#3.Perantau
“ Hidup sebagai perantau
haruslah siap merasakan pahit dan kerasnya dunia.”
°°°
- - 1990.
Jakarta adalah kota tujuan ku untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak. Harus rela hidup jauh dari sanak saudara, harus rela meninggalkan kedua orang tua demi mencari kehidupan yang lebih baik .
Bermodalkan tenaga aku bulatkan tekad ku untuk pergi kesana. Tepat diusia ke 20 aku memutuskan untuk pergi bersama istriku. Saat itu aku hanya hidup berdua dengan istriku, hidup di tanah Jakarta yang terkenal keras kami harus siap secara mental dan fisik.
Kampung dukuh adalah pilihan kami untuk menetap disana. Sembari mancari lowongan pekerjaan kami melakukan pekerjaan apapun atau bisa dibilang serabutan demi sesuap nasi. Sampai akhirnya aku mendapatkan tawaran pekerjaan di salah satu sekolah sebagai penjaga sekolah.
Aku pun mengambil pekerjaan tersebut hanya bermodalkan ijazah sd yang punya. Ya karena aku memutuskan untuk tidak melanjutkan jenjang pendidikan ku karena faktor biaya yang tidak memungkinkan.
Alhamdulillah saat itu hanya bermodalkan ijazah sd aku dapat diterima di sekolah tersebut sebagai penjaga sekolah. Sedangkan istriku mencoba bekerja sebagai buruh nyuci demi membantu ekonomi kami. Selama aku bekerja aku bertemu banyak orang dan aku diberi saran untuk melanjukan pendidikan.
Aku pun heran bagaimana bisa aku melanjutkan pendidikan diusiaku yang sudah segini. Dan akhirnya aku diberi masukan untuk mengambil sekolah paket.
Akhirnya aku memutuskan untuk membicarakan hal tersebut dengan istriku. Karena kami harus memikirkan soal biaya apakah mencukupi atau tidak. Dan dia pun menyetujuinya.
Aku pun mengambil sekolah paket untuk melanjutkan pendidikan ku yang sempat terputus. Aku melanjutkan pendidikan smp dan smk ku di salah satu sekolah paket di Jakarta . Kami pun harus benar-benar memikirkan keuangan kami untuk membiayai kebutuhan hidup kami yang lainya.
Upah gaji ku harus kami sisihkan untuk membayar kontrakan, biaya sekolah ku, dan juga biaya hidup yang serba mahal ini. Saat itu aku pun harus mencari pekerjaan sampingan agar dapat mencukupi biaya hidup kami.
Sampai akhirnya aku lulus dari sekolah paket ku dan memutuskan untuk mencari pekerjaan ditempat lain. Saat itu ada salah satu teman ku yang menawarkan pekerjaan di sekolah juga, dengan upah yang lebih besar. Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil tawaran pekerjaan itu.
Hidup sebagai perantau tidak lah mudah. Kita harus siap menjalani kerasnya hidup. Pahit manisnya kehidupan sudah menjadi makanan sehari-hari seorang perantau. Masih teringat jelas bagaimana saat itu aku tidak memiliki apapun ketika awal merantau.
Setiap harinya harus memikirkan apakah bisa makan hari ini atau tidak. Mendapatkan perlakuan yang kurang pantas dari orang lain, hinaan, dan juga makian. Rasa rindu untuk bertemu orang tua dan saudara yang jauh disana.
Sampai pernah suatu waktu kami tidak memiliki uang sama sekali untuk pulang ke kampung halaman. Sungguh tidak mudah hidup di tanah Jakarta yang keras ini. Begitu banyak cobaan yang aku dan istriku alami, aku selalu meminta untuk diberi kekuatan oleh –Nya.
Tidak mungkin aku menceritakan pahitnya hidup ku kepada kedua orang tua disana. Aku anak rantau harus selalu bilang sehat walaupun sakit. Kenapa ? karena aku tidak ingin membuat mereka sedih disana.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar