Alanis Salsa Dewi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Arif Becomes a Bride

Arif Becomes a Bride

Pagi masih berkabut. Embun masih bergelayut manja di tepian rerumputan seolah enggan untuk turun membasahi tanah. Hunian terasa sepi nglangut meski samar-samar terdengar suara beberapa ibu tadarus bergantian di sebuah masjid.

“Ma… Mama… Assalamualaikum!”

Seorang pemuda nampak bersijingkat mendekati pintu. Tak ada jawaban.

“Ma… Mama… Assalamualaikum!” ia mengulang sapa.

Tetap tak ada jawaban tapi pintu berkernyit separuh terbuka.

“Ya ampun Aden! Kemana saja selama ini Den. Mama dan Papa mencari kemana-mana lho! Kasihan mereka!”

“Mama kemana Bi?”

Pemuda yang dipanggil Aden itu tak menghiraukan pertanyaan perempuan paruh baya si pembuka pintu tetapi malah mengajukan pertanyaan lain.

“Mama pergi tadarus di masjid, Papa ada di kota sebelah. Bibi mau nanya, Aden dari mana saja?”

Tanpa menjawab, pemuda tadi melenggang memasuki rumah. Sebenarnya ia sangat ingin bertemu dengan sang Mama tapi rasa lelah begitu menguasai seluruh jiwa dan raga.

Arif tertidur dan ia tersenyum dalam tidurnya. Ia melihat Mama tertawa gembira, menari-nari bersamanya. Arif sangat suka melihat cahaya di mata Mama, cahaya kegembiraan yang tidak pernah ditemuinya di alam nyata. Sosok Mama yang ia lihat, adalah sosok yang selalu menyembunyikan kesedihan. Mama selalu tersenyum di depan Arif, bergembira, bercanda tapi dibelakang itu, ia memergoki Mama melamun, bersedih.

Dulu Arif tak merasakan semua itu sebagai suatu siksaan batin, semakin ia beranjak dewasa, semakin tahu bahwa mama menderita karena papa. Mama memang tak pernah mengeluhkan, dari pancaran mata mama ia tahu bahwa mama tak bahagia. Mama merasa menjadi wanita yang tersisihkan, tak dihargai.

Papanya, seorang juragan yang paling kaya di kota. Juragan kelapa dengan tanah berhektar-hektar. Sebelum Arif lahir ke dunia ini, papanya itu menikah lagi dengan Lata, gadis dari kompleks sebelah. Alasannya adalah karena Mama tak dapat memberikan anak laki-laki, keempat kakak Arif semuanya perempuan. Mama tak berani menentang. Ia pasrah. Tapi papa semakin bertingkah. Apalagi papa memiliki semua yang diinginkan wanita. Belum lagi Lata memiliki anak, papa menikah lagi dengan Widhy, masih satu kompleks dengan Mama Arif. Mama tetap menerima, meskipun marah karena semua penghuni kompleks memperbincangkan poligami suaminya.

Dulu Arif kecil sangat mendamba papa. Apalagi saat-saat ramadhan tiba. Begitu ingin ia bisa shalat tarawih bersama papa. Seperti layaknya anak laki-laki lain yang ada di kompleks. Tarawih di samping papa bersama jamaah lain. Arif kecil tak punya pengalaman itu. Kalau saja mama tak membujuk, rasanya malas untuk ikut shalat tarawih. Ingin berada di depan, di shaf laki-laki, ia belum berani. Ia shalat di samping sang Mama dan empat kakak perempuannya yang semuanya mengenakan mukena. Ia jengah. Tapi ia tak bisa mengeluhkan karena mama akan menyuruhnya untuk mencoba ke shaf depan. Sendirian di shaf laki-laki. Arif tak berani. Dimatanya, semua anak laki-laki didampingi oleh papa mereka. Karena papa tak ada disampingnya, ia merasa takut.

Tak hanya itu yang dirasakan oleh Arif kecil, dalam segala hal ia merasakan timpang. Tak lengkap. Ia sering mendengar cerita kawan-kawannya tentang papa yang galak, yang suka memukul karena kebandelan anaknya. Ada juga cerita tentang papa yang baik, yang suka membawa anaknya bermain, berenang, memancing, memanjat, bahkan berburu. Arif tak memiliki pengalaman seperti itu, sosok papa yang ia lihat adalah sosok laki-laki yang hanya datang untuk memberikan uang nafkah pada ibunya, lalu pergi lagi menemui istri lain yang lebih muda dan lebih memesona. Semakin dewasa Arif menjadi tahu kalau alasan papanya menikahi perempuan lain karena ingin mendapatkan anak laki-laki adalah bohong semata. Buktinya setelah ia lahir, papa tetap bersama wanita-wanita lain. Menikahi banyak wanita merupakan prestasi bagi papa. Arif tahu, papa bangga karenanya.

“Rif… Arif!” Arif terasa ada sentuhan di rambutnya. Pasti Mama. Ingin sekali ia membuka mata namun masih terasa amat berat. Usapan lembut jemari Mama malah membuat ia lena dan meneruskan mimpi. Ia melihat lagi Mama yang tertawa-tawa gembira bersamanya menari-nari di nirwana. Mama mendendangkan sesuatu. Arif semakin terlena dalam rengkuhan kasih sayang itu. Semakin lena, membuat matanya enggan terbuka. Arif merindukan sentuhan seperti ini.

***

“Arif tak lama berada disini Mama. Arif hanya datang untuk mengucapkan salam perpisahan. Juga bakti terakhir sama Mama!”

“Maksudnya apa sayang? Bukankah kamu pergi hanya untuk sekolah? Kenapa bakti terakhir, dan salam perpisahan?”

“Mama… berbahagialah Mama, anakmu ini, menjadi laki-laki yang terpilih untuk menjadi pengantin!”

“Pengantin? Bukankah tujuanmu pergi ke luar dusun ini untuk sekolah yang lebih tinggi. Baru juga lulus SMA, belum bekerja, mau menikah?”

Arif menatap mamanya. Tersenyum. Mamanya ikut tersenyum.

“Kamu itu… ya, kenal sama perempuan mana… kok langsung ingin menikah? Katanya mau sekolah, tak ingin mengandalkan harta papa. Lha kalau menikah sebelum memiliki pekerjaan tertentu bukankah sama saja dengan mengharapkan bantuan papamu yang memiliki perkebunan berhektar-hektar itu?”

Arif tak menjawab. Ia hanya memeluk mamanya erat. Biarlah ia tak perlu menerangkan panjang lebar karena ia sangat yakin semua yang ia lakukan untuk kebahagiaan mama. Ia akan menjadi pengantin bukan dengan wanita manapun. Ia akan menikahi syahid, menikahi maut. Dari sekian banyak lelaki, ia yang terpilih untuk menjadi pengantin. Waktunya tidak akan lama dari hari ini. Lokasi sudah ditentukan. Ia mendapat cuti satu minggu untuk mengucap salam perpisahan pada keluarga. Mata Arif menerawang, teringat seorang teman yang telah berpulang karena terpilih menjadi pengantin beberapa waktu yang lalu. Ia yakin, Daniel temannya itu kini telah berada di surga, seperti yang selalu dibicarakan dalam kajian mereka. Daniel telah sukses, menjadi pengantin maut. Sebentar lagi ia akan menyusul.

Semua untukmu Mama. Mama akan memiliki anak yang mati syahid, yang akan membawa mama bersama menuju surga. Mama tak akan menderita lagi. Mama akan bahagia. Ustad Jadid el Amin, amir (-pimpinan jamaah-) di tempat ia latihan pernah bilang bahwa ganjaran bagi seorang mama yang memiliki anak mati syahid adalah surga.

“Ya sudah ya, nanti biar Mama bicarakan dengan papamu mengenai keinginanmu itu. Biar kita bisa mempersiapkan lamarannya. Walaupun Mama merasa kamu masih terlalu muda, belum genap delapan belas tahun! Cukup umur sih untuk menikah, tapi belum cukup dewasa!”

Arif tersenyum, merenggangkan pelukan. Ia yakin, mamanya tak sepaham. Tapi ia yakin akan pemahamannya sekarang. Ia memang tak pernah memiliki papa yang mengajarkan ilmu-ilmu agama, tidak mengajarkan ilmu-ilmu kedewasaan. Ia beruntung telah di rekrut oleh Ustad Jadid el Amin untuk menjadi santrinya. Hanya tiga bulan, tapi ia sudah banyak menguasai ilmu-ilmu ruhani. Bahkan Ustad Jadid sendiri yang memberikan ilmu. Arif merasa memiliki seorang papa, ia selalu pergi bersama-sama. Shalat, berburu, berlatih. Cerita-cerita kawan-kawan yang dulu hanya bisa ia dengar dan lamunkan kini bisa kurasakan bersama Ustadz agung itu. Arif seperti menemukan papa. Dan ia menelan semua petuah dan ajaran yang diberikan. Arif tersanjung. Arif ingin seperti Daniel, temannya yang sudah shahid setelah terpilih menjadi pengantin. Dan saat itu akan segera tiba. Ustad Jadid memenuhi janjinya untuk menjadikan Arif sebagai pengantin.

“Tapi papamu baru berkunjung kesini minggu depan, ya. Jadi sebaiknya pernikahanmu itu diundur, bagaimana?”

Sekali lagi Arif tak menjawab. Ia hanya tersenyum dan memeluk mamanya lebih erat. Memang, ia akan menjadi pengantin, tapi tentu saja bukan menjadi pengantin seperti yang mamanya bayangkan. Sudahlah, tak perlu membicarakan panjang lebar dengan mama karena ia yakin, mama tak bisa memahami.

***

Hari-hari berlalu. Mama bimbang, papa tak kunjung datang! Ingin mendatangi rumah Lata, ia takut suaminya tidak berada disana. Pun ketika ingin mencari suaminya di rumah Widhy, meski masih satu dusun, ia malas bertemu dengan madunya. Lagipula ia juga takut kalau suaminya itu tak berada di rumah Widhy! Sungguh benar-benar membingungkan. Padahal ia ingin segera membicarakan atau lebih tepatnya meminta pertimbangan atas permintaan Arif. Semakin hari ia semakin tak faham. Yang dibicarakan oleh Arif setiap harinya hanya tentang pengantin… pengantin.. dan syahid. Mama tak paham. Apa hubungannya pengantin dan mati syahid? Arif selalu membicarakan itu. Berpesan supaya mama menjaga diri baik-baik, mendoakannya. Berpesan supaya Mama tidak terlalu mengingat kesedihan karena dimadu. Ada kebahagiaan lain yang lebih hakiki. Lebih abadi daripada kebahagiaan di sisi seorang suami. Kebahagiaan di sisi Tuhan. Kebahagiaan di alam akhirat. Karena sesungguhnya hanya Tuhanlah pemilik cinta sejati semua manusia. Begitu selalu yang dibicarakan Arif Mau jadi pengantin tapi tak pernah mengusahakan atau setidaknya menyuruh ibunya bersibuk untuk mempersiapkan sesuatunya seperti barang-barang hantaran, mahar, atau uang. Arif… Arif… anak itu memang selalu penuh teka-teki.

Penuh teka-teki atau ngelantur? Semakin hari semakin tidak bisa dipahami oleh Mama. Apalagi setelah ramai dibicarakan orang tentang tewasnya gembong teroris bernama Jadid el Amin. Arif seperti orang gila. Setiap hari kerjaannya membeli surat kabar. Melahap setiap berita-berita.

“Mama… aku bagaimana mama? Aku bagaimana?”

Tangisnya meledak suatu ketika, membuat mama merasa ingin tertawa. Kontradiktif dengan penampilan dan kesan yang secara cepat ingin ditampilkan oleh anaknya itu. Meski masih terlihat belia, Arif memelihara kumis dan jenggot yang terlihat mulai melebat.

“Tenang sayang! Papa pasti akan datang, ia pasti setuju dengan pernikahanmu itu. Pasti!”

“Bukan.. bukan itu Ma! Bukan!” Arif tergugu di pangkuan Mama.

Tingkahnya berbanding terbalik dengan saat kedatangannya beberapa minggu yang lalu. Mama seolah baru bertemu dengan Arif yang benar-benar anaknya. Bukan Arif yang sok dewasa, sok bicara pernikahan, sok berdakwah, sok lebih tahu tentang agama.

“Mama lihat gambar ini Ma? Dia pimpinan Arif, dia yang akan menjadikan Arif sebagai pengantin, dia yang menuntun Arif.. tapi dia telah tiada.. Dia di tembak, Ma! Sialan… sial… sial…!” Arif menendang apa saja yang ada di depannya.

“Arif… Arif..! Tenang dong! Tenang!”

Meski tak terlalu mengetahui tentang politik, tentang kisruh perterorisan, mama selalu mengikuti berita itu. Apalagi ketika Arif pulang dengan penampilan yang tak disangka-sangka. Mama takut Arif anaknya mengikuti jejak seorang Daniel yang diketahui lewat berita. Yang dinyatakan sebagai pelaku bom bunuh diri. Ah… akhirnya ia bisa menarik benang merah dari pengantin yang sering dibicarakan oleh anaknya itu.

“Arif bener-bener ingin mati syahid, Mama. Arif ingin jadi pengantin berikutnya!”

Arif kembali terduduk, semakin membenamkan kepala dalam pangkuan Mama. Ada air mata yang mengalir dari sudut mata Arif. Mengalir perlahan. Mama yakin ada alasan mengapa Arif terlihat begitu kecewa. Sampai-sampai berita tertembaknya seorang gembong teroris yang membuat seluruh rakyat Indonesia bergembira justru membuat Arif anaknya menangis tersedu sedan. Pasti ada alasan.

“Mama… mama. Maafkan Arif… Sorga itu… surga itu.. ah.. ah.. sialan… sialan…!” teriaknya lebih keras.

Arif kembali mengamuk, menendang apa saja yang ada di hadapannya. Mama yakin, selama ini otak Arif anaknya telah dicuci oleh seseorang diluar sana. Dan ia mempunyai kewajiban untuk mengembalikannya seperti semula. Menjadikan Arif kembali menjadi sebenar-benarnya Arif, anaknya.

Cibiru, 29 april 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post