesan dari sana. Pas aku lihat, ada deh beasiswa kedokteran, hehehe. Sempet kaget. Tapi, akhirnya ku coba. Dan alhamdullillah berpihak. Karena memang, ridho orang tua juga saaangat mempengaruhi. Dan tentunya, kita mintanya sama Allah, jangan sungkan. Justru curhatnya kita sama Allah selain didengar tapi juga dikabulkan lho!
Alhamdulillah yah, Killa. Masya Allah :) semangat terus yah, Killa. Jangan lupa sama aku yah. (Ucap Mala dalam pesannya)
Tentu, Mala. Kamu sahabat ku, akan tetap menjadi sahabatku. Oh iyah, gimana kamu? Sehat?
Alhamdulillah, di sini aku sehat. Kalau kamu sendiri bagaimana?
Alhamdulillah, aku di sini pun sehat juga. Mal, mau tau engga?
Apa? Kayanya serius. (Dibalasnya cepat)
Pertanyaan-pertanyaan kamu di atas itu, udah bosan sekali aku jelaskan kepada teman-teman yang bertanyaaa. (Rengek Akilla)
Iyah, habisnya kamu jadi tranding topik tau. Emang pada engga nyangka. Tapi aku percaya, ketika kamu diberi kesanggupan saat ini, kamu akan mampu melewati jalan-jalan di depan yang curam itu. Aku tau kepribadian kamu, Killa. Jadi, aku tidak cukup khawatir kamu di sana, hehehe.
Lho! Kamu ko bilangnya engga khawatir? Harus khawatir dong, di sana aku di daerah orang tau! (Ucap Akilla yang kesal)
Jelas engga laah, kamu pandai bergaul. Memiliki kemampuan atau pembawaan diri yang cukup baik dan ingat bisa saja lhoo, jodoh datang. Hahhaha.
Eehhh, ko ujung-ujungnya ke jodoh siih, aahh Malaa. Terlintas jelas dibayang ingatan aku, cara kamu tertawa. Ahhh, nyebelin kamu mah.
sensi dengan kata "jodoh" seakan-akan dia bertemu dengan kuda, yaitu hewan yang dia takuti sejak kecil. Ketika dia bertemu dengan kuda, pasti terasa lemas apalagi sampai mendengar suaranya, sontak dia berlari.
Ya udah, dilanjut nanti lagi yah. Aku mau beres-beres dulu, hehehe.
Iyah Mala. Assalamu'alaikum.
Waalaikumussalam, Akilla.
Seperti apa yang dikatakan Mala pada saat itu, membuat Akilla semakin menguatkan hatinya. Impian yang selama ini dia harapkan, ada di depan matanya. Gerbang itu terbuka lebar, bangku-bangku menunggu di sana, alat-alat sebagai perlengkapan praktik dunia medis menanti dengan indahnya seakan dia menyapa, "Kemarilah! Pelajari aku. Maka kamu dapat membantu orang lain" begitu pula dengan mata Akilla berbinar saat melihat apa yang menjadi ketetapan-Nya.
"Masya Allah. Indah sangatlah indah, fabiayyi ala irobbikumaa tukadzibaan," Akilla melangkah dan memandangi keseluruhan yang tampak di sana, bola matanya tersu berputar kesana kemari sedangkan lidah dan pikirannya terus mengucap syukur
"Aduh!" terdengar suara dari samping Akilla
Akilla menolehnya, "Mari saya bantu," Akilla mengulurkan tangannya ke arah wanita itu
Wanita itu menyambut tangan Akilla, diulurkan tangannya hingga dia berdiri kembali, "Terima kasih."
"Iyah sama-sama," ucap Akilla disertai senyum
"Ehh kamu mau ke mana? Ayo kita jalan bareng," ajak wanita tersebut
"Oh, inii aku mau ngurus-ngurus administrasi. Kira-kira di mana yah?" tanya Akilla yang memang tidak mengetahuinya
"Oh itu, ayo! Mari aku antar," akhirnya, diantarlah Akilla
Mereka berjalan bersama dan wanita itu menjelaskan beberapa tempat yang mereka temui diperjalanan.
"Maaf, kita keasikan ngobrol kali yah? Sampe lupa kenalan, hihihi"
"Oh iyh, namaku Akila Khofifah. Kamu sendiri?"
"Namaku, Sefa Kristiani. Aku orang asli Yogyakarta lho, jadi jangan sungkan yah kalo mau tanya-tanya seputar Yogya. Nanti deh, kapan-kapan kita jalan."
"Iyah, alhamdullillah. Ada kamu yang mau mengajak aku, soalnya aku benar-benar pendatang. Belum kemana-mana, belum tau Yogya."
"Kamu asalnya dari mana Akilla?" tanya Sefa yang ramah itu
"Aku dari Banjar, Jawa Barat. Di sini aku baru beberapa hari," ucap Akilla
"Ohh di sana, terus di sini kamu ngekos?"
