3. Uang kejujuran (Bagian 2)
“Kita sampai kapan Mak?” Sigit bertanya
“Hanya seminggu, Sigit” Mamak menjawab sembari mengiris bawang.
“Semalam dingin sekali Mak. Kamar Sara kipas angin nya dingin sekali, kotak pula bentuknya.” Manaf menambahi.
“Itu bukan kipas angin Manaf. Itu… eh, anu… namanya apa ya kemarin?” Sigit Sok tahu.
“Apa kak? Kipas angin kok namanya, ada anginnya”
“ASEEEE! Ya! ASE!” Sigit berseru.
“Bukan! Bukan Ase atau kipas angin” Qaila bergabung.
Wajah Sigit dan Manaf berubah suram. Sepertinya kedatangan Qaila sangat tidak diharapkan oleh dua anak nakal itu. Mungkin mereka sudah terlalu sebal melihat wajah Qaila. Aku yang membantu mamak mengiris bawang saja, menahan tawa melihat ekspresi wajah mereka.
“Jangan ikut campur” Manaf berseru.
“Kenapa pula? Memang nya ini tanah bapak kau, heh?” Qaila mengomel
“Eh.. ini juga bukan tanah bapak kau”
“Lalu? Bebas bukan?”
“TAPI INI TANAH OM KU!”
“CUKUP! Jika kalian hanya ingin bergulat, lebih baik dilapangan bola sana! Agar ada penonton nya juga” Aku mendengus kesal.
“Memang nya ini tanah Ba-“ Sigit melawan
Aku terlanjur kesal, mencubit tangan Sigit. Qaila dan Manaf sudah berlari keluar saat melihat Sigit meringis kesakitan, matanya berair. Dia menatap ku sebal. Kejam sekali manusia ini, raut wajah nya seolah mengatakan hal demikian. Aku tersenyum, merasa menang tak terkalah kan. Sigit pergi meninggalkan dapur. Aku kembali fokus mengiris bawang, agar lebih cepat selesai juga.
Malam nya aku mengikuti pengajian al-quran anak-anak dirumah seorang tetangga yang tak jauh dari rumah. Awal nya aku tidak mau diajak oleh Sara, tapi Sara lebih memaksaku. Yang lain juga memaksaku, mereka ingin ikut tapi aku harus ikut, menyebalkan. Aku disambut lembut oleh seorang Ibu paruh baya, ‘Uma’ itu panggilannya. Hari ini akan ada cerita setelah semua anak-anak setoran. Aku antusias mengikutinya, walau aku juga sedikit malu-malu. Untungnya ada yang mau menemaniku, berkenalan dengan ku. Namanya Amaya. Cantik sekali anak ini, wajah nya bersih terawat, warna kulit sawo matang, Ah! Beruntungnya aku berkenalan dengannya.
“Kau baru pindah ya? Aku baru melihat mu”
“Tidak, aku hanya sedang berkunjung”
“Ooo.. Rumah siapa?”
“Rumah Lek Tira”
“Ooo.. Mama Sara ya?”
Aku mengangguk. Dipanggil ‘Mama Sara’ ternyata? Peduli amat. Sudah tinggal beberapa anak lagi yang akan setoran hafalan. Setelah setoran cerita akan dimulai.
“Uma! Hari ini akan cerita apa?” tanya salah satu anak.
“Sahabat nabi”
“Yahhh! Kenapa sahabat Sahabat nabi lagi, Uma? Yang lain saja” yang lain mangut-mangut setuju.
“KALIAN INI! UMA BUTUH ISTIRAHAT JUGA, JADI CERITA HARI INI SINGAT, PADAT, JELAS! PAHAM?” Amaya disebelahku berteriak mengomel.
Oi! Wajah nya lembut dan cantik, namun sifat nya? tegas nyatanya, menarik juga. Dia seperti Qaila ternyata, galak, padahal wajah Qaila terbilang imut (Kata tetangga). Setelah dimarahi oleh Amaya, semua diam, termasuk anak yang tadi protes. Uma tersenyum, melambaikan tangan, menyuruh semua tenang.
“Disini siapa yang suka berbohong? Hayoo.. angkat tangan”
Astaga! Semua mengangkat tangan! Baiklah, tentu aku juga akan mengangkat tangan.
“Hahaha, mungkin hampir seluruh manusia di zaman ini pernah berbohong ya?” Uma tertawa.
Semua mangut-mangut. Tak salah, di Zaman ini semua manusia tidak sebaik manusia yang dulu. Uma terdiam sebentar, matanya menyapu kami semua. Hup! Salah satu anak ditunjuk. Anak itu dengan otomatisnya beridiri, padahal Uma hanya menunjuknya, hendak berjalan kedepan, tempat Uma duduk. Umma tertawa kecil, mengkat tangannya, menyuruhnya duduk. Anak itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, salah tingkah, dan langsung duduk kembali. Semua terbahak, melihat tingkah lakunya.
“Kau tahu Abu Abdullah, Aaraf?” Tanya Uma pada anak yang tadi.
“Pernah dengar Uma”
“Tapi kan Abu Abdullah itu banyak, Uma? “ Celetuk anak yang lain.
“Iya, Nama aslinya Ka’ab bin Malik, Kau tahu itu Manaf?” Umma menunjuk Manaf.
Manaf yang disamping ku hanya tersenyum bingung. Malu-malu mengatakan “Tidak tahu”. Toh, bagaimana dia tahu? Membaca buku pelajaran saja tidak pernah, apalagi yang lain. Aku menyikutnya, menyuruh nya menjawab.
“Tahu Umma” Jawab nya setelah berkali-kali ku sikut.
Eh? Dia tahu? Yang benar saja? Hebat sekali! Aku pun tak bisa menjawab. Aku terpaku melihatnya tersenyum licik menatapku. Baiklah, kita dengarkan.
“Dimana dan siapa?”
“Ada di Madinah kan? Lalu bentuknya kotak. Tapi saya baru tahu, Bapaknya Ka’ab bernama Malik. Sungguh baru mengetahuinya” Dia menjawab santai.
Aku bingung? Apa yang dimaksudnya bentuknya kotak? Ka’ab? Itu nama orang, kan? Jangan-jangan yang dimaksudnya Ka’bah. Aku menepuk jidat.
“Apa maksud mu? Coba jelaskan lebih detail” Uma juga bingung.
“Detail itu apa kak?” Bisik Manaf.
“Sangat jelas. seperti tadi, “Jelaskan lebih detail” itu berarti “Jelas kan lebih jelas, sangat jelas” , nah seperti itu” Aku balik berbisik.
Manaf mangut-mangut sok mengerti. Entah dia paham atau tidak, aku tak peduli.
“Ka’ab itu yang bentuk nya kotak, kan? Yang ada di Madinah, eh? Madinah atau Makkah ya? Makkah sepertinya. Aku tak tahu benar dimananya. Yang biasanya dikelilingi oleh banyak orang kan, Uma?” aduh, polosnya dia.
Uma tertawa lebar, dia menggeleng. Minum sebentar lalu menjelas. Bahwa itu bukan “Ka’ab” melainkan “Ka’bah”. Uma menjelaskan bahwa Ka’ab manusia sedangkan Ka’bah bukan manusia melainkan benda berharga orang-oran muslim, peninggalan dari zaman nabi Ibrahim, ia membangun Ka’bah bersama anak nya, Ismail. Indah sekali Ka’bah itu kata Uma, bentuk nya walau hanya Kubus berlapis kain, tetap indah sangat indah. Dalam hatiku, aku bertanya pada diri. Apakah aku bisa ke sana? Bawa Mamak dan Bapak kesana? Bawa Adik-adik ku kesana? Insya allah.
“Baiklah, ayo kita mulai”
Semua nya tersenyum lebar, bersiap untuk mendengarkan cerita ini. Duduk rapih bagai kuda bertali.
“Ka’ab bin malik, dia adalah sahabat nabi yang tidak ikut serta dalam perang. Perang apakah itu?”
“BADAR!” Semua menjawab serempak.
Uma menggeleng, bukan.”Hahaha, apa yang kalian tahu hanya perang Badar? Apakah hanya itu perang islam? Sungguh salah sayang. Islam punya banyak perang yang hebat. Jika kalian ingin membaca, Uma ada bukunya. Yazid ingin pinjam kan?” tanya Uma pada anak nya.
Anak itu mengangguk, sepertinya dia pemilik bukunya. Bukan Uma.
“Ada banyak perang di Dunia Islam nak. Perang Badar, ada Tiga kali, atau lebih Uma tidak pastikan. Perang Uhud. Perang as-suwaq. Perang Anmar. Dan lain lain.” Uma meneguk air sebentar.
“Ka’ab, salah satu sahabat nabi yang pernah tidak ikut serta dalam perang, nama perangnya adalah Perang Tabuk. Ya! Dia tidak ikut serta dalam Perang Tabuk. Perang Tabuk adalah perang melawan orang-orang Romawi, pada kala itu. Apakah dia sakit? Tidak. Apakah dia mengurus keperluan lain? Tidak. Lalu kenapa dia tidak ikut perang? Karena kelalaian nya-lah, yang membuat dia tidak ikut perang. Pulang dari perang, Rasulullah mampir kerumah Ka’ab, bertanya mengapa dia tidak ikut perang. Ka’ab menjawab apa adanya, berkata bahwa benar apa yang terjadi sejatinya. Dia tidak berbohong sama sekali, padahal dia bisa saja berbohong dengan alasan-alasan lain, yang membuat Rasulullah mempercayainya. Tapi dia tahu Nak, sungguh dia tahu. Kita semua juga tahu. Bahwa allah sebaik-baiknya saksi, bahwa allah maha melihat, bahwa allah membenci orang yang suka berbohong” Uma diam sebentar.
SETTT! Hatiku terasa disayat sepuluh pisau tajam. Apa yang aku lakukan? Ya Allah! Aku berbohong pada Mamak hari itu. Membuat Mamak tak bisa membuat sambal malam itu, padahal mamak berniat membuat telur balado . Jadi makanan nya hanya telur rebus, tanpa sambal. Tawar.
“Ra, kita tidak bisa buat sambal. Uang nya ternyata hanya sisa segini” Mamak memperlihat kan seribu lima ratus-an.
“Baiklah Mbak, tidak usah buat kalau begitu. Makanan kau akan tetap enak bahkan jika hanya kuah. Apalagi ini, hanya kurang sambal” Lek Tira tertawa kecil.
Malam itu Bapak dan Om Abyaz sedang pergi. Kebetulan tidak ada yang meninggalkan uang, Mamak hanya punya lima puluh ribu itu saja. Sepuluh ribu lima ratus nya sudah ku belikan jajan, dan aku bagi-bagikan pada adik-adikku. Jahat sekali aku, padahal aku tahu akan buat beli cabai kembalian itu.
Jadi sampai pagi pun, kami masih memakan telur balado hambar itu. Ya! Walau putih telur dan luning telur ada rasanya, namun tetap hambar karena mamak menyebutnya "telur balado tanpa sambal".
“Rasulullah menyuruh para sahabat yang lain untuk tidak berbicara sama sekali pada Ka’ab. Bahkan seluruh penduduk Madinah ikut tidak berbicara juga pada Ka’ab. Ka’ab merasa terasingkan, pada kala itu. Empat puluh hari, keadaan itu berlangsung. Rasulullah menyampaikan kabar gembira pada Ka’ab. Bahwa allah menurun kan wahyu. Bahwa allah mengampuni taubat Ka’ab dan dua sahabat lain nya yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk. Ka’ab berkata "Wahai Rasulullah , sesungguhnya Allah menyelamatkan aku dengan kejujuran, dan sesungguhnya termasuk taubatku bahwa aku tidak akan berbicara kecuali yang benar selama hidupku.".
“Begitulah kisah Sahabat Rasul hari ini. Apa hikmah yang bisa kita dapat? PR kalian adalah itu, mencari tahu apa hikmah nya” Uma membagikan kertas HVS kepada semua anak. Aku mengambil satu kertas HVS, bergegas pulang. Tapi Sara dan Qaila masih bercakap-cakap dengan anak lain, Baiklah aku menunggu. Sigit dan Manaf sudah pulang sejak diberikan HVS, mereka diberikan awal-awal.
“Hei! Besok ingin ikut dengan ku jalan pagi tidak?” Amaya melambaikan tangan, menghampiriku.
“Jalan pagi? Eh… iya aku ikut, besok kau panggil aku saja”
“Baiklah, besok akan ku ajak teman-teman ku, juga!” Amaya memukul bahuku.
“Eh… Apakah tidak apa? Aku kan ba-“
“Santai saja, mereka bukan Orbel, hahaha”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
lanjut yaaa
IYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
P