Muslimah Berkualitas
Muslimah Berkualitas
Penulis mempublikasikan cerita ini yang berasal dari kisahnya disebuah pusat perbelanjaan. Yang bertemu dengan seorang laki-laki parubaya. Hanya sebagai catatan saja, bahwa adanya unggahan cerita ini bukan bermaksud untuk riya. Akan tetapi, untuk menumbuhkan rasa kepedulian yang tinggi. Kenapa judulnya muslimah? Selain penulis merupakan wanita muslim, kita tahu bahwa seorang wanita bagaikan baja. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hatinya lemah lembut melebihi sutra. Memiliki kepedulian dan kepekaan yang tinggi. Ya! Itulah wanita. Mari kita simak bersama kisah selengkapnya. Bismillah.
Panggil saja wanita muslim ini ANC, dia memiliki janji dengan seorang gurunya untuk bertemu sore ini. Beliau merupakan pembina akhwat ROHIS di sekolahnya.
"ANC, jangan lupa pakai masker, hati-hati di jalan yah. Jangan ngebut," seperti itulah pesan dari ibunda ANC, pandemi Covid-19 ini mengharuskan kita untuk menggunakan masker dan perlengkapan berkendara yang sesuai sebagaimana peraturan berlalu lintas
Tepat pada pukul 16.30 ANC sampai di kediaman beliau dengan adik perempuannya.
"Assalamu'alaikum, Bapak. Ibunya ada?" tanya ANC kepada suami dari ibu pembinanya yang sedang mengeluarkan sebuah motor
"Waalaikumussalam. Ada, sebentar saya panggilkan."
"Baik, Pak. Terima kasih."
Kemudian, beliau masuk. Dan keluar seorang wanita dengan jilbab syar'i yang menghiasinya.
"Masuk, ANC."
"Baik, Bu" diikutinya ke dalam rumah
"Silahkan duduk.''
"Baik, Bu" ANC tersenyum kepadanya
"Gimana kabarnya, ANC?" tanya beliau yang duduk tepat berhadapan dengan ANC
"Alhamdulillah ibu, sehat."
"Apa ini adeknya? Yang bungsu itu?"
"Betul bu, ini yang bungsu."
"Ko engga mirip yah, lebih mirip sama kakak ANC."
"Hihihi, iyah Bu. Banyak yang bilang gitu."
"Oohh gitu. Jadi seperti ini ANC, Ibu ada sedikit rezeki. Nah, di sini Ibu sekalian minta tolong, belanjakan sembako. Kemudian, tolong dibagikan. ANC bisa?"
"In syaa allah bisa, Bu. Setelah belanja, ANC ke Ibu dulu atau langsung dibagikan saja?"
"Ibu serahkan semuanya kepada ANC, gimana enaknya saja di ANC."
"Cuma Ibu sarankan untuk belanja di sana. Kita kan bekerjasama dengan perusahaan tersebut."
"Baik, Bu. ANC mengerti. Kalau begitu, ANC langsung berangkat yah, Bu."
"Iyah, nanti takut kesorean. Kalo memang kesorean, dibagikannya besok saja."
"Baik, Bu. Izin pamit yah, Bu. Assalamu'alaikum."
"Iyah, hati-hati yah. Waalaikumussalam."
Berangkatlah ANC beserta adiknya, sesampainya di sana. ANC mengambil beberapa jenis makanan pokok yang sama dengan jumlah banyak. Ketika kebingungan melandanya, dia berhenti tepat di depan rak-rak mie yang panjang dari timur ke barat.
"De, ini beli apa lagi? Teteh bingung," ANC memandangi mie-mie dan memegangnya
"Iyah, Ade juga engga tau."
Pandangan ANC terhenti di sebelah timur. Dia melihat laki-laki parubaya yang sedang memilah dan memilih mie. Dengan kesana kemari beliau mencari dan membacanya satu persatu. Sedangkan ANC mencermati gerak geriknya dan mencoba mengartikan dari tingkat bapak tersebut. ANC tidak berkata apa-apa, matanya merah dengan butiran air mata.
Diambilnya dua bungkus mie, bapak itu berjalan menuju kasir.