"Yaa, seperti itu. Sendiri di daerah orang, tapi aku yakin sih. Pasti akan selalu ada orang-orang baik. Seperti kamu ini," Akilla memandangkan wajahnya kepada Sefa
"Tentu, Akilla. Kamu orang baik, pasti akan selalu dikelilingi orang baik pula. Apa yang kita dapatkan, karena apa yang telah kita lakukan. Kaya aku, aku baik karena kamu bersikap baik sama aku, hihihi"
"Terima kasih, Sefa." dalam hatinya memengang teguh, seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw., apapun yang mereka lakukan terhadap kita, kita hanya perlu membalasnya dengan kebaikan. Tidak perlu untuk kita membalasnya, karena ada Allah SWT. Yang Maha Kuasa
"Sama-sama. Nah,ini dia, silahkan kamu menemui bapak itu tuh, yang duduk di sana yah. Sementara aku, mau ke kelas dulu. Oh yah, gawai mu mana, Killa?"
"Ini, Sefa!" diberikan gawainya kepada Sefa
Diambilnya cepat, dan dia mengetikkan sesuatu di gawai Akilla, "Nah, itu nomorku. Kita lanjut via whatsapp yah. Dah Killa, sampai bertemu kembali" Sefa pun berlari kecil dan meninggalkan Akilla
"Iyah,"; Akilla membalasnya singkat dan berkata, "Sefa, Sefa. Wanita tomboi yang ramah."
Akilla menemui bapak yang ditunjukkan Sefa, setelah semua urusannya selesai. Dia pergi menuju Masjid untuk melaksanakan sholat dhuha.
"Alhamdulillah, setelah kepenatan ini, aku harus charger dulu. Hmm, indahnya Masjid ini dengan tanaman-tanaman yang menghiasinya. Masya Allah, banyak orang di sana. Ya Allah, Akilla minta, Akilla mendapatkan teman di sini. Aamiin," sampailah Akilla di Masjid, disambut dengan senyum ramah tamah para muslimah
Diinjaknya serambi masjid dengan mengucap doa dan salam, "Assalamualaikum"
Banyak yang menjawab salam dari Akilla, "Waalaikumussalam"
Dijawabnya dengan senyum dan berjalan menuju tempat berwudhu khusus untuk akhwat, dan masuklah dia untuk melaksanakan shalat dhuha.
"Assalamualaikum warahmatullah," salam akhir dalam sholatnya, menandakan seorang muslim telah selesai melaksanakan sholat
Akilla berjalan pulang menuju kosannya. Diperjalanan dia membeli makanan untuk dibawanya pulang. Sesampainya Akilla, dia terkejut ada kotak kiriman yang entah dari siapa.
"Bismillah," Akilla membuka pintu rumahnya, "Assalamualaikum" dia duduk di kursi, dan membuka kotak kiriman tersebut
Krek..krek..krek (bunyi gunting mengenai solasiban yang menyelimuti permukaan kardus)
"Masya Allah, Mala." bergegas dia menghidupkan gawainya dan video call terhadap Mala
"Assalamu'alaikum, Killa sahabatku." Mala nampak tersenyum-senyum dengan wajah merahnya
"Waalaikumussalam, Mala. Malaa, akan ku baca pokonya. Akhirnya jadi juga karya mu, Mal." ucap Akilla yang bergembira
"Iyah, alhamdulillah. Kamu? Ayo dong, bukukan" support Mala kepada Akilla
"Hehehe, iya iya. Nanti selesai kuliah ku. Hihihi"
"Eh, jangan gitu dong. Pasti kamu bisa, aku kasih saran sih yah. Publikasikan karya mu, Killa. Satuu ajah dulu. Coba! Pasti kamu ketagihan. Yaa, baik apresiasi maupun komentar, saran dan kritik itu yang menjadi penyemangat dalam diri kamu."
"Heheh iyah iyah. Nanti deh, ini masih awal-awal aku kuliah, jangan sampai menggangu. Kamu tau kan, banyak orang di luar sana yang mungkin memiliki keinginan seperti aku, intinya aku tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini."
"Tentu, Killaa. Tapi, kalo bisa keduanya kenapa engga?"
"Mala, udah dulu yah. Aku laper heheh, buku mu ini "Tirai Doa untuk Kakakku" akan ku baca nanti. Daahh, assalamu'alaikum."
"Daahh, waalaikumussalam," percakapan diantara mereka berhenti. Hingga berbulan lamanya Akilla menempuh pendidikan di Yogyakarta
Saat itu, Akilla telah banyak bergabung diberbagai organisasi. Dia terpikirkan perkataan Mala, "Kalo bisa keduanya? Kenapa enggak", sesampainya Akilla di kosannya, dia membuka laptop dan mengirimkan cerita pendek dilamannya, cerita yang dia unggah berjudul "Mantan Banyak Ta'aruf Ku Tertolak"
"Buum, meledak. Alhamdulillah ya Allah. Begitu banyak yang membacanya, ehh hp berdering," diambilnya dan dibuka beberapa pesan
Hay, Killa. Ini aku Sefa, kamu engga ngechatt aku. Aku nungguin tau. Jadi aku minta deh ke temen-temen kamu. Hebat kamu yah! Aku baru, ajarin aku dong.
Dibalasnya, sembari mengucap istighfar, "Maaf yah. Aku benar-benar lupa. Boleh-boleh, menulis itu mudah kok. Biasakan saja dulu di buku diary. Atau cacatan di laptop, udah sih gitu aja, Sef.
Ya tapikan kalo ada kamu, belajarnya makin asik. Heheh.
Hihi, baiklah. (Setelah membalas pesan dari Sefa, dia membuka pesan dari bawah. Terkejutnya Akilla, karena beliau sang guru mulia dengan karya)
Assalamu'alaikum, Akilla. Bapak bangga, semoga terus dapat menginspirasi lewat karya-karya yah.
Waalaikumussalam, Bapak. Alhamdulillah, Pak. Doakan terus Akilla di sini yah, Pak. Berkat bimbingan Bapak, Akilla bisa seperti ini.
Alhamdulillah, semangat Akilla.
Selain itu, banyak pesan-pesan yang disampaikan mereka mengenai cerita tersebut. Di bukanya satu persatu, dengan ramah tamah Akilla membalasnya.
Inget yah, Akilla. Tulisan itu seperti jodoh. Dia tau kepada siapa hati terpaut kepadanya. Bisa juga kepada penulisannya, Ooppss hihihi.
Bapak ini, hihi. Masih lama, Pak. Apalagi kedokteran, heheh. Kasian kalo ada yang nunggu. Ga akan kuat, Pa.
Nah, iyah. Fokus saja dulu. Kalo jodoh engga akan kemana.
Iyah Pa. Killa inget sekali perkataan bapak, jodoh itu kita yang memutuskan mau dengan siapanya. Mau ketemu di mananya. Mau yang di mall bisa, di universitas bisa, bahkan di masjid pun bisa, hanya kembali ke kitanya lagi. Mau dapat di tempat yang bagus atau jelek. Bisa diukur dari seberapa sering seseorang itu pergi.
Alhamdulillah, anak bapak sudah besar. Hihi
Eehh, iyah pak. Ko jadi bahas jodoh, tuh kan. Maluu, Akila.
Tidak usah malu, kaya sama siapa saja, Kilaa killa.
Baik Pak
Ya sudah, takut ganggu bu dokter. Assalamu'alaikum
Waalaikumussalam Bapak.
Akilla membuka laptopnya, dan mengecek satu persatu email yang masuk. Salah satunya, ada yang tidak asing dari nama email itu, Alfarizi Al Husna.
"Masya Allah, benarkah ini Kak Alfarizi Al Husna itu. Teman masa kecilku di surau. Ada apa kiranya? Sebaiknya aku membacanya," dibacanya dengan wajah tersenyum dan merona kemerahan, dibalasnya singkat
Alhamdulillah, Kak. Akilla di UGM ini menempuh pendidikan kedokteran. Untuk cerita "Mantan Banyak Ta'aruf Ku Tertolak" itu hanya iseng, Kak.
Lantas, bagaimana jika Kakak, menanggapinya dengan serius?
Dibalasnya, maaf kak. Kakak pun tau berapa lama Akilla menyelesaikan pendidikan ini. Dan Akilla tidak ingin merasa terpatok atau mematok. Biarkan hati dengan nalurinya yang menjawab.
Setelah pesan ini, tidak ada komunikasi diantara mereka. Sampai kepada Akilla benar-benar telah menjadi seorang dokter. Sepulangnya dia di kampung halaman, dia merasa heran. Bukan hanya satu keluarganya sendiri, melainkan para tetangga bahkan orang tua dari Alfarizi Al Husna pun hadir di sana.
Dengan rasa rendah hati, Akilla menyalami satu persatu tamunya dengan penuh rasa hormat. Kini pengabdiannya akan dia salurkan didaerahnya sendiri ditemani dengan keluarganya. Ya! Akhirnya Alfarizi Al Husna mampu menunggu Akilla Khofifah, dokter yang lahir dari UGM yang namanya harum dengan beberapa karya kecilnya. Alfarizi Al Husna memang tidak mengubar janji saat dia memilih dan memiliki niat kepada Akilla. Dia faham betul agama dan tidak ingin cinta yang dia miliki lebur diperjalanan.
Alfarizi Al Husna, pertemuan kita memang di Yogyakarta. Namun, asal muasal kita sama. Kita mengaji ditempat yang sama, dalam lingkungan yang sama, bahkan Allah menemukan kita dalam daerah yang sama yakni Daerah Istimewa Yogyakarta. Tulisnya dalam buku diary.
Penulis bernama Ane Nurcahya. Yang lahir di Kota Banjar. Telah lulus dari SMA Negeri 2 Banjar. Untuk memudahkan banyak orang, Instagram @anenurcahya dan [email protected]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar