Alifah Nurcharissa Chaniago

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Chapter 19. Rumah Labirin (1)

Bian's Pov.

Pagi harinya, kami menuju ke rumah labirin. Rumah labirin ini bentuknya seperti rumah pada biasanya. Hanya saja bedanya, karena di dalam rumah ini terdapat sebuah labirin yang digunakan untuk tempat menyembunyikan petunjuk suatu kasus.

"Kita langsung masuk aja?" tanya Aris.

"Iya, bareng aja. Gak usah berpencar,"

"Ayok masuk," ajak Feli.

Begitu masuk ke dalam rumah, masih terdapat banyak barang. Mungkin mereka sengaja meninggalkan barang-barang ini. Tidak mau membuang waktu, kami langsung mencari labirin itu. Kami mencari seluruh penjuru rumah, dari lantai 1 hingga lantai 2. Serta sekitar rumah, tapi tetap saja tidak menemukan labirin itu.

"Bagi dua tim aja lah, kayak kemarin," ujar Aris.

"Gimana? yang lain setuju gak?" tanyaku.

"Boleh deh, siapa tau cepet ketemu tuh labirin," setuju Feli.

"Bian sama Feli, biar Ziva sama aku," ujar Aris.

"Mendingan aku sama Bian aja," ujar Ziva.

"Sama aku, atau sendiri?" kata Aris sudah malas berdebat.

"Sama kamu, terpaksa ini,"

"Hm," sahut Aris.

"Aku sama Feli lantai bawah, kalian yang lantai atas," ucapku.

"Sip sip,"

Aku dan Feli langsung menelusuri setiap ruangan yang ada di lantai bawah dengan lebih teliti. Mulai dari kamar, sampai gudang. Saat sedang menelusuri, dari atas terdengar suara tembakan. Langsung saja kami naik ke lantai atas, dan betapa terkejutnya ketika melihat Ziva sudah tewas dengan tubuh bersimbah darah. Terdapat bekas tembakan tepat di bagian jantung, sepertinya pelakunya sudah merencanakan ini dari lama. Atau mungkin ada hubungannya dengan teror kemarin?

"Kenapa bisa sampai begini?" tanyaku pada Aris.

"Aku juga gak tau, tadi itu aku dan Ziva sedang menelusuri di lantai ini. Ziva memilih menelusuri kamar ini, jadi aku yang di kamar sebelah. Gak lama setelahnya, aku dengar suara dari sini. Makanya aku langsung kesini, aku kaget tadi karena Ziva udah dalam kondisi begini," jelas Aris.

"Trus kita harus gimana sekarang?" tanya Aris.

"Sekarang kita harus secepatnya mencari labirin itu, dan setelahnya membawa Ziva pulang,"

"Kita harus cepat sekarang, ayok,"

"Kamu tetap lanjutkan cari di lantai atas Ris, bareng Feli. Biar aku di lantai bawah yang sendiri,"

"Okee,"

Aku kembali ke lantai bawah, sekarang aku menelusuri bagian dapur dan meja makan. Tapi, saat aku menelusuri di bawah meja makan, lantainya seperti berbeda. Lantainya bisa dibuka, langsung saja aku memanggil Aris dan Feli.

"Aris, Feli coba kalian kesini," panggilku.

"Oke bentar," jawab Aris.

"Ada apa?" tanya Feli.

"Ini lantainya bisa dibuka, apa ini ternyata pintu labirin itu?"

"Coba buka aja," kata Feli.

"Oke,"

Aku langsung membuka lantai itu, dan benar saja ternyata ada tangga untuk turun ke bawahnya. Kami langsung turun dan mencari bukti-bukti. Karena tempatnya di bawah, jadi labirin ini sangat gelap. Kami harus menyalakan senter untuk dapat melihat jalannya. Setelah lama berjalan, kami menemukan satu kotak yang mungkin itu berisi bukti. Feli langsung mengambil kotak itu, dan kami langsung kembali lagi ke atas.

"Coba buka kotaknya Fel,"

"Oke,"

Feli membuka kotak itu, dan benar saja ternyata di dalamnya terdapat beberapa bukti yang dapat membantu untuk mengungkap kasus ini.

"Ini ada foto, sepertinya suami istri. Ada suratnya juga, dan bukti-bukti lainnya. Semua bisa membantu kita dalam mengungkap kasus ini," jelas Feli.

"Bagus, sekarang kita keluar dan cari orang untuk membantu kita," kataku.

"Biar aku saja yang keluar," kata Aris.

"Iyaa,"

Aris keluar untuk mencari warga sekitar yang mungkin bisa membantu kami. Tapi, tidak lama terdengar suara tembakan, lagi. Aku dan Feli yang kaget, langsung pergi keluar untuk mengecek. Dan benar saja ternyata Aris sudah tertembak, aku yakin pasti pelakunya sama seperti yang menembak Ziva tadi.

Tidak jauh dari tempat kami sekarang, aku melihat 4 orang warga. Langsung saja Feli berteriak minta tolong, dan untungnya itu di dengar oleh warga itu.

"Pak, tolong kamii. Kami butuh bantuann," kata Feli.

Mereka langsung berlari ke arah kami, dan menanyakan apa yang terjadi.

"Ada apa dek?" tanya salah satunya.

"Kami sedang mencari labirin di dalam rumah ini, dan satu teman kami sudah tewas di lantai atas karena tertembak. Dan saat akan mencari bantuan, teman saya yang ini juga ikut tertembak," jelasku.

"Tolong bantu kami pak," mohon Feli.

"Iya kami akan bantu, apa kalian sudah menemukan labirin itu?"

"Sudah pak, kami juga sudah menemukan bukti-bukti untuk mengungkap kasus yang sudah lama ada,"

"Sekarang dimana teman kalian yang satunya?"

"Di lantai atas pak, mari saya tunjukkan," kata Feli.

Beberapa menit kemudian, Feli sudah kembali dan 2 orang warga sudah membawa Ziva keluar.

"Sekarang lebih baik saya bersama kamu ke kantor polisi, nanti dia dibantu warga lainnya membawa temanmu yang lainnya ke rumahnya," kata salah satu warga kepadaku.

"Baik pak," kataku.

"Feli kamu sama warga lain bawa pulang Aris dan Ziva, nanti aku akan menyusul," ucapku kepada Feli.

"Iyaa,"

Setelahnya, aku langsung pergi ke kantor polisi dan menyerahkan semua bukti kepada polisi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kayak kurang berperasaan, soalnya pas temannya mati gk ada yg nangis, maapin kritikku, yaa.. T..T

26 Jun
Balas



search

New Post