Chapter 13. Sebuah Gang Sempit (2)
Bian's Pov.
Sesuai kesepakatan kemarin, kami sekarang berkumpul di rumah Aris sejak pagi. Setelah semuanya kumpul, kami langsung berangkat menuju sekolah melewati gang itu. Keadaan sepi, sama seperti saat aku berangkat sendiri.
"Sepi banget nih gang," kata Feli.
"Kayak hati," sambung Aris.
"Kalian mencium bau tak sedap kan?" tanyaku.
"Iya, bau apa sih,"
"Kan aku udah bilang kemaren," jawab Aris.
"Oh iya lupa," Ucap Ziva.
"Yuk lah lanjut jalan,"
Di tengah perjalanan, kami terus mengobrol. Sampai di ujung gang, kami tetap tidak melihat adanya tanda-tanda warga lain. Akhirnya kami memutuskan untuk langsung masuk ke ares sekolah.
"Asli bener-bener gak ada orang sama sekali,"
"Jadi, apa nanti malem kita ke gang itu lagi?" tanya Feli.
"Iya, seperti rencana kemarin,"
"Oke lah,"
"Nanti pulang sekolah langsung pulang aja, biar kita juga persiapan," ujarku.
"Sipp,"
Pulang sekolah.
"Jangan lupa nanti malem,"
"Siap,"
"Kita kumpul dimana nih? jam brp?" tanya Ziva.
"Di rumah Aris, jam 7 aja ya. Gimana setuju?" ucapku.
"Setuju,"
Pukul 18.30
Semua sudah berkumpul di rumah Aris, tinggal menunggu 30 menit lagi untuk kita berangkat.
Saat jam menunjukkan pukul 19.00, kami langsung bergegas menuju gang. Kami sengaja berjalan kaki, untuk memudahkan dalam mencari pelaku.
Memasuki gang, suasana mendadak mencekam. Karena selain sepi, gang tersebut juga minim penerangan.
Tiba-tiba sebuah suara membuat kami terkejut, dan kami memutuskan untuk mencari sumber suara.
"Tolong...tolong..."
"Kalian dengar suara itu?" tanyaku.
"Iya,"
"Ayok cari darimana suara itu berasal, sepertinya itu suara laki-laki,"
"Bian lihat itu," kata Feli sambil menunjuk 2 orang yang ada di depan kami semua.
"Kita coba dekati,"
"Apa tidak akan terjadi sesuatu pada kita nantinya?" tanya Ziva.
"Kita coba dulu, ini merupakan salah satu petualangan kita," jawabku.
"Baik lah,"
Saat sudah dekat, aku dapat melihat jelas ada 2 orang laki-laki. Satu orang membawa pisau di tangannya, sedangkan satu orang lainnya sudah jatuh dibawah, sepertinya pingsan.
Kami langsung mendekati orang tersebut, dan bertanya kepadanya.
"Mau apa kalian disini?" tanyanya.
"Kami hanya ingin lewat saja,"
"Ya sudah silahkan lewat," katanya.
"Tapi bisakah orang itu juga ikut bersama kami? sepertinya dia pingsan," kataku.
"Tidak bisa, dia merupakan korbanku malam ini,"
"Apa yang akan bapak lakukan kepadanya?" tanya Aris.
"Membunuhnya,"
"Lalu setelahnya?"
"Meninggalkan mayatnya disini," ucapnya.
"Apa bapak tidak kasihan kepadanya?" ucap Feli.
"T-tidak," ucapnya sedikit ragu.
"Bapak yakin? bagaimana kalau yang menjadi korban adalah keluarga bapak?"
"Tidak mungkin, karena saya tidak memiliki keluarga," ujarnya.
"Bagaimana bisa?"
"Mereka sudah meninggalkan saya sejak dulu, hanya karena saya miskin," jelasnya.
"Lalu mengapa bapak membunuh orang yang tidak bersalah?"
"Sejak mereka semua meninggalkan saya, saya jadi benci pada semua orang. Yang saya kenal maupun tidak,"
"Kadang saya juga merasa, hidup ini tidak adil. Orang lain bisa bahagia, mengapa saya tidak?" katanya.
"Nyatanya hidup memang tidak sepenuhnya bahagia pak, ada kalanya kita sedih. Tapi kita tidak boleh larut dalam kesedihan itu, kita harus bangkit agar kita tetap hidup," kataku.
"Jadi sebenarnya pilihan ada pada diri kita, kita akan maju atau tetap pada keadaan kita saat ini," tambah Feli.
"Sekarang apa yang akan bapak lakukan?" tanya Ziva.
"Saya bingung harus bagaimana sekarang," jawabnya.
"Apa bapak tidak ingin bertanggung jawab atas perbuatan bapak?"
"Saya benar-benar bingung nak,"
"Begini saja pak, saran saya bapak sekarang langsung menyerahkan diri ke kantor polisi saja. Dan nanti setelah keluar dari kantor polisis, maksud saya selesai menjalani masa tahanan bapak. Bapak bisa memulai semuanya dari awal, mungkin bapak bisa memulai bisnis kecil-kecilan," ucapku.
"Dengan begitu, paling tidak bapak sudah membuat keluarga yang meninggalkan bapak sedikit menyesal, mungkin," sambung Aris.
"Bisa juga istri bapak nantinya akan kembali kepada bapak, ya meskipun itu nantinya merupakan pilihan bapak. Bapak juga dapat membuktikan kepada semua keluarga, bahwa sukses itu butuh waktu dan perjuangan," tambah Feli.
"Saya boleh minta tolong?" tanyanya.
"Boleh pak,"
"Antarkan saya ke kantor polisi sekarang, saya merasa memang harus bertanggung jawab atas perbuatan selama ini,"
"Baiklah pak, semoga kedepannya bapak bisa sukses dengan usaha yang bapak akan lakukan nantinya. Kalau boleh tau nama bapak siapa?"
"Terima kasih nak, nama saya Pak Dito. Sekarang tolong antarkan saya ke kantor polisi," ucapnya.
"Baik,"
"Aris, Ziva kalian antar bapak yang pingsan itu kerumahnya ya. Biar aku dan Feli yang mengantar Pak Dito ke kantor polisi," kataku pada Aris dan Ziva.
"Iya,"
Semenjak kejadian itu, gang tersebut kembali ramai oleh para warga. Karena warga merasa gang sudah kembali aman, dan damai. Aku senang mendengar kabar itu.
Yang perlu diingat adalah, sukses itu butuh waktu dan perjuangan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar