#1.Ibu Kantin
“Cukuplah Aku yang merasakan kepahitan hidup ini,
mungkin memang ini sudah garis takdir hidupku.”
°°°
Sukabumi , 1 Februari 1973.
Aku terlahir disebuah desa terpencil di daerah tersebut. Anak pertama dari keluarga yang bisa dibilang berkecukupan pada saat itu. Kehidupan berjalan normal layaknya anak kecil, dengan keluarga yang berkecukupan memiliki perkebunan yang tumbuh subur di desa tersebut.
Menjadi salah satu keluarga yang memiliki perkebunan tersubur disaat perkebunan warga lain belum panen perkebunan keluarga ku sudah tumbuh lebat dengan hasil panen yang melimpah ruah.
Aku adalah anak sulung dari tiga bersaudara dengan satu adik perempuan dan satu adik laki-laki. Kebahagiaan selalu aku saku rasakan. Tetapi inilah hidup layaknya seperti roller coaster kehidupan.
Saat itu mungkin bukanlah kehidupan yang sesungguhnya, semua masih berjalan normal dengan segala kebahagiaan yang dirasakan oleh ku. Semua berawal dari rasa iri dan dengki. Tidak tahu siapa yang tega melakukan hal tersebut tehadap keluarga ku.
Abah ku tiba-tiba saja menderita penyakit yang bisa dibilang diluar nalar manusia. Semua terjadi begitu cepat, segala usaha telah dilakukan tetapi inilah hidup cepat atau lambat pasti kita semua akan kehilangan sosok yang kita sayangi.
Kehidupan barulah dimulai. Kehilangan sosok abah disaat aku duduk di bangku kelas 2 sd membuat aku merasa sangat terpukul, aku dan kedua adik ku harus menjalani hidup tanpa sosok abah.
Saat itu juga kehidupan ku berubah drastis. Sesingkat itu kebahagiaan yang aku rasakan, rasa irilah yang membuat seorang manusia tega bertindak sekejam itu hanya untuk memuaskan rasa irinya tanpa memikirkan akibatnya. Tapi kembali lagi mungkin inilah yang dinamakan takdir.
Semenjak saat itu perekonomian keluarga ku menurun. Aku tidak dapat menamatkan sekolah dasar karena faktor biaya. Lebih tepatnya karena aku malu atas hinaaan dan makian yang aku dapatkan dari teman-teman ku.
Padahal saat itu guruku sudah membujuk ku agar tetap mengikuti ujian nasional tetapi apa boleh buat hinaan dan rasa malu membuat aku memutuskan untuk tidak ikut ujian tersebut.
“ Andai saja abah masih ada, pasti nasibku tidak akan semalang ini.” Ucapku
Pedih sangat pedih sepahit inikah kehidupan yang harus aku jalani. Karena faktor biaya aku dan kedua adik ku harus tinggal tepisah. Aku dan adik laki-laki ku tinggal bersama uwa sedangkan adik perempuan ku tinggal bersama umi karena faktor biaya yang tidak memungkinkan mengharuskan kami hidup terpisah.
Didikan yang keras dan kehidupan yang pahit membuat aku tumbuh menjadi sosok gadis yang kuat dan mandiri. Ini bukanlah akhir dari segalanya tetapi inilah awal dari segalanya. Aku menjalani hari-hari ku seperti gadis desa lainya. Mencari rumput ke sawah, pergi berkebun, dan melakukan pekerjaan lainya.
Seiring berjalanya waktu aku beranjak dewasa, diusia yang terbilang masih muda aku pun bertemu dengan beberapa sosok pria yang mencoba mendekati ku. Dan salah satu pria tersebut datang menemui uwa ku untuk meminta ku menjadi pendamping hidupnya.
“Neng sini , ada yang mau uwa omongin “. Ucap uwa memanggilku.
“Ada apa wa?” Tanya ku dengan keadaan bingung.
“Neng harus siap ya, barusan ada lelaki yang datang kesini bersama orang
tuanya mereka meminta kamu untuk menjadi pasangan dari anaknya.” Ucap uwa.
Akupun sangat terkejud dengan pernyataan yang uwa ku bilang.
“Gimana neng ? tolong ya neng jangan menolak tawaran itu.” Ucap uwa kembali.
“Iya wa, insyaAllah aku siap.” Jawabku dengan air mata yang sudah tidak dapat dibendung ini.
Kuputuskan untuk menerima tawaran tersebut, walau berat namun aku harus mengambil keputusan itu. Yaa aku tidak ingin terlalu lama membebani uwa dan sodara ku lainya. Mungkin dengan keputusan yang ku ambil ini dapat mengurangi sedikit beban mereka.
Aku berusaha untuk meyakini diriku dan akupun memberikan satu syarat kepada lelaki tersebut. Apapun keadanya adik lelaki ku harus tinggal bersama kami dan syarat itupun diterimanya. Kini aku telah menemui pendamping hidupku, semoga kami tetap bersama sampai maut memisahkan.
Kini sudah hampir 20 tahun lebih aku tinggal di salah satu sekolah swasta di Jakarta tempat suamiku bekerja. Memang gajih suamiku disini tidak besar tetapi kami selalu mensyukuri atas apa yang didapat.
Demi membantu perekonomian keluarga, akupun mencoba berjualan di sekolah ini. Bisa dibilang aku menjadi “IBU KANTIN” disekolah ini. Menjadi ibu kantin sekolah pasti ada naik turunya.
Aku menjual gorengan, nasi goreng, dan jajanan kecil lainya. Pasti ada saja siswa yang usil dengan mengambil dagangan ku secara diam-diam, tetapi aku mengikhlaskan itu semua.
Terkadang jualan ku habis tetapi kadang tidak laku satupun,karena banyaknya pedagang lain juga yang sama sepertiku sedang mencari rezeki. Aku selalu percaya bahwa kita sudah memiliki rezekinya masing-masing.
Dan kini aku telah dikaruniai tiga orang anak. Dua laki-laki dan satu perempuan. Kini hidupku hanya untuk mereka, kami memilih menetap disini hanya demi mereka. Demi mereka menjadi orang sukses dan tidak merasakan kehidupan pahit yang ku alami, cukuplah aku yang merasakan pahitnya hidup ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar