Alanis Salsa Dewi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Selamat Datang Tes Aku Siap!

Selamat Datang Tes Aku Siap!

Malam kian larut, waktunya tarik selimut. Angin berhembus lembut, malam yang sunyi, hanya deru kendaraan roda 2 dan roda 4 yang terdengar, lampu-lampu di setiap rumah masih menyala, hanya pintu-pintu rumah mereka yang tertutup rapat, jarang sekali ada pedagang keliling melewati gang-gang rumahku di malam hari, mungkin karena sepinya pembeli, tapi sepertinya aku tidak bisa secepat itu untuk larut dalam indahnya mimpi yang sering datang menghampiriku. Ku persiapkan barang-barang yang akan kubawa esok hari, aku rasa hanya aku yang terlambat datang ke asrama. Tapi tak apalah, kapan lagi aku datang terlambat? Yang penting aku tidak terlambat mengikuti ujian UAS & Ujian praktek yang diadakan di asramaku. Semua perlengkapan rasanya sudah komplit. Tidak ada yang tertinggal mulai dari baju tidur, baju sekolah, kosmetik sampai perlengkapan mandi pun sudah ku persiapkan, tinggal tunggu hari esok. Hmmmzzz, seperti mimpi rasanya, aku akan menginap di asrama selama 2 minggu! Owh sangat-sangat mengejutkan, waktu menunjukan pukul 23.30, mata ini belum terasa mengantuk entah apa yang menyebabkan mataku masih terjaga padahal aku sudah memejamkannya berulang kali, gelisahkah aku? Apa yang digelisahkan?

***

“Hai Kak Ulya, kapan datang nih? Gimana kabarnya? Lama banget kamu gak datang ke sini.”

Ku hanya menjawab dengan senyuman. Linda mengerti maksudku, jujur saja aku udah gak nyaman lagi kalau harus tinggal lama di sana mungkin karena sekarang aku merasa nyaman hidup di luar atau mungkin karena aku memang sudah tidak bermukim lagi di asrama jadi merasa canggung dan malu. Pertama datang pun aku mulai merasa malu untuk menginjakan kaki di tempat itu. Teman-temanku pun tidak ada yang menyambut karena aku tidak memberitahu mereka kalau aku akan datang sore itu, ku rasa merekapun akan tahu aku datang, tanpa harus aku beri tahu. Aku meminta tolong pada Linda untuk membantuku mengangkatkan koper yang begitu berat untung saja dia mau, semua mata tertuju padaku ketika aku melewati masjid yang dekat sekali dengan kamar teman-temanku. Ya, itulah alumni. Pasti jadi pusat perhatian para santri baru ataupun santri lama yang mengenali kita, Ku tundukan pandanganku karena rasa malu. Padahal untuk apa aku malu, toh aku masih mengikuti aturan yang ada di asrama tapi ya mungkin itu salah satu dari sifat ku yang masih mendarah daging dan mudah- mudahan itu hilang, hilang dalam kebenaran dan muncul dalam kesalahan. Sore itu cuaca terlihat cerah seolah mendukungku untuk terus semangat menghadapi ujian hari esok, Ku sapa semua teman-temanku, yang ku dapati di sana mereka tersenyum ramah padaku. Menyapaku dengan penuh senyuman, aku senang bisa bertemu dengan mereka kembali. Sungguh kapan lagi aku bisa bertemu dengan mereka selain di keseampatan kali itu, ku rebahkan tubuh yang lelah ini di atas tumpukan kasur yang tersusun rapi. Mereka banyak bertanya padaku tentang hidupku ketika sudah di luar asrama, tentang pasanganku, dan pastinya tentang perkembangan, bagai seorang artis yang sedang di wawancarai saja!!!

Sore berganti malam, indah! Aku bisa melihat kembali keindahan di malam hari yang sesungguhnya, bintang yang bertebaran bagaikan kumpulan galaxy yang terlihat begitu jelas kulihat pancaran bulan yang begitu terang meramaikan suasana malam, asrama begitu ramai dengan teriakan para santri yang sedang belajar di malam hari. Para ustadz mengontrol berjalannya aktivitas di malam itu, angin berhembus sepoi-sepoi menyentuh tubuh semua orang yang terlibat di dalamnya. Aku enggan untuk kembali menyaksikan indahnya malam itu. Udara mengalahkan ragaku, aku kembali ke dalam kamar yang cukup untuk kami para alumni menginap di dalamnya. Aku terlelap dalam tidurku, bersiap untuk hari esok, hari di mana aku juga teman-temanku yang lainnya akan menghadapi ujian Aliyah.

”Ulya, di mana ruang ujian kamu?” tanya Ayu padaku.

Setelah ku lihat daftar urut tempat duduk, ternyata aku dan Ayu satu ruangan. Tempat duduk kami berjauhan, Ayu duduk di barisan depan sedangkan aku duduk di barisan belakang dekat dengan Jendra di depanku sedangkan di sebelahku sendiri ada Ira dan Sia, aku senang dengan hal itu. Aku tersenyum padanya, dia tahu kalau ternyata aku satu ruangan dengannya, ujian yang menyenangkan fikirku, tapi pertama ujian ku merasa kurang nyaman karena ternyata di ruanganku ada 5 orang ikhwan, lama ku menjalaninya. Akhirnya aku terbiasa juga tapi aku tetap harus tahu batasannya meskipun kami memang tidak terlalu diawasi lagi. Ujian hari pertama lulus sensor tidak ada masalah, aku, juga yang lainnya free dari pengawasan guru-guru yang ada di sekolah itu.

Hari demi hari kami lalui dengan sempurna. Tidak ada masalah sedikitpun. Seseorang jauh disana selalu menyemangati aku untuk selalu bersemangat, mengerti dengan keadaanku, mengingatkanku dalam segala hal, menemaniku dikala sepi, sibuk, juga dalam keadaan ketika aku membutuhkan orang yang dapat membantuku untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan yang menurutku membosankan karena jujur aku kurang bisa dengan hal kerajinan tangan meskipun aku seorang perempuan, mungkin dia menganggapku lebih tapi aku belum bisa sepenuhnya untuk bisa terus dekat dengannya karena aku punya pengalaman pahit dalam masalah cinta, aku tidak ingin disakiti untuk kedua kalinya dan aku tidak ingin menyakiti siapapun.

***

Kami memang curang dalam ujian kali ini tapi mereka lebih curang dari kami, kami mengkaji sendiri soal-soal yang akan diujikan sedangkan mereka mendapatkannya dari guru-guru mereka tapi kami juga sadar kami tidak boleh suudzon dulu karena itu merusak reportase kami sebagai seorang murid di asrama kami. 1 minggu kami lalui ujian UAS itu, 3 hari terakhir masalah mulai bermunculan kami ketahuan mendapatkan jawaban-jawaban untuk soal yang akan diujikan. Semua murid yang membawa handphone mengumpulkan handphone mereka terkecuali ruanganku dan sebagian teman ku yang lain. Aku hanya diam, ku sembunyikan dalam saku bajuku dan untungnya, ruanganku bebas dari penggeledahan, handphone ku selamat, hari terakhir ujian sekolah, semua pengawas menggeledah baju kami satu per satu. Untung waktu penggeledahan aku tidak membawa hp, aku lucunya ketika penggeledahan di langsungkan, satu dari kami menyembunyikannya ke dalam tempat terlarang, gelak tawa terdengar di ruang kami terutama ikhwan yang ada di tempat benar-benar hal yang menggelitik.

“Ya, kamu bawa lagi?” tanya salah satu dari teman ku.

Aku menggeleng sembari tersenyum, dia mengiyakan. Awan mendung, dia seperti tidak bersahabat. Aku terdiam, ada rasa takut dalam hati kalau kami akan dapat masalah yang besar. Hari itu, bapak kepala sekolah memasuki ruangan kami, aku kira kami akan dapat hukuman darinya.

“Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh… baiklah anak-anak, ujian praktek kita mulai dari senin, minggu ini! Dikarenakan hari sabtu tanggal merah jadi besok ujian diliburkan dahulu. Baiklah mungkin hanya itu saja, wassalamu'alaikum.”

“Jadi aku di sini 1 minggu lagi donk?”

“Ya seperti itulah, Ulya.”

“Subhanallah…”

“Sabar, Ya.”

Aku tersenyum kaku. Tidak ku kira tadinya 1 minggu jadi harus 2 minggu. Aku rasa percuma aku terus mengeluh, toh tidak membuahkan hasil.

***

Hari rabu, hari dimana kami mulai mengikuti ujian praktek fiqih dan aqidah, kami mampu menghadapinya. Syukurlah kami lolos dalam ujian praktek pertama ini. Udara segar cuaca yang mendukung kurasa hari itu kami akan sibuk mempersiapkan makalah yang harus di download. Ya untuk apalagi kalau bukan untuk kami serahkan di hari senin nanti. Aku dan Malca pergi dari asrama kami, mencari warnet yang lumayan jauh dari sekitar asrama. Cukup menggunakan waktu yang lama kami mendownload. Ya memang aku kurang bisa, jadi lumayan lama. Cuaca semakin panas, matahari kian memperlihatkan sinarnya. Mobil-mobil berjajar di sepanjang jalan. Aku baru melihat pemandangan seperti itu, memang hari itu adalah hari jum'at, jadi banyak kendaraan beroda 4 memilih untuk berhenti sejenak memenuhi masjid di pinggir jalan raya tersebut. Aku terus berjalan menuju warung mie ayam untuk mengisi perut yang masih kosong sedari pagi tadi. Untung saja aku sudah biasa dengan perut kosong, jadi bukan masalah lagi untukku kalau aku belum makan.

“Ulya, cerpen gimana? Apa kamu sudah menyelesaikannya?” tanya Amran padaku, aku kira mereka tidak menyerahkannya pada ku jadi aku enjoy aja tanpa membuat cerpen itu.

Hari yang aku tunggu hari senin, kami akan melakukan praktek olah raga, kami kenakan pakaian olah raga angkatan kami dan semua terlihat serempak, aku suka pemandangan seperti ini, semua murid harus mengikuti olahraga yang ditentukan tapi aku mundur ketika olahraga loncat jarak jauh. Aku rasa aku tidak usah mengikuti olahraga yang satu itu, kenapa? Jika olahraga itu dipisah antara akhwat dan ikhwan aku pasti akan mengikutinya tapi nyatanya tidak ada batasan antara kami, jadi lebih baik aku mundur saja.

“Dek, kenapa tadi ga loncat?” tanya Lecia padaku. Dia memang saudaraku, saudara yang menyebalkan tapi menggemaskan juga.

“Ndak kak.”

“Kenapa? Kamu gak dapat nilai donk dek?”

“Nggak, biarin aja.”

“Hmm, kamu ini dek harusnya kamu tadi loncat.”

Sembari mendekati ku, lalu berjalan mundur menjauh dari hadapan, aku berjalan menjauh dari toko yang tadi aku datangi untuk membeli sebuah minuman karena haus yang ku rasakan. Kami berjalan bersamaan, ikhwan di belakang kami dan akhwat di depannya terbalik sih memang, tapi ku rasakan bagaimana namanya sekolah di luar sana, bebas tanpa ada hijab. Olahraga yang menyenangkan, kapan lagi bisa olahraga bareng dengan teman-teman! Usai praktek olahraga aku bergegas membeli sebuah buku tulis untuk membuat cerpen yang harus jadi secepat mungkin. Dengan gerakan yang cepat, disambar pulpen yang sedari tadi bersembunyi dalam kantong bajuku. Penulisan cerpen baru akan dimulai, aku berusaha menyelesaikannya dalam jangka waktu yang singkat tapi tetap saja cerpenku belum saja selesai di hari itu juga, aku mencoba untuk tidak tidur malam demi menyelesaikan karyaku, seseorang di seberang sana setia menungguku dengan suaranya, aku terhibur, semua tidak menjadi beban untukku. Baru kali ini ada orang yang begitu perhatian terhadapku, setia menemaniku, mengajariku, memberi motivasi padaku juga sabar dengan keadaanku yang mungkin selalu menyebalkan bagi orang yang ada di sekitarku. Hubungan kami tidak bisa di bilang pacaran karena memang kami tidak pacaran mungkin bisa dibilang HTS (Hubungan Tanpa Status ) tapi kurang srek juga kalau dibilang hts, aku lebih suka kami dibilang adik kakak ketemu gede gitu, sama aja kali ya, entahlah aku bingung sendiri!!!

Esok hari yang mendung, hari ahad, aku terus mengerjakan tugasku yang belum selesai, cerita yang panjang menurut teman-teman tapi tidak menurutku. Hari semakin siang, besok adalah pengumpulan hasil karya, seperti karya ilmiah, cerpen, dan hasil karya yang lainnya sedangkan aku belum juga menyelesaikannya. Tepat jam 17.00 akhirnya cerpenku selesai juga, baru kali ini aku dapat menyelesaikan cerpen dalam waktu yang singkat, biasanya dikerjakan dalam waktu yang lama tapi tidak untuk kali ini, sore itu aku mengajak Kayla mengantarku ke kampus putra untuk menyerahkan hasil karya yang akan diketik oleh ikhwan di kelompok ku, tapi ketika aku sampai di sana hanya kekecewaan yang ku dapat. Mereka tidak memberitahu kalau mereka terlebih dahulu mendownload sebuah cerpen, aku tidak marah tapi aku hanya kesal saja. Kesal karena mereka sendiri yang menyuruhku untuk secepat mungkin menyelesaikan cerpen yang mereka percayakan padaku tapi ketika aku menyelesaikannya, ternyata mereka lebih dulu memilikinya, aku kecewa sangat, untuk apa aku lembur sedangkan tidak membuahkan hasil?

“Sebel banget, kenapa gak kasih tahu aku kalau sudah diselesaikan?”

Massage ku baru di balasnya malam, aku makin kesal dan kecewa.

“Assalamualaikum?”

“Wa’alaikumsalam ada apa, Ust?” panggilku padanya, meskipun dia satu angkatan denganku, karena dia ustadz di asrama jadi lebih baik aku memanggilnya seperti itu.

“Mana cerpennya?”

“Perlukah?”

“Ya, sangat perlu.”

“Bukannya udah selesai terlebih dulu?”

“Kata siapa?”

“Kata Ust Salman.”

“Kata siapa, Ulya?”

Aku makin kesal, sebenarnya beliau mempermainkanku atau sedang menguji kesabaranku? Aku tidak mengerti dengan yang di maksudnya dan apa maunya. Mudah-mudahan itu hanya firasatku yang buruk saja.

“Tadi kan aku udah bilang, kata Ust Salman Ust. Tadi sore aku ke asrama ikhwan tapi waktu aku tanyakan kemana Ust Amran, yang lain bilang kalau antum lagi main futsal. Ya udah, aku kembali ke asrama akhwat, toh nunggu antum juga gak ada gunanya.”

“Ulya marah ya?”

“Insyaallah tidak ada kata marah, untuk apa aku marah? Ga ada guna aku marah yang penting tugas selesai.”

“Afwan ya, Ulya.”

“Gak apa-apa. Toh, aku juga yang salah pekerjaanku kurang cepat.”

Malam yang kelam terdengar suara jangkrik di mana-mana. Aku meminta Lekhet menemaniku malam itu, dia adik kelasku yang begitu dekat denganku. Aku, Lekhet, Nina, kami benar-benar klop. Banyak kesamaan dalam diri kami itu yang ku rasakan. Kami saling melepas kerinduan banyak berbagai macam hal yang kami ceritakan mulai dari kelulusan pengabdian, sampai jodoh, hmmzz. Jodoh ea, memang kita tidak tahu siapa jodoh kita, udara yang dingin menemani kami. Semilir angin membuat bulu kuduk kami berdiri tapi kami terus menembusnya dengan cerita2 hangat malam itu. Lekhet adik kelas ku yang baik, pintar, shalehah, manis. Tidak salah jika teman seangkatanku, Wana menyukainya. Ku harap mereka bisa sampai pelaminan, itu do’a ku untuk keduanya tapi tetap jodoh ada di tangan Tuhan. Mata kami terasa kantuk, aku berjalan menuju kamar temanku yang lain untuk menyelesaikan tugas kerajinan kami, kakak menemaniku membantu menyelesaikan kerajinan tangan pada malam itu. Pukul 00.00 tugas baru saja selesai. Kakak masih menungguku untuk cepat tidur, dia tidak bisa menutup handphonenya jika dia tahu kalau aku masih terjaga, perhatiannya padaku dari pagi, siang, malam pasti tak lepas dari meneleponku. Dia tahu waktu tidak menggangguku ketika aku belajar. Pokoknya sangat perhatian padaku atau mungkin aku terlalu mempercayainya?

***

Kamis, 20 april 2023 waktunya pengumpulan karya ilmiah dan kerajinan tangan sukses. Akhirnya ujian praktek selesai juga yang artinya aku bisa cepat pulang meninggalkan asrama tercinta. Hari itu kami mengumpulkan hasil kerajinan kami juga karya ilmiah kami, ada kecurangan dalam pengumpulan karya ilmiah, kami disuruh untuk talking ketika pengumpulan karya ilmiah bahasa inggris sedangkan murid dari sekolahnya sendiri hanya disuruh untuk mengumpulkannya saja tapi tak apalah itu pembelajaran buat kami, supaya kami tambah pintar waktu itu. Karya ilmiah berbahasa inggris kami tanpa memakai jilid akhirnya kami mengumpulkannya lalu menjilidnya bersama, aku dan Putri pergi menuju fotocopy terdekat, kebetulan sekali di sana aku bertemu dengan Yastha, dia ikhwan, teman seangkatan denganku. Aku dekat dengannya. Dulu teman-teman bilang kalau dia suka denganku, dia memang akrab dengan orang tua ku dia perhatian, baik, pintar, tapi entah kenapa aku tidak bisa untuk menerimanya sebagai seseorang yang spesial. Aku ingin dia menjadi lebih baik, lebih shaleh, lebih tahu akan syariat agama. Aku harap, aku bukanlah penghancur akhlak dan imannya. Itu alasannya kenapa aku tidak memberi respon lebih padanya juga memang karena umur kita terpaut tidak jauh dan aku tidak ingin kita hanya have fun aja untuk masalah yang satu ini, aku tersenyum padanya begitupun dia!

“Hai, Ya. Gimana kabar umi?”

“Alhamdulillah, baik.“

Aku tersenyum padanya.

Yastha, apa benar sekarang kamu dengan nya? Kenapa? Apa karena aku tidak memberikan jawaban pada mu waktu itu? Kamu jadi dingin padaku, Yas. Tingkah lakumu sekarang ini berbeda dengan tingkah lakumu sebelumnya. Tidak seperti biasanya. Yas, ada apa denganmu? Kamu sekarang bukanlah Yastha yang ku kenal dulu (aku berbicara pada diriku sendiri). Setelah penjilidan selesai aku juga Putri kembali ke sekolah untuk menyerahkan hasil jilidan karya ilmiah kami, setelah menyerahkan kertas-kertas HVS itu, kaki ini cepat melangkah menjauh dari ruangan pengumpulan tugas, aku berjalan, terus berjalan menuju kantin. Sebelum sampai, ku urungkan niat ku untuk terus melanjutkan langkahku, ku lihat Yastha menyandarkan tangannya di atas pangkuan Ara mereka terlihat begitu dekat, dari awal aku sudah yakin kalau Yastha akan dengannya, gelak tawa canda ria terlukis di wajah keduanya tersirat rasa takut di wajah mereka, entah ketakutan apa yg mereka sembunyikan, takut kalau aku tahu mereka menjalin hubungan khusus? Itu pasti karena aku tahu hal itu, dan percuma mereka tdk bisa menyembunyikannya dari ku. Entah kenapa hati ini sakit, bukan sakit karena aku tdk bisa menjadi kekasihnya akan tetapi sakit karena mereka menusukku dari belakang, ingin ku menangis sejadinya tapi untuk apa? Kenapa? Jika ku menangis karena masalah itu sungguh aku adalah orang yang munafik di antara teman-temanku bukankah aku beragama islam bukankah aku beriman? Kenapa harus menangis karena hal seperti itu? Tapi tak bisa aku pungkiri air mata ini begitu cepat meleleh, pipiku basah olehnya, aku harap tidak ada yang menyaksikan hal itu biar hanya aku dan diri-NYA yang tahu. Hari semakin siang terik matahari seolah menantang kami agar terus berjuang tanpa mengeluh menggapai mimpi.

“Tadi dari mana, Lan?” tanya Sita pada Lana, aku semakin penasaran karena setahuku tadi Lana mengantar Yastha sampai depan gerbang sekolah.

“Itu, Ta, Yastha minta di antar sampai depan.”

“Yaelah kedepan aja minta di antar, dia kan cowo Lan, memang ada apa?”

“Itu katanya tadi Ara sms cepat pulang, pengen pulang bareng.”

“Hmzzz emangnya di tunggu di mana sama Ara?”

“Di dekat masjid depan itu loh.”

“Owhh.”

Aku hanya tertegun menopang dagu, ku tidak menyangka dengan semua yang terjadi di asrama, juga yang terjadi pada sahabatku, air mataku meleleh kembali sedih, dada ini sesak dengan pengakuan Lana tadi, kegelisahan mulai tidak bisa diredakan lagi aku benar-benar tidak betah lagi untuk tinggal lebih lama di asrama, apalagi jika aku harus melihat kemesraan dan kedekatan mereka di setiap mereka bertemu tapi kenapa aku harus merasakan hal itu? Ku mengingat-NYA sesering mungkin, meredakan perasaan yang gelisah berusaha mendekat pada-NYA, menjauhkan prasangka buruk yang sering menghampiri.

“Ulya, kapan kamu pulang?”

“Secepatnya.”

“Kusam banget ya.”

Senyuman yang hambar untukku saat, itu sangat hambar, apa aku cemburu? Tidak itu tidak ada dalam kamusku, besok aku pulang aku pasti bisa melupakan kejadian itu, malam terakhir di asrama ku curahkan semua kegelisahan ku pada Linda, dia merespon dengan baik, dia mengerti keadaanku saat itu, seharian wajahku masam tapi ketika ku bersama Linda senyum ku kembali menghiasi bibirku yang seharian kecut. Sekarang aku dapat mengambil hikmah dari semua yang ku lalui selama ku mengikuti ujian Aliyyah itu aku hanya dapat bergumam.

“Good bye Yastha, semoga kita dapat bertemu kembali.. sukses selalu teman, kelak kita akan merasakan indahnya kesuksesan yang telah kita raih.”

Senyumku mengembang. Ku seret koper ku menjauh dari kamar alumni, aku alumni pertama yang meninggalkan asrama pagi itu, udara yang sejuk menemaniku dalam perjalanan pulang, embun pagi membelaiku dalam indahnya panorama sepanjang jalan.

Bandung, 20 April 2023.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post