"Mba, ini berapa yah?" tanya bapak tersebut dengan tangan menggenggam sebuah lembaran uang
Sontak ANC berjalan cepat menghampiri bapak tersebut, "De, tunggu di situ. Jangan kemana-mana yah!" ucap ANC yang meninggalkan adiknya
"Mba, tadi ngeliat ada diskon kalo beli lima. Harganya berapa yah?" ANC masih berjalan menuju kasir
"Oh itu, Pak. Harganya sebelas ribu rupiah, Pak." Dijawabnya oleh mbak kasir, tepat saat ANC berada di samping bapak tersebut. ANC terdiam, dia pernah melihat mbak kasir itu
"Iyah, jadi berapa ini?"
"Ini lima ribu rupiah, Pak." bapak itu menghitung uangnya yang nampak sekali lembaran itu bernilai sembilan ribu rupiah, ANC menangis dalam maskernya. Akhirnya ANC tumbang, dia tidak fokus, sehingga bapak itu membayar mie-nya dengan uangnya sendiri
"Terima kasih, Pak." ucap mbak kasir
"Pak, maaf tunggu." ANC mengambil sebuah minuman khas ramadhan yang jaraknya lebih dekat dengannya
"Mba, ini." ANC membelinya dan dimasukkannya ke dalam kantong plastik milik bapak tersebut. Dengan tak kuasa ANC menahan tangisnya, sulit untuk ANC mengatakan hal lainnya.
"Ya Allah, De. Terima kasih."
Namun, ANC masih sulit mengatakan apa-apa, "Bapak udah, mau ini aja?"
"Alhamdulillah, De. Terima kasih."
"Sama-sama, Pak."
Bapak tersebut meninggalkannya, dengan berjalan lambat dan penuh kehatian. Sementara ANC, kembali menghampiri adiknya.
"Teh, ini gimana? Udah belanjanya?"
"Iyah, De. Udah dulu ajah. Sebentar lagi mau magrib. Ini besok aja yah, dibagiinnya?"
"Iyah, Teh."
ANC dan adiknya menuju kasir dan menyelesaikan pembayaran.
"Masya Allah, berat juga yah, De." ucap ANC kepada adiknya
"Iyah, Teh. Ade naik dulu ke motor," perintah ANC kemudian adiknya menurutinya
"Nah, ini dipegang yah. Hati-hati."
"Iyah Teh." sementara itu, ANC menggunakan helm yang menghadap ke arah timur. Nampaklah bapak tersebut di seberang jalan dan memandangi ke arah ANC. Sedangkan ANC, tersenyum dibalik masker yang dia gunakan.
Sesampainya di rumah, ANC menceritakan apa yang terjadi kepada ibundanya. Dan dia mencoba mengingat siapakah mbak kasir dan pernah bertemu di mana. Akhirnya dia ingat, mbak itu merupakan wanita yang pernah dia temui di tempat kerjanya sekarang namun di pusatnya. Dulu dia pernah meminjam sebuah pena. Namun, ANC memberikannya cuma-cuma. Wanita ini sangat gugup, karena akan menjalani interview. Sedangkan ANC di sana, akan bertemu dengan manager dari perusahaan tersebut.
"Teh, kenapa yah kalo orang yang kita bantu suka ga inget sama kita. Tapi kalo kita, suka inget ajah sama mereka?"pertanyaan itu keluar dari adiknya laki-laki yang membantu mengeluarkan belanja yang ANC bawa
"Gini, De. Jawabannya sederhana, ikhlas. Nah, jadi kalo kita masih inget siapa aja orang yang kita inget. Itu tandanya kita masih kurang dalam menolong orang, De. Coba kalo sakingku banyaknya orang yang udah kita tolong, pasti kita ga inget. Cobain da!"
ANC memberikan pembelajaran yang cukup sederhana sekaligus ajakan kepada kita semua. Bersikap dan bertindak peduli terhadap sesama mampu meringankan beban mereka bagi yang membutuhkan. Catatan juga, bahwa beramal bisa di mana saja. Mungkin kita banyak beramal di tempat-tempat tertentu saja, dan beranggapan bahwa salah apabila bila kita bersamal di pusat perbelanjaan. Karena yang kesana pasti punya uang. Memang betul, mereka memiliki uang. Tetapi dalam kondisi yang sulit. Semoga dapat menjadi bahan renungan bagi kita semua. Salam Literasi 👆 salam peduli!
#Fastabikhul khoirat#Khoirunnas anfauhum linnas.
Untuk memudahkan para pembaca, Instagram @anenurcahya dan [email protected]
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar