Chapter 3. Pembunuhan Kepala Sekolah (2)
Bian' Pov.
"Aku curiga kepada Pak Tino," ucap Ziva.
"Lalu, apa alasanmu curiga kepada Pak Tino?" tanya Feli.
"Selain kepala sekolah, Pak Tino juga pulang sore. Pak Tino juga sering masuk ke ruang pemantauan cctv. Bearrti tidak salah kan, jika aku curiga kepada Pak Tino," kata Ziva.
Aku mengangguk, sambil memikirkan ucapan Ziva.
"Itu kan memang tugas Pak Tino sebagai penjaga sekolah. Pak Tino akan pulang sore dan mengunci gerbang sekolah," kata Feli
"Sering masuk ke ruang pemantauan cctv? mungkin Pak Tino sedang membersihkan ruangan itu," sambung Aris.
"Entahlah, sebenarnya aku masih ragu untuk mencurigai Pak Tino," kata Ziva.
Mendengar ucapan Ziva, aku hanya menghela napas saja. Bingung dengan pikiran Ziva.
"Kita bahas nanti lagi, sekarang pelajaran akan dimulai," ucapku.
Sementara itu, disisi lain.
2 orang di tempat berbeda, sedang dilanda perasaan takut. Sekarang, mereka bingung harus melakukan apa. Pembunuhan kepala sekolah telah terjadi dan kepala sekolah tewas. Saat ini, pasti polisi sedang mencari salah satu diantara mereka.
Kembali ke sekolah.
Karena ada kasus pembunuhan kepala sekolah, kegiatan belajar ditiadakan untuk hari ini. Guru yang masuk ke kelas pun, hanya untuk masuk dan memulangkan siswa.
Seluruh siswa langsung meninggalkan sekolah dan pulang ke rumah masing-masing.
Namun, aku dan ketiga temanku tidak langsung pulang. Kami memutuskan untuk pergi ke rumah Aris, melanjutkan membahas kasus ini.
Di tengah perjalanan, Ziva melihat seseorang yang dikenalnya dan Ziva langsung memberitahu ketiga temannya.
"Sebentar," ucap Ziva.
"Kenapa?" tanya Feli.
"Itu, orang yang baru keluar dari minimarket," tunjuk Ziva kearah minimarket.
"Iya, itu orang. Ada apa sih?" bingungku.
"Pak Tino," ucap Ziva.
"Ha?Pak Tino?"
"Iya, itu Pak Tino," kata Ziva.
Semuanya langsung melihat orang itu kembali, melihatnya dengan serius.
"Iya bener, itu Pak Tino," ujar Feli.
"Bukannya sekarang harusnya Pak Tino ada di sekolah?" tanyaku kepada ketiganya.
Menyadari hal itu, aku dan tiga temanku lantas mengikuti Pak Tino dari belakang. Dan akhirnya sampai di depan sebuah rumah. Dari depan, rumah terlihat sangat asri dengan berbagai tanaman yang ada di depannya. Pak Tino masuk ke dalam rumah tersebut.
Karena rasa penasaran, Feli mengetuk pintu ru7mah. Tidak lama kemudian, terdengar sahutan dari dalam rumah, dan pintu terbuka. Seorang wanita kira-kira berusia 40 tahunan yang membuka pintu.
Wanita itu terlihat bingung. Aku yang menyadarinya, lantas meperkenalkan diri.
"Permisi bu, saya Brian dan ini teman-teman saya," ucapku.
"Saya Ziva dan ini Feli," kata Ziva seraya menunjuk Feli.
"Saya Aris," kata Aris.
Wanita itu mengangguk.
"Saya Rani," ucapnya.
"Kedatangan kami ingin menanyakan, apakah benar ini rumah Pak Tino?" ucapku sopan.
"Iya benar, ada perlu apa sampai mencari suami saya?" tanyanya.
"Hanya ingin mengobrol sebentar dengan Pak Tino,"
"Kalau boleh tau, kalian ini darimana?"
"Kami dari SMA Pelita," ucap Aris.
"Oh, mari masuk dulu. Saya panggilkan suami saya," katanya sambil mempersilahkan masuk.
Keempatnya menunggu di ruang tamu. Kemudian, datanglah Pak Tino dengan sedikit terkejut. Pak Tino lantas duduk dan bertanya kedatangan kami.
"Lho, kalian kok bisa ada disini? Bukannya ini masih jam pelajaran?" tanya Pak Tino bingung.
Beartu sejak pagi Pak Tino gak ada di sekolah, batinku.
"Di sekolah telah terjadi pembunuhan pak, semua siswa dipulangkan lebih awal," jelas Aris.
Memangnya bapak tidak tau?"
"Saya tau, pembunuhan kepala sekolah," ucap Pak Tino.
"Lalu, kenapa bapak sekarang disini? Bukannya harusnya masih di sekolah?" tanya Feli.
"Hari ini saya berangkat siang, karena di sekolah sudah ada Pak Wawan," jawab Pak Tino.
"Apakah bapak tidak melihat orang asing masuk kedalam sekolah pada sore harinya?"
Sambil memalingkan wajah ke arah lain, Pak Tino menjawab "tidak"
Aku dan Aris saling berpandangan dan menatap penuh arti atas jawaban-jawaban Pak Tino.
"Bagaimana bapak bisa tau, jika di sekolah telah terjadi pembunuhan? Sedangkan bapak baru akan datang ke sekolah nanti?" tanyaku.
"Tadi pagi saya mendapat kabar dari grup,"
"Bapak masih memakai hp yang lama?" tanya Ziva.
"Masih,"
Sepertinya, Pak Tino belum menyadarinya.
Hp lama yang dimaksud Ziva adalah hp yang hanya bisa untuk telepon dan kirim pesan saja.
"Bapak serius tidak tahu apa-apa tentang pembunuhan ini?" tanya Aris.
"Sekarang begini saja pak, jika bapak tau tentang sesuatu. Katakan saja, siapa tau kami bisa membantu," ujarku meyakinkan.
Pak Tino yang mendengar ucapanku, lantas menatapku. Aku hanya mengangguk saja sewaktu ditatap.
Pak Tino menarik nafas dalam-dalam, dan mulai mencaritakan dari awal.
"Jadi begini...."
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